Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Hari Telah Menjelang Senja (Karya Syamsu Indra Usman)

Puisi "Hari Telah Menjelang Senja" karya Syamsu Indra Usman bercerita tentang seseorang yang berada di sebuah surau, mendengar lantunan azan, dan ...
Hari Telah Menjelang Senja

Dalam sebuah surau
tempat semua peraduan-Mu
bersama suara azan
sejuta dosa menghantui
kematian
yang tak mampu menghapus
dosa yang tak pernah mau
dirasakan
sementara hari telah
menjelang senja
diatas kepala rambut telah
memutih dimakan usia
detik telah berlalu silih
berganti
senantiasa tak pernah berpaling
sedangkan perjalanan separoh
belum tertempuh
hari telah semakin senja
suatu pertanda tak lama lagi
malam akan segera datang.

Jakarta, 1978

Analisis Puisi:

Tema puisi "Hari Telah Menjelang Senja" adalah renungan tentang kefanaan hidup dan penyesalan akan dosa yang belum terhapus menjelang akhir usia. Penyair mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup, terutama ketika usia telah senja, bahwa waktu yang tersisa tidaklah banyak.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berada di sebuah surau, mendengar lantunan azan, dan merenungkan dosa-dosanya yang terus menghantui. Meskipun waktu berjalan, dosa tersebut belum juga dihapus atau disadari sepenuhnya. Rambut yang memutih menjadi simbol usia yang menua, sementara “hari menjelang senja” menggambarkan hidup yang mendekati akhir. Sang penyair menekankan bahwa perjalanan hidup belum sepenuhnya selesai, namun malam (kematian) akan segera datang.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah peringatan bahwa kehidupan adalah perjalanan yang terbatas, dan kesempatan untuk bertaubat tidak selalu ada. “Senja” menjadi metafora bagi masa tua, dan “malam” adalah lambang kematian. Penyair ingin menyampaikan bahwa ketika usia telah menua, penyesalan akan semakin berat jika dosa belum disucikan. Puisi ini juga menyiratkan bahwa waktu adalah sesuatu yang tidak dapat diputar kembali, sehingga setiap detik sebaiknya dimanfaatkan untuk kebaikan.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang terasa dalam puisi ini adalah hening, penuh perenungan, namun juga sarat kegelisahan. Ada rasa berat yang membayang, seolah penyair berdiri di ambang senja dengan hati yang belum tenang. Nuansa spiritual dan kesadaran akan kefanaan begitu kental, memberi kesan melankolis dan religius.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang ingin disampaikan penyair adalah agar manusia tidak menunda-nunda untuk memperbaiki diri dan bertaubat. Hidup akan berakhir, dan tidak ada yang tahu kapan malam (kematian) datang. Selagi masih ada waktu, manfaatkanlah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menuntaskan perjalanan hidup dengan bekal kebaikan.

Imaji

Puisi ini memiliki beberapa imaji yang kuat:
  • Imaji visual: “rambut telah memutih dimakan usia” memberi gambaran fisik seseorang yang menua.
  • Imaji auditif: “bersama suara azan” membangkitkan kesan religius yang memanggil hati untuk merenung.
  • Imaji waktu: “hari telah menjelang senja” dan “malam akan segera datang” menciptakan visualisasi perubahan waktu yang sarat makna filosofis.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Majas Metafora – “hari telah menjelang senja” sebagai simbol masa tua, dan “malam” sebagai simbol kematian.
  • Majas Personifikasi – “detik telah berlalu silih berganti / senantiasa tak pernah berpaling” menggambarkan waktu seolah makhluk hidup yang terus berjalan tanpa menoleh.
  • Majas Repetisi – Pengulangan frasa “hari telah” menegaskan waktu yang kian sempit.

Puisi
Puisi: Hari Telah Menjelang Senja
Karya: Syamsu Indra Usman

Biodata Syamsu Indra Usman:
  • Syamsu Indra Usman lahir pada tanggal 12 Oktober 1956 di Lahat, Sumatera Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.