Bung Hatta
Kau ialah seorang cendekia
Yang membangun Indonesia
Dengan keringat dan air mata
Dengan bung Karno sebagai sahabat
Kini negerimu dilanda kekeringan
Negerimu kini tengah porak-poranda
Diterpa tikus-tikus yang menggerogoti tubuh sang Garuda
Akankah kami bertahan, bung?
Negerimu kini penuh rakyat kelaparan
Tapi pemimpinnya bergelimang kemewahan
Keadilan kini dipertanyakan
Kata "Viralkan!" Kini menjadi senjata untuk meraih keadilan
Analisis Puisi:
Puisi "Bung Hatta" karya Roman Adiwijaya merupakan sebuah karya yang menyuarakan keresahan terhadap kondisi bangsa Indonesia melalui sosok Bung Hatta, salah satu pendiri dan tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Puisi ini menampilkan kritik sosial sekaligus ungkapan harapan yang kuat kepada pemimpin yang dianggap mampu menjadi panutan dan simbol perjuangan.
Tema
Tema utama puisi ini adalah keprihatinan sosial dan kritik terhadap keadaan bangsa, serta kerinduan akan kepemimpinan yang bersih, adil, dan berjuang untuk rakyat. Puisi ini juga mengangkat tema persahabatan dan perjuangan bangsa melalui sosok Bung Hatta yang berjuang bersama Bung Karno.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan dan peran Bung Hatta sebagai cendekiawan dan pejuang yang berkontribusi besar dalam membangun Indonesia. Namun, saat ini bangsa yang dulu diperjuangkan menghadapi banyak masalah, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan korupsi yang menggerogoti negara. Dengan latar tersebut, sang penyair mempertanyakan apakah bangsa ini masih mampu bertahan dan berharap agar semangat Bung Hatta dapat kembali menginspirasi.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah kritik tajam terhadap ketimpangan sosial dan kemerosotan moral di pemerintahan. Gambaran tentang rakyat yang kelaparan di tengah pemimpin yang hidup mewah mencerminkan ketidakadilan yang terjadi saat ini. Frasa “tikus-tikus yang menggerogoti tubuh sang Garuda” merupakan metafora untuk para koruptor dan pengkhianat yang merusak tatanan negara.
Selain itu, penggunaan kata "Viralkan!" sebagai “senjata untuk meraih keadilan” menyinggung dinamika sosial-politik modern, di mana perjuangan keadilan kadang hanya melalui media sosial dan bukan aksi nyata.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini didominasi oleh perasaan keprihatinan, kegelisahan, dan sedikit harapan. Ada nuansa duka dan kritik tajam terhadap kondisi bangsa yang “porak-poranda” dan rakyat yang menderita, namun tetap ada harapan pada sosok Bung Hatta sebagai simbol perjuangan dan keadilan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat diambil adalah ajakan untuk mengingat kembali nilai-nilai perjuangan dan integritas para pendiri bangsa, khususnya Bung Hatta, serta pentingnya melawan korupsi dan ketidakadilan. Puisi ini mengingatkan agar kita tidak lengah terhadap kemunduran moral dan sosial yang mengancam masa depan bangsa.
Imaji
Imaji yang kuat dalam puisi ini misalnya:
- “tikus-tikus yang menggerogoti tubuh sang Garuda” memberikan gambaran visual yang jelas tentang pengkhianatan dan kerusakan yang terjadi di tubuh negara.
Gambaran rakyat yang kelaparan dan pemimpin yang bergelimang kemewahan menimbulkan kontras yang tajam dan emosional.
Majas
Majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora, seperti “tikus-tikus yang menggerogoti tubuh sang Garuda” yang menyimbolkan koruptor yang merusak negara.
- Personifikasi, di mana Garuda—simbol negara—digambarkan sebagai makhluk yang bisa digerogoti.
- Kontras, antara rakyat yang kelaparan dan pemimpin yang mewah, yang memperkuat kritik sosial.
Puisi “Bung Hatta” karya Roman Adiwijaya adalah ungkapan kegelisahan sekaligus kritik sosial yang tajam terhadap kondisi bangsa Indonesia saat ini. Melalui sosok Bung Hatta, penyair mengingatkan kembali nilai-nilai perjuangan, integritas, dan keadilan yang harus terus dijaga. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung dan bertindak agar bangsa tidak terus mengalami kemunduran akibat korupsi dan ketidakadilan.