Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Jika Kau Kutinggalkan (Karya Hasan Aspahani)

Puisi "Jika Kau Kutinggalkan" karya Hasan Aspahani bercerita tentang sepasang kekasih (kemungkinan suami-istri atau pasangan yang tinggal bersama) ...
Jika Kau Kutinggalkan

KUTERIMA cinta ini
dengan bangga dan sesal (sebagai bonusnya)
apa yang kubayangkan
bisa terselenggara
dengan sederhana
ternyata sedemikian rumitnya

Aku mencintai engkau, itu tentu
dan engkau mencintai aku

Pada kalender di dinding kamar kita
tak ada tanggal merah atau juga hari Minggu
bagi pertengkaran yang buntu
yang mempersoalkan hanya
soal itu
ke perkara itu

Di jalan depan pintu paviliun
yang tak pernah sampai jadi milik kita
becak menunggu
kau yang tenggelam
dalam buku
dan tinggi tumpukan kayu
sajak yang belum
kau beri api itu

Kuterima cinta ini
dulu sebagai pintu yang mulai terbuka
untuk memahami dugaan-dugaanmu
pertanyaan-pertanyaanmu
keyakinan-keyakinanmu
juga ketakutan-ketakutanmu
tapi hanya sekilas cahaya
yang bisa kukais
dari kelam malammu
dan aku tak sekuat itu
aku tersiksa
melihat kau terluka
oleh ketaklaziman kau yang memilih jalan
dan aku tak bisa bertahan lebih lama

Jika kau kutinggalkan
itu karena aku ingin
dalam diriku ada yang tersisa dari kita
yang tak akan pernah bisa bertahan
jika kita terus bersama.

Analisis Puisi:

Puisi "Jika Kau Kutinggalkan" karya Hasan Aspahani adalah sebuah eksplorasi mendalam tentang relasi cinta yang rumit dan menyakitkan. Melalui larik-larik yang sarat emosi dan imajinasi, penyair membawa pembaca ke dalam perenungan eksistensial tentang cinta yang meski besar, tidak selalu mampu bertahan karena kenyataan hidup yang tak selaras dengan harapan.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah cinta dan perpisahan. Namun, tema ini tidak hadir dalam bentuk klise atau romantisme dangkal, melainkan dikemas dengan kompleksitas batin yang mencerminkan ketegangan antara cinta dan kelelahan emosional. Cinta dalam puisi ini tidak mati, namun harus ditinggalkan demi menyelamatkan "sesuatu" yang masih bisa dikenang dari hubungan yang hampir sepenuhnya hancur.

Makna Tersirat

Secara makna tersirat, puisi ini bukan hanya bicara tentang berakhirnya sebuah hubungan, tetapi juga tentang keterbatasan manusia dalam mencintai dan dipahami sepenuhnya. Penulis menyadari bahwa sekeras apapun usaha memahami dan menyesuaikan diri terhadap pasangannya, ada batas-batas yang tak bisa dilewati. Relasi menjadi medan pertarungan antara idealisme dan realitas, antara "aku ingin memahami" dan "aku lelah mencoba".

Baris "dan aku tak sekuat itu / aku tersiksa / melihat kau terluka" mengisyaratkan bahwa perpisahan bukan karena benci, melainkan karena ketidakmampuan bertahan dalam dinamika yang menyakitkan. Ini adalah cinta yang memilih pergi agar bisa tetap dikenang, bukan bertahan untuk saling menyakiti.

Puisi ini bercerita tentang sepasang kekasih (kemungkinan suami-istri atau pasangan yang tinggal bersama) yang mengalami benturan emosional dan perbedaan prinsip dalam menjalani hubungan. Konflik tidak datang dari ketidakcocokan cinta, melainkan dari cara masing-masing menghadapi kenyataan hidup, idealisme pribadi, dan ketaklaziman pilihan hidup.

