Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Catatan Pertemuan (Karya M. Nurgani Asyik)

Puisi "Catatan Pertemuan" karya M. Nurgani Asyik bercerita tentang dua orang yang sedang duduk bersama di sebuah restoran, menikmati hidangan ...
Catatan (Pertemuan)

Kenyataannya, kita sedang duduk
menghadapi menu sehari-hari: kepahitan,
kegetiran. kegamangan, keletihan, kerutinan,
masalah dan laksaan pertanyaan yang tak kunjung jelas
tapi ada senyum sekaligus memberi dua arti

aku seakan-akan sekedar jadi penonton
adegan per adegan tergambar dari setiap piring
di samping, secangkir kegerahan gelak mendidih
(berjuta ketidakpahaman semakin melengkapi
seluloid yang telah diawali tadi)
tapi kenyataannya, kita tetap berdiam

sebenarnya siapa yang jadi penonton
kita larut terbawa dalam angka-angka scan
ibarat benda asing, aneh dan kecil
menjadi sosok di video-game
terlihat di antaranya adalah diriku, dirimu,
serta semua yang ada dalam mata Sang Sutradara

ya
kita sedang duduk di senyap restoran
walau gema riuh perbincangan masih membekas
dan matamu diam-diam lekat di darahku
(kau pun tahu itu)

Meulaboh – Banda Aceh, 1993

Analisis Puisi:

Puisi "Catatan Pertemuan" karya M. Nurgani Asyik merupakan karya yang penuh refleksi dan simbol, menghadirkan suasana perjumpaan yang tidak hanya sebatas peristiwa fisik, melainkan juga sarat makna batin. Penyair membangun nuansa keseharian yang sederhana—duduk di restoran, berbincang, menikmati hidangan—namun menghadirkannya dalam bingkai filosofis yang lebih dalam, seolah setiap momen adalah catatan eksistensial tentang manusia, hubungan, dan hidup itu sendiri.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pertemuan yang diliputi perenungan eksistensial. Bukan sekadar perjumpaan dua insan, melainkan sebuah refleksi tentang kehidupan, rutinitas, dan relasi antar manusia di tengah realitas yang sering kali penuh kegetiran.

Puisi ini bercerita tentang dua orang yang sedang duduk bersama di sebuah restoran, menikmati hidangan sambil berbagi suasana. Namun, alih-alih menggambarkan percakapan yang ringan, penyair justru menyoroti sisi lain: kepahitan, masalah, ketidakpastian, hingga absurditas hidup yang digambarkan melalui simbol makanan, piring, hingga suasana restoran.

Pertemuan itu bukan hanya soal hadir secara fisik, tetapi juga menjadi ruang perenungan batin—siapa yang benar-benar hadir, siapa yang sekadar menjadi penonton, dan siapa yang sedang diam-diam mengamati.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pertemuan manusia sering kali tidak sepenuhnya jernih atau sederhana, melainkan membawa beban hidup, masalah, bahkan rasa keterasingan. Ada jarak antara dua sosok yang bertemu, meski fisik mereka dekat.

Selain itu, ada kritik halus terhadap rutinitas dan mekanisasi kehidupan modern. Penyair menggambarkan manusia layaknya “sosok di video game”, yang hidupnya terlihat kecil, aneh, bahkan dikendalikan oleh “Sang Sutradara”. Ini mengisyaratkan perasaan terjebak dalam realitas yang bukan sepenuhnya pilihan kita.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang ditampilkan dalam puisi ini adalah kontemplatif, ambigu, sekaligus melankolis. Ada kesan pertemuan yang hening, diwarnai dengan perasaan gamang, getir, dan penuh pertanyaan. Meski ada sedikit senyum yang memberi arti ganda, tetap terasa adanya ketidakpastian dan keterasingan di balik suasana pertemuan tersebut.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa setiap pertemuan manusia bukan sekadar peristiwa sederhana, melainkan sebuah ruang refleksi. Hidup penuh dengan rutinitas, kepahitan, dan absurditas, namun di tengah itu semua, manusia tetap perlu menyadari perannya: apakah sebagai aktor yang terlibat penuh atau hanya sebagai penonton pasif dalam hidupnya sendiri.

Imaji

Penyair menggunakan sejumlah imaji yang kuat untuk memperkuat suasana, antara lain:
  • Imaji visual: “setiap piring”, “video-game”, “restoran senyap” yang memberi gambaran konkret.
  • Imaji perasaan: “kepahitan, kegetiran, kegamangan” yang menekankan nuansa batin.
  • Imaji auditif: “gema riuh perbincangan masih membekas” yang menghadirkan suasana seolah-olah pembaca bisa mendengar keramaian yang kini tinggal kenangan.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora – “setiap piring” sebagai simbol masalah dan pertanyaan hidup.
  • Personifikasi – “secangkir kegerahan gelak mendidih” memberi sifat hidup pada benda mati.
  • Simbolisme – “video-game” melambangkan keterasingan dan keterjebakan manusia dalam mekanisme hidup modern.
  • Paralelisme – pengulangan kata berakhiran -an (kepahitan, kegetiran, kegamangan, keletihan, kerutinan) menekankan beratnya kehidupan sehari-hari.
Puisi "Catatan Pertemuan" karya M. Nurgani Asyik bukan hanya menggambarkan momen sederhana di sebuah restoran, tetapi juga menghadirkan perenungan mendalam tentang hidup, relasi, dan eksistensi manusia. Dengan bahasa simbolik dan suasana kontemplatif, penyair berhasil mengajak pembaca melihat bahwa di balik setiap pertemuan, selalu ada pertanyaan-pertanyaan besar yang diam-diam hadir.

Puisi Sepenuhnya
Puisi: Catatan Pertemuan
Karya: M. Nurgani Asyik
© Sepenuhnya. All rights reserved.