Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Winter Turun di Rio de Janeiro (Karya Sides Sudyarto D. S.)

Puisi "Winter Turun di Rio de Janeiro" bercerita tentang situasi kelam masyarakat miskin di Rio de Janeiro dan kota-kota Brasil lainnya yang ...
Winter Turun di Rio de Janeiro

Winter turun tanpa malu-malu
Menimpa wajah sendu
Rio de Janeiro

Winter turun tanpa malu-malu
Dan angin malam menerpa
anak-anak jalanan
Sisa masa lalu akar perbudakan
Berpuluh mereka tewas disapu peluru
yang dihamburkan dari laras panjang
Policia militar
Dalam udara malam yang beku

Di subuh esoknya presiden
diizinkan pergi
Meninggalkan seluruh rakyatnya
Dengan berkopor-kopor uang tunai
Dan Itamar Franco pun muncul ke permukaan
Ketika kota semakin ramai
Diserbu kaum pengangguran
Dan dusun kian sunyi kehilangan penduduk

Winter turun jua di Sao Paulo
Pusat industri dan uang bertumpu
Saat itu, ketika Rio menjadi tumpukan kenikmatan
Dan uang lendir
Winter turun mengiringi irama samba
yang membanjiri Ipanema dan Copacahana
Dara-dara jelita menggigil dalam bugil
Sementara sejarah membisu
Terkulai dalam pelukan waktu

Sumber: Sajak-Sajak Tiang Gantungan (2002)

Analisis Puisi:

Puisi "Winter Turun di Rio de Janeiro" karya Sides Sudyarto D. S. adalah salah satu karya yang menggambarkan wajah muram kehidupan masyarakat urban, terutama mereka yang terpinggirkan oleh sistem dan kekuasaan. Dengan latar tempat di Brasil, puisi ini menjalin peristiwa sosial, politik, dan ekonomi menjadi satu narasi puitik yang pedih dan sarat kritik. Melalui metafora “winter” atau musim dingin yang datang “tanpa malu-malu”, penyair mengangkat ironi dan ketidakadilan sosial yang membekukan kehidupan rakyat kecil, meski negeri itu berada di garis khatulistiwa tropis.

Tema

Puisi ini mengangkat tema besar mengenai ketimpangan sosial, kekerasan negara, dan ironi politik. Dengan menggambarkan kota Rio de Janeiro yang terselimuti “winter” sebagai metafora penderitaan, penyair menyuarakan perlawanan terhadap ketidakadilan sistemik. Tema ini tak hanya terbatas pada konteks lokal Brasil, tetapi juga mencerminkan kondisi yang relevan secara global: bagaimana negara dan penguasa kerap meninggalkan rakyatnya demi kepentingan kekuasaan dan uang.

Puisi ini bercerita tentang situasi kelam masyarakat miskin di Rio de Janeiro dan kota-kota Brasil lainnya yang terjerat dalam lingkaran kekerasan, pengangguran, ketimpangan ekonomi, serta korupsi elit politik. Anak-anak jalanan, yang disebut sebagai “sisa masa lalu akar perbudakan”, menjadi korban kekerasan bersenjata oleh polisi militer. Dalam suasana penuh beku dan penderitaan itu, presiden melarikan diri membawa “berkopor-kopor uang tunai”, meninggalkan rakyatnya yang menderita. Kehidupan yang keras di kota digambarkan kontras dengan kenikmatan semu dan kemewahan pesta-pesta, sementara sejarah tetap “membisu”.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini sangat kuat. Musim dingin (winter), yang secara geografis tidak sesuai dengan iklim Brasil, digunakan sebagai metafora atas pembekuan hati nurani, hilangnya kehangatan kemanusiaan, dan penderitaan yang dingin tanpa pengharapan. Kematian anak-anak jalanan, pelarian presiden korup, dan kemegahan pesta pora menggambarkan sistem sosial-politik yang tumpul terhadap kemiskinan dan penindasan.