“Aku mencintai engkau, itu tentu / dan engkau mencintai aku”—pengakuan ini menegaskan bahwa cinta itu ada. Namun, itu saja tidak cukup untuk meredam konflik yang "memperdebatkan hanya soal itu / ke perkara itu", hal-hal yang mungkin terlihat sepele namun menjadi sumber pertengkaran yang tidak menemukan jalan keluar.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini muram, sendu, namun penuh ketulusan. Tidak ada kemarahan, tidak ada dendam, hanya kelelahan dan kesedihan yang mendalam. Nuansa sunyi juga hadir, misalnya dalam larik “becak menunggu / kau yang tenggelam / dalam buku”—seolah menggambarkan kehidupan yang stagnan, menunggu, dan tak pasti. Ada atmosfer sepi dari hubungan yang tak lagi hidup meski fisik masih bersama.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Amanat yang bisa ditarik dari puisi ini adalah bahwa dalam cinta, memahami dan bertahan tidak selalu bisa berjalan bersama. Kadang-kadang, cinta membutuhkan keberanian untuk melepaskan, agar keduanya tidak saling menghancurkan. Ini juga mengajarkan bahwa cinta sejati tidak selalu berarti memiliki. Terkadang, membiarkan seseorang pergi adalah bentuk tertinggi dari cinta itu sendiri.

Baris penutup “jika kau kutinggalkan / itu karena aku ingin / dalam diriku ada yang tersisa dari kita” adalah inti dari seluruh pesan puisi ini. Keputusan meninggalkan bukan karena cinta telah habis, tetapi justru karena ingin menyelamatkan ingatan baik yang masih tersisa.

Imaji

Imaji dalam puisi ini cukup kuat, membentuk gambaran visual yang menyayat hati. Misalnya:
  • "Pada kalender di dinding kamar kita / tak ada tanggal merah atau juga hari Minggu" — membentuk imaji tentang hubungan yang selalu tegang, tanpa jeda atau istirahat.
  • "Di jalan depan pintu paviliun / yang tak pernah sampai jadi milik kita" — menciptakan bayangan tentang harapan-harapan yang tak pernah benar-benar menjadi kenyataan.
  • “kau yang tenggelam / dalam buku / dan tinggi tumpukan kayu / sajak yang belum / kau beri api itu” — metafora kesibukan dan keterasingan batin yang menyulitkan komunikasi dalam hubungan.
  • "sekilas cahaya / yang bisa kukais / dari kelam malammu” — memberi gambaran puitik tentang kesulitan memahami isi batin pasangan.
Imaji-imaji ini menyampaikan rasa frustrasi, harapan, dan kegetiran yang kompleks, namun tetap indah dalam pilihan katanya.

Majas

Puisi ini menggunakan berbagai majas (gaya bahasa) untuk memperkuat ekspresinya. Beberapa majas yang menonjol antara lain:
  • Metafora – Seperti dalam "Kuterima cinta ini / dulu sebagai pintu yang mulai terbuka", di mana cinta diibaratkan sebagai pintu, melambangkan awal perjalanan atau kesempatan untuk memahami.
  • Personifikasi – Terdapat kesan personifikasi dalam kalimat "sajak yang belum / kau beri api itu", seolah-olah sajak bisa "diberi api", menggambarkan inspirasi atau semangat yang belum hadir.
  • Repetisi – Pengulangan frasa seperti "Kuterima cinta ini” di awal dan pertengahan puisi memberikan efek dramatik, menekankan bahwa penerimaan cinta itu disertai kesadaran dan juga rasa sakit.
  • Ironi – Terdapat ironi dalam kalimat "dengan bangga dan sesal (sebagai bonusnya)", di mana penerimaan cinta yang seharusnya menggembirakan justru membawa sesal sebagai "bonus".
Puisi "Jika Kau Kutinggalkan" karya Hasan Aspahani adalah refleksi menyakitkan namun jujur tentang relasi yang harus berakhir meski cinta masih ada. Dengan tema cinta dan perpisahan yang ditulis dengan kedalaman emosional, puisi ini menyampaikan makna tersirat tentang batas-batas pemahaman, kelelahan batin, dan pilihan untuk menyelamatkan kenangan dari kehancuran total.

Melalui imaji yang kuat, suasana yang pilu, dan majas yang tepat, puisi ini menjadi potret yang sangat manusiawi dari relasi yang tidak berhasil bukan karena tidak ada cinta, tetapi karena kehidupan terlalu kompleks untuk hanya ditopang oleh cinta saja.

Hasan Aspahani
Puisi: Jika Kau Kutinggalkan
Karya: Hasan Aspahani
© Sepenuhnya. All rights reserved.