Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Permen (Karya Eko Purnomo)

Puisi “Permen” karya Eko Purnomo bercerita tentang seorang anak (atau anak-anak) yang suka makan permen. Pada awalnya, permen terasa manis dan ...

Permen


Permen manis
Anak meringis
Permen lembut
Anak cemberut

    Anak-anak suka permen
    Gigi-gigi jadi rumpang
    Gara-gara makan permen
    Kunyah-kunyah tak berehat

Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)

Analisis Puisi:

Dalam buku Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), puisi anak berjudul “Permen” karya Eko Purnomo tampil sederhana namun mengandung makna yang kuat dan mendidik. Meski hanya terdiri dari delapan larik pendek, puisi ini berhasil merangkum persoalan keseharian anak-anak yang kerap diabaikan: kebiasaan mengonsumsi permen secara berlebihan dan akibat yang menyertainya.

Tema

Puisi ini mengangkat tema kebiasaan makan permen dan dampaknya terhadap kesehatan gigi anak-anak. Tema ini sangat relevan dalam dunia anak-anak yang umumnya menyukai makanan manis tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjangnya. Lewat bahasa yang sederhana, puisi ini menyampaikan keprihatinan terhadap kebiasaan tersebut.

Makna Tersirat

Di balik kesederhanaannya, puisi ini menyiratkan pesan bahwa sesuatu yang manis dan menyenangkan tidak selalu membawa kebaikan jika dikonsumsi secara berlebihan. Permen memang terasa nikmat, tetapi jika tidak dibatasi, bisa menyebabkan kerusakan gigi.

Makna lainnya adalah bahwa anak-anak perlu belajar mengendalikan diri terhadap godaan-godaan kecil dalam hidup, karena setiap pilihan membawa konsekuensi. Permen dalam puisi ini bisa dibaca bukan hanya sebagai makanan, tapi juga simbol dari segala kesenangan yang berlebihan.

Puisi ini bercerita tentang seorang anak (atau anak-anak) yang suka makan permen. Pada awalnya, permen terasa manis dan lembut—menimbulkan kenikmatan. Namun, setelahnya, si anak justru meringis dan cemberut karena efek negatif dari permen itu sendiri. Di bagian tengah hingga akhir, puisi menjelaskan bahwa kegemaran anak-anak terhadap permen menyebabkan kerusakan pada gigi, hingga menjadi “rumpang”, karena kebiasaan mengunyah yang tidak berhenti.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini menciptakan suasana ringan dan lucu di awal, namun berubah menjadi prihatin dan mengandung peringatan di bagian akhir. Dari rasa manis menjadi cemberut, dari permen menjadi gigi yang rusak—transisi suasana ini membuat pembaca, terutama anak-anak, bisa merasakan perubahan emosi yang cepat dan mengesankan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Beberapa pesan atau amanat penting dari puisi ini antara lain:
  • Kendalikan konsumsi permen dan makanan manis, karena bisa merusak gigi.
  • Belajar membatasi kesenangan, karena yang berlebihan itu tidak baik.
  • Jaga kesehatan gigi sejak dini, sebab gigi adalah bagian penting dalam tumbuh kembang anak.
  • Kenikmatan sesaat bisa membawa penderitaan jika tidak disikapi dengan bijak.

Imaji

Meskipun pendek, puisi ini kuat dalam menghadirkan imaji visual dan rasa:
  • “Permen manis” – menimbulkan imaji rasa manis yang langsung terasa di lidah.
  • “Anak meringis” dan “Anak cemberut” – menciptakan gambaran ekspresi wajah anak yang mengalami rasa sakit atau kecewa.
  • “Gigi-gigi jadi rumpang” – menghadirkan citra gigi yang bolong, ompong, atau rusak akibat kebiasaan buruk.
  • “Kunyah-kunyah tak berehat” – menggambarkan aktivitas mengunyah yang tiada henti, menciptakan imaji gerakan yang tidak terkendali.
Semua imaji ini bersifat konkret dan mudah dipahami anak-anak, sehingga puisi ini efektif sebagai alat pendidikan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:

Paralelisme (pengulangan bentuk)
Dua larik awal puisi memiliki struktur yang sama:
  • “Permen manis / Anak meringis”
  • “Permen lembut / Anak cemberut”
Pola ini memperkuat irama dan memberi efek musikal yang menarik.

Ironi
  • Ada ironi halus yang muncul: sesuatu yang seharusnya menyenangkan (permen manis dan lembut) justru berujung pada ekspresi negatif (meringis dan cemberut).
Metafora ringan
  • “Gigi-gigi jadi rumpang” secara metaforis menggambarkan kerusakan gigi akibat permen, tetapi dengan pilihan kata yang puitis dan menarik.
Repetisi
  • Kata “permen” dan “anak” diulang dalam struktur puisi, membangun fokus dan kohesi tematis.

Mengajarkan Kesadaran lewat Gula dan Kata

Puisi “Permen” karya Eko Purnomo adalah contoh puisi anak yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengajarkan kesadaran secara halus dan menyenangkan. Dengan larik-larik pendek dan ritme sederhana, puisi ini dapat dibacakan dengan mudah oleh anak-anak di kelas maupun di rumah.

Lebih dari sekadar kritik terhadap makanan manis, puisi ini adalah pengingat bahwa apa yang menyenangkan belum tentu baik jika dikonsumsi tanpa kendali. Melalui tokoh anak yang meringis dan cemberut, puisi ini memperlihatkan bahwa dampak dari kebiasaan kecil bisa besar jika terus dibiarkan.

Dengan kekuatan imaji dan majas yang ringan namun tajam, “Permen” menunjukkan bahwa puisi anak bukan sekadar permainan kata, tapi bisa menjadi media reflektif yang penuh nilai. Gigi yang rumpang dalam puisi ini adalah metafora dari kehilangan akibat kelalaian. Maka dari itu, puisi ini layak dijadikan bacaan edukatif—bagi anak, orang tua, maupun guru.

Eko Purnomo
Puisi: Permen
Karya: Eko Purnomo

Biodata Eko Purnomo:
  • Eko Pumomo, biasa dipanggil Eko, lahir pada tanggal 4 Januari 1998 di Karanganyar, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.