Baris “Winter turun tanpa malu-malu” menyiratkan kekejaman sistem yang berlangsung tanpa rasa bersalah, tak tahu malu. Sementara itu, “sejarah membisu” adalah kiasan bagi lupa kolektif atau kegagalan merekam tragedi sebagai pelajaran masa depan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini suram, dingin, ironis, dan tragis. Nuansa dingin bukan hanya fisik, tetapi emosional dan sosial. Penggambaran pembunuhan, kemiskinan, dan pelarian pemimpin di tengah penderitaan rakyat menciptakan atmosfer keputusasaan yang pahit. Dalam kontrasnya, pesta dan hiburan juga digambarkan dengan nuansa getir karena terjadi di atas penderitaan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan kuat tentang ketidakadilan sosial dan kegagalan moral penguasa dalam menghadapi realitas rakyatnya. Amanat yang bisa ditarik adalah:
  • Penguasa yang korup akan meninggalkan kehancuran bagi rakyatnya.
  • Kekerasan negara terhadap kelompok rentan adalah bentuk kebiadaban yang harus dilawan.
  • Penderitaan rakyat kecil seringkali terbungkam oleh kemewahan palsu dan sejarah yang diam.
  • Masyarakat harus sadar bahwa pembangunan dan kemajuan tidak boleh dibangun di atas darah dan air mata kaum tertindas.

Imaji

Puisi ini penuh dengan imaji visual, auditif, dan kinestetik yang menyayat. Contoh-contoh imaji antara lain:

Visual:
  • “anak-anak jalanan”
  • “berpuluh mereka tewas disapu peluru”
  • “Dara-dara jelita menggigil dalam bugil” → Imaji ini memberikan gambaran fisik yang nyata dan mengganggu tentang korban kekerasan dan degradasi moral.
Auditif:
  • “irama samba yang membanjiri Ipanema dan Copacahana” → Imaji suara yang bertabrakan dengan realitas kekerasan dan penderitaan, menciptakan ironi tajam.
Kinestetik:
  • “Winter turun tanpa malu-malu”, “angin malam menerpa” → Memberikan rasa dingin dan tak nyaman, baik secara fisik maupun emosional.

Majas

Puisi ini menggunakan berbagai majas untuk memperkuat kritik dan menajamkan suasana:

Metafora:
  • “Winter” sebagai metafora penderitaan dan ketidakadilan.
  • “uang lendir” sebagai simbol kekayaan yang diperoleh melalui cara-cara tidak bermoral.
Personifikasi:
  • “Winter turun tanpa malu-malu” → Musim dingin diberi sifat manusia yang tidak tahu malu, menggambarkan ironi kekuasaan yang membiarkan penderitaan.
Ironi:
  • Hiburan dan kemewahan di tengah penderitaan: “irama samba”, “dara-dara jelita”, “Copacahana” → Ini memperkuat kritik terhadap kemunafikan sosial.
Hiperbola:
  • “berkopor-kopor uang tunai”, “berpuluh mereka tewas” → Menunjukkan besarnya skala korupsi dan kekejaman.
Simbolisme:
  • “Itamar Franco” sebagai simbol pengganti kekuasaan yang hadir di tengah kekacauan.
  • “sejarah membisu” melambangkan kegagalan mencatat dan memperbaiki kesalahan masa lalu.
Puisi "Winter Turun di Rio de Janeiro" bukan hanya karya sastra, tetapi juga protes sosial dan politik yang disampaikan lewat bahasa puitis yang tajam dan menyayat. Dengan tema ketidakadilan, puisi ini bercerita tentang kekejaman kekuasaan yang membiarkan rakyatnya mati kedinginan dan kelaparan, sementara elit menikmati kemewahan tanpa malu. Makna tersiratnya berbicara tentang korupsi, pembunuhan sistematis, dan kebekuan sejarah yang gagal memberi peringatan.

Puisi ini memperkuat pesannya melalui imaji yang kuat dan majas-majas penuh ironi, menjadikannya salah satu karya penting yang menohok nurani pembaca. Ia menyuarakan bahwa selama penguasa bisa pergi membawa koper uang, dan sejarah terus membisu, maka “winter” akan terus turun—bukan karena cuaca, tapi karena matinya rasa kemanusiaan.

Puisi: Winter Turun di Rio de Janeiro
Puisi: Winter Turun di Rio de Janeiro
Karya: Sides Sudyarto D. S.

Biodata Sides Sudyarto D. S.:
  • Sudiharto lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 14 Juli 1942.
  • Sudiharto meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 14 Oktober 2012.
  • Sudiharto menggunakan nama pena Sides Sudyarto D. S. (Sides = Seniman Desa. huruf D = nama ibu, yaitu Djaiyah. huruf S = nama ayah, yaitu Soedarno).
© Sepenuhnya. All rights reserved.