Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Juli dan Kesepian (Karya Moh Akbar Dimas Mozaki)

Puisi "Juli dan Kesepian" karya Moh Akbar Dimas Mozaki bercerita tentang seorang tokoh lirik yang menunggu pesan dari seseorang yang ia cintai, ...

Juli dan Kesepian


Juli kali ini terasa panjang,
setiap harinya menunggu pesan yang tak kunjung tiba.
Aku menulis namamu di langit senja,
agar angin membawa pada hatimu.

Juli, 2025

Analisis Puisi:

Puisi "Juli dan Kesepian" karya Moh Akbar Dimas Mozaki adalah potret lirih dari sebuah perasaan yang begitu manusiawi: rindu yang menggantung tanpa kepastian. Dalam bentuknya yang singkat dan sederhana, puisi ini menyimpan kedalaman makna emosional yang menyentuh, terutama bagi siapa pun yang pernah mengalami cinta yang tak berbalas, atau penantian yang tak berujung. Seperti judulnya, “Juli” menjadi simbol waktu yang spesifik, sedangkan “kesepian” menjadi lanskap batin yang merangkul seluruh puisi.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah kerinduan dan kesepian dalam penantian. Puisi ini menggambarkan seseorang yang terjebak dalam waktu yang terasa lambat karena terus menunggu kehadiran atau kabar dari seseorang yang dicintainya. Bulan Juli bukan sekadar penanda waktu, tetapi menjadi metafora dari fase batin yang sunyi dan penuh harap.

Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh lirik yang menunggu pesan dari seseorang yang ia cintai, namun pesan itu tak kunjung datang. Penantian itu begitu panjang, membuat hari-hari terasa lambat dan berat. Dalam kerinduannya, ia mencoba mengirimkan isyarat secara puitik—menulis nama kekasihnya di langit senja dengan harapan angin akan menyampaikan cinta yang tertahan itu.

Cerita ini begitu universal, menggambarkan dinamika batin banyak orang dalam relasi jarak jauh, cinta sepihak, atau hubungan yang merenggang karena waktu dan keadaan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa rindu yang dalam bisa membuat waktu terasa melambat, dan dalam diam seseorang bisa melakukan berbagai bentuk ekspresi untuk melegakan hati. Dalam puisi ini, tokoh lirik menulis nama orang yang dirindukannya di langit senja, sebuah tindakan simbolik yang menggambarkan betapa ia ingin cintanya diketahui dan diterima, meski tanpa komunikasi langsung.

Tindakan tersebut menunjukkan bahwa dalam diam dan ketidakpastian, manusia tetap mencari jalan untuk menyampaikan rasa—melalui alam, melalui simbol, melalui imajinasi.

Selain itu, puisi ini menyiratkan bahwa kerinduan yang tak terbalas bukan hanya menciptakan kesedihan, tapi juga menciptakan puisi itu sendiri—sebuah bentuk keabadian dari rasa yang tidak sempat tersampaikan secara nyata.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa sepi, melankolis, dan penuh kerinduan. Waktu seolah berhenti di tengah Juli yang terasa panjang. Ada kehampaan yang ditata secara tenang, tanpa ledakan emosi, tetapi tetap mampu membangkitkan rasa empati dari pembaca.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Puisi ini menyampaikan bahwa:
  • Perasaan tidak harus selalu disampaikan secara langsung; ada cara-cara simbolik dan lembut yang bisa dilakukan, bahkan bila tak membuahkan hasil nyata.
  • Kerinduan adalah bagian dari kemanusiaan, dan tidak ada yang salah dengan menunggu, walau menyakitkan.
  • Kadang, dalam keheningan dan kesepian, puisi menjadi bentuk pelarian dan penyampaian rasa yang paling jujur.

Imaji

Puisi ini memuat beberapa imaji yang kuat dan puitik, antara lain:
  • “Juli kali ini terasa panjang” → imaji waktu yang melambat karena penantian.
  • “menunggu pesan yang tak kunjung tiba” → imaji keseharian yang hampa, menggambarkan rutinitas yang dibayangi harapan kosong.
  • “menulis namamu di langit senja” → imaji visual dan simbolik yang indah, menunjukkan usaha menyampaikan perasaan melalui alam.
  • “agar angin membawa pada hatimu” → imaji kinetik dan metafisik, menggambarkan harapan agar cinta bisa diteruskan melalui alam semesta.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini menciptakan kesan puitik dan emosional, di antaranya:
  • Personifikasi: “angin membawa pada hatimu” – angin diberi peran sebagai pembawa pesan cinta.
  • Metafora: “menulis namamu di langit senja” – ini bukan tindakan harfiah, melainkan pernyataan simbolik tentang harapan yang tinggi dan keinginan untuk dikenang atau didengar.
  • Hiperbola: “Juli kali ini terasa panjang” – waktu terasa melambat secara berlebihan karena beban emosi.
Puisi "Juli dan Kesepian" adalah puisi pendek yang menyimpan luasnya lautan emosi. Dalam empat larik, Moh Akbar Dimas Mozaki berhasil merangkum perasaan rindu yang tak terucapkan, kesepian yang mendalam, dan harapan yang menggantung di langit senja. Seperti namanya, puisi ini adalah elegi tentang waktu, cinta, dan diam.

Karya ini membuktikan bahwa kesederhanaan tidak menghalangi kedalaman. Justru dengan larik-larik yang ringkas dan metafora yang jernih, puisi ini menggugah kenangan personal para pembacanya yang pernah merasa menunggu dalam sunyi. Melalui puisi ini, kita diajak merasakan bahwa cinta dan kerinduan, meski tak berbalas, tetap layak untuk diabadikan.

Moh Akbar Dimas Mozaki
Puisi: Juli dan Kesepian
Karya: Moh Akbar Dimas Mozaki

Biodata Moh Akbar Dimas Mozaki:
  • Moh Akbar Dimas Mozaki, mahasiswa S1 Sastra Indonesia, Universitas Andalas.
© Sepenuhnya. All rights reserved.