Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)
Analisis Puisi:
Puisi "Asmara" karya Rustam Effendi merupakan salah satu karya sastra yang memadukan kekuatan bahasa puitis dengan nuansa perasaan yang dalam. Karya ini memperlihatkan bagaimana cinta, kerinduan, dan keterikatan emosional diekspresikan secara simbolis melalui pilihan kata yang lembut namun sarat makna.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kerinduan yang mendalam terhadap sosok yang dicintai. Penulis menempatkan asmara sebagai kekuatan yang menghidupkan jiwa, sehingga tanpa cinta, hidup menjadi kosong dan kehilangan arah.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh yang merasakan kehilangan atau jarak emosional dari kekasihnya. Dalam pencariannya, ia dihadapkan pada kesunyian batin yang membuat hatinya tergantung “di awang-awang” dan dadanya dipenuhi rasa gelap yang tak menentu. Meski begitu, bayangan pertemuan dengan sang kekasih tetap menjadi harapan yang menghidupkan kembali semangatnya.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa cinta adalah elemen vital dalam kehidupan manusia. Tanpa asmara, hidup menjadi hambar, sepi, dan tanpa tujuan. Selain itu, karya ini menyiratkan bahwa kerinduan dapat menjadi beban emosional yang menyiksa, namun sekaligus menjadi sumber kekuatan untuk terus berharap dan berjuang.
Suasana dalam puisi
Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah melankolis dan penuh kerinduan. Dari awal hingga akhir, pembaca dibawa ke dalam perasaan sunyi, rindu, dan harapan yang samar, seperti seseorang yang berada di antara kenyataan dan mimpi.
Amanat / pesan yang disampaikan puisi
Amanat yang dapat diambil adalah bahwa cinta memberi makna dan tujuan hidup. Ia bukan hanya sekadar rasa, tetapi juga pengikat yang menyatukan jiwa dan menghidupkan kembali semangat. Kehilangan cinta dapat membuat hidup terasa hampa, namun keberadaannya mampu mengubah segalanya menjadi berarti.
Imaji
Puisi ini mengandung imaji perasaan yang kuat, seperti:
- “Sunyi senyap sukma loka” yang memunculkan gambaran batin yang kosong dan hening.
- “Rasa tergantung d’awang-awang” yang membangkitkan kesan rindu yang tak tersampaikan.
- “Ambar kasturi mengukupi nyawa” yang memberikan kesan aroma wangi memenuhi kehidupan, melambangkan kebahagiaan yang datang dari cinta.
Majas
Rustam Effendi menggunakan beberapa majas dalam puisi ini, antara lain:
- Majas metafora, misalnya “Gelap gaib di dalam dada” yang melambangkan kesedihan dan kebingungan hati.
- Majas personifikasi, misalnya “Sayu kalbu tersirap-sirap” yang menggambarkan hati seolah memiliki emosi manusia yang bergetar hebat.
- Majas hiperbola, seperti “Nyaman badan bukan kepalang” yang melebih-lebihkan rasa bahagia karena cinta.