Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Agustus Tahun Ini (Karya AA Manggeng)

Puisi "Agustus Tahun Ini" karya AA Manggeng bercerita tentang situasi bulan Juli yang penuh duka dan kehampaan, menjelang Agustus, bulan yang ...
Agustus Tahun Ini

Ilalang dekat rumah kita hangus sudah
padahal matahari belum terik benar
kegerahan di malam-malam terakhir Juli ini
meninggalkan Juni dan
Agustus sebentar lagi mengibarkan bendera merah putih
sedangkan Juli berangkat dengan peristiwa duka
ulang tahunkah ini, saudaraku
atau kita memperingati orang-orang yang hilang, tertembak dan mati
sambil menyisip duka cita yang kita alami
di bawah bendera tanah air.

Ilalang dekat rumah kita hangus sudah
peristiwa kerontang itu dibiarkan lewat begitu saja
sukma kita menyayat luka-luka sejarah
dan air mata tiada arti lagi tumpah
sebab darah mengental di tanah
Agustus datang, mengulang-ulang kita kenang
dan Juli membuka katub nadi tanah air
dengan denyutnya yang tak beraturan bagai isyarat
kegelisahan dan rasa duka yang mendalam
sebentar lagi Agustus datang dan dalam hening
siapa pahlawan yang kita kenang.

Analisis Puisi:

Puisi "Agustus Tahun Ini" karya AA Manggeng bukan sekadar peringatan momentum kemerdekaan, melainkan renungan kritis dan emosional terhadap luka-luka sejarah yang terus membayangi bangsa. Dengan gaya liris dan puitis yang dalam, penyair menyandingkan makna kemerdekaan dengan duka, kehilangan, dan penderitaan yang belum selesai di tengah masyarakat.

Puisi ini menunjukkan bahwa Agustus tidak selalu identik dengan kemeriahan, tetapi juga dengan kesedihan yang sulit dijelaskan oleh kata-kata.

Tema

Puisi ini mengangkat tema refleksi kemerdekaan dan luka sejarah. Alih-alih merayakan kemerdekaan dengan gegap gempita, penyair justru mengajak pembaca untuk merenung: apa yang sebenarnya kita rayakan setiap Agustus? Apakah kita merayakan kebebasan, atau sekadar mengenang mereka yang hilang tanpa keadilan?

Tema lain yang turut muncul adalah ketimpangan antara simbol nasionalisme dan kenyataan sosial yang penuh penderitaan.

Puisi ini bercerita tentang situasi bulan Juli yang penuh duka dan kehampaan, menjelang Agustus, bulan yang identik dengan kemerdekaan Indonesia. Ilalang yang hangus, darah yang mengental di tanah, dan pertanyaan “siapa pahlawan yang kita kenang?” menjadi metafora untuk menggambarkan bahwa banyak penderitaan rakyat tak pernah benar-benar diperhitungkan dalam narasi besar sejarah.

Ada nuansa keraguan dan keresahan dalam memaknai kemerdekaan ketika kehidupan rakyat masih dipenuhi luka yang belum sembuh.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap perayaan kemerdekaan yang seringkali tidak dibarengi dengan kesadaran sejarah dan empati terhadap korban-korban ketidakadilan. Kalimat seperti:

"Agustus sebentar lagi mengibarkan bendera merah putih / sedangkan Juli berangkat dengan peristiwa duka"

menyiratkan bahwa kemerdekaan dirayakan di atas penderitaan yang tak selesai.

Selain itu, puisi ini menyampaikan bahwa identitas nasional tidak boleh melupakan mereka yang menjadi korban sejarah—yang hilang, tertembak, dan mati tanpa peringatan yang layak.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah muram, gelisah, dan reflektif. Kehangusan ilalang, darah yang mengental, dan denyut nadi yang tak beraturan menimbulkan kesan kekacauan batin. Ada kesedihan yang tidak hanya bersifat personal, tetapi juga kolektif, seolah bangsa ini sedang berkabung diam-diam setiap kali Agustus tiba.

Puisi ini mengajak pembaca untuk tidak larut dalam euforia kosong, melainkan mengheningkan cipta atas penderitaan yang menjadi bagian dari sejarah nasional.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa:
  • Kemerdekaan sejati tidak hanya ditandai oleh pengibaran bendera, tetapi oleh kesediaan bangsa untuk mengakui dan merawat luka-luka sejarahnya.
Penyair mengingatkan kita bahwa ada banyak nyawa yang terkorban dan peristiwa kelam yang tak boleh kita lupakan, hanya karena ingin merayakan Agustus dengan sukacita. Agustus harus menjadi waktu refleksi, bukan sekadar perayaan simbolik.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji yang kuat dan penuh simbolisme:
  • "Ilalang dekat rumah kita hangus sudah": menggambarkan kehancuran, kehilangan, atau kematian yang terjadi begitu dekat dalam keseharian.
  • "Kegerahan di malam-malam terakhir Juli": menghadirkan suasana tertekan dan menegangkan menjelang peristiwa besar.
  • "Darah mengental di tanah": membentuk imaji kekerasan, kematian, dan tragedi sosial.
  • "Katub nadi tanah air" dan "denyutnya yang tak beraturan": simbol kondisi bangsa yang gelisah, sakit, atau tidak stabil secara sosial-politik.
  • "Siapa pahlawan yang kita kenang?": membentuk imaji reflektif; mempertanyakan siapa sebenarnya yang layak disebut pahlawan dalam kondisi sekarang.

Majas

Beberapa majas yang digunakan penyair AA Manggeng dalam puisi ini memperkuat nuansa duka dan reflektifitas sosial:

Metafora:
  • "Ilalang dekat rumah kita hangus sudah" bukan hanya tentang tumbuhan, melainkan lambang kehancuran yang terjadi dalam kehidupan rakyat.
  • "Denyutnya yang tak beraturan bagai isyarat" menyimbolkan kegelisahan dan gejolak politik atau sosial.
Personifikasi:
  • "Juli membuka katub nadi tanah air" memberikan sifat manusiawi pada bulan Juli, seolah ia punya kuasa untuk menghidupkan atau menyakiti bangsa.
  • "Tanah" yang berdarah atau "menyisip duka cita di bawah bendera" memberi nyawa pada entitas simbolik negara.
Pertanyaan retoris:
  • "Ulang tahunkah ini, saudaraku / atau kita memperingati orang-orang yang hilang?" digunakan untuk menggugah kesadaran dan membangkitkan keraguan terhadap perayaan yang tampak hampa.
Repetisi:
  • Pengulangan larik “Ilalang dekat rumah kita hangus sudah” memperkuat suasana kehancuran yang belum selesai.
Puisi "Agustus Tahun Ini" karya AA Manggeng adalah sebuah jeritan sunyi yang menembus gema perayaan nasionalisme simbolik. Lewat gambaran sederhana seperti ilalang yang terbakar atau denyut nadi tanah air yang tak beraturan, penyair menghadirkan perenungan mendalam tentang ketimpangan antara idealisme kemerdekaan dan realitas penderitaan rakyat.

Alih-alih memuja simbol, puisi ini mengajak kita menyusuri sisi gelap sejarah, menempatkan Agustus sebagai ruang untuk merenungi duka, kehilangan, dan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang makna kemerdekaan.

Agustus datang—namun jangan hanya mengibarkan bendera, tanpa menyimak luka-luka yang mengering tanpa suara.

AA Manggeng
Puisi: Agustus Tahun Ini
Karya: AA Manggeng
© Sepenuhnya. All rights reserved.