Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kenapa tak Pulang, Sayang? (Karya Leon Agusta)

Puisi "Kenapa Tak Pulang, Sayang?" karya Leon Agusta mengeksplorasi tema rindu, kehilangan, dan kerinduan terhadap kampung halaman.
Kenapa tak Pulang, Sayang?
buat Ibunda

Hijaunya wajah danau kita adalah rindu, sayang
Hijaunya daun-daunan rindunya perawan muda
Bisik-bisik di tepian bila hari naik senja
Kampung kita kian tahun kian lengang
Entahlah. Mana yang pergi tak ada yang pulang

Ke manakah gerangan lajang-lajang kita menghilang
Semarak kampung di rembang petang?
Mereka hilang bersama debu perang saudara
Yang tak pulang ditelan hutan
Yang pulang berterbangan
Anakku bilang: bumi luas tempatku tualang

Rinduku pun kelabu, Ibu
Tapi empedu di kerongkongan
Ibu pun takkan kenal wajahku sekarang
Tak akan ada yang tanyakan anakmu, Ibu
Kalau pun pulang takkan dipinang
Karena kertas kuning, kata-kata yang berjaga
Takkan dikerling karena bukan logam menguning

Di Hari Raya, di hari rindu beralun-alun
Jari Upik, ai, lentiknya memetik inai
Selendangnya lepas terkibas angin, Ibu?
Ah, salamkulah itu.

1962

Sumber: Gendang Pengembara (2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Kenapa Tak Pulang, Sayang?" karya Leon Agusta adalah karya yang mengeksplorasi tema rindu, kehilangan, dan kerinduan terhadap kampung halaman. Dengan gaya yang melankolis dan bahasa yang penuh imaji, puisi ini menyentuh kedalaman emosi dan pengalaman manusia yang universal.

Struktur dan Gaya

Puisi ini menggunakan struktur yang bebas dengan penggabungan berbagai elemen simbolis untuk mengungkapkan perasaan mendalam. Gaya bahasa yang digunakan Leon Agusta menciptakan gambaran visual yang kuat dan melankolis, memungkinkan pembaca merasakan emosi dan kerinduan yang digambarkan.

Rindu dan Kehilangan

"Hijaunya wajah danau kita adalah rindu, sayang / Hijaunya daun-daunan rindunya perawan muda"

Puisi ini dimulai dengan gambaran hijau danau dan daun-daunan yang simbolis dari rindu dan kerinduan. Warna hijau di sini melambangkan rasa yang mendalam dan terus-menerus terhadap seseorang atau tempat yang telah lama hilang. Rindu ini disamakan dengan keindahan alam, yang menggarisbawahi kedalaman perasaan yang dirasakan.

Kesedihan dan Kehilangan Identitas

"Mereka hilang bersama debu perang saudara / Yang tak pulang ditelan hutan / Yang pulang berterbangan"

Ada kesedihan mendalam tentang bagaimana orang-orang dari kampung halaman hilang dalam kekacauan dan perang. Hilangnya mereka yang "ditelan hutan" mencerminkan bagaimana konflik dan kesulitan dapat menghapus identitas dan hubungan yang telah ada. Yang pulang "berterbangan" menunjukkan perasaan tidak terikat dan kehilangan arah.

Kerinduan terhadap Rumah dan Identitas

"Rinduku pun kelabu, Ibu / Tapi empedu di kerongkongan / Ibu pun takkan kenal wajahku sekarang"

Kerinduan digambarkan sebagai "kelabu," mencerminkan kegelapan dan kepedihan yang datang dengan perasaan tersebut. Ada juga kesadaran bahwa identitas telah berubah begitu banyak sehingga tidak dikenali lagi oleh orang yang paling dekat, seperti ibu. Ini menunjukkan perubahan mendalam yang terjadi pada diri seseorang selama perantauan.

Simbolisme dan Makna

  • Danau dan Daun-daunan: Danau dan daun-daunan yang hijau melambangkan nostalgia dan keindahan masa lalu. Hijau sebagai warna yang terkait dengan kehidupan dan pertumbuhan juga mencerminkan keinginan untuk kembali ke masa lalu yang penuh keindahan dan kenangan.
  • Debu Perang dan Hutan: Debu perang yang menghilangkan orang-orang dari kampung halaman menggambarkan dampak destruktif dari konflik. Hutan yang menelan mereka adalah simbol dari ketidakpastian dan kekacauan yang menghalangi jalan kembali. Ini juga mencerminkan bagaimana trauma dan kekacauan dapat menghilangkan jejak dan hubungan yang pernah ada.
  • Kertas Kuning dan Logam Menguning: Kertas kuning yang disebutkan dalam puisi mungkin merujuk pada dokumen atau surat yang tidak memiliki nilai lagi, menandakan bagaimana kenangan atau identitas menjadi tidak berarti dalam konteks baru. Logam menguning di sini bisa melambangkan sesuatu yang dianggap berharga namun sudah kehilangan nilainya.
  • Hari Raya dan Inai: Hari Raya dan Inai melambangkan masa lalu yang bahagia dan kenangan indah yang kini hanya dapat dikenang. Selendang yang lepas terkibas angin mengingatkan pada perasaan kehilangan dan kerinduan yang tidak bisa diulang kembali.

Pesan dan Refleksi

Puisi "Kenapa Tak Pulang, Sayang?" menyampaikan pesan mendalam tentang kerinduan dan kesedihan yang datang dengan perpisahan dan kehilangan. Leon Agusta berhasil menangkap kompleksitas emosi manusia yang berkisar antara cinta, kehilangan, dan kerinduan terhadap masa lalu.

Pesan utama puisi ini adalah bahwa meskipun kita mungkin merasa rindu untuk kembali ke rumah atau ke masa lalu, waktu dan pengalaman telah mengubah kita sedemikian rupa sehingga kadang-kadang pulang menjadi tidak mungkin. Kenangan dan identitas mungkin telah berubah sehingga tidak ada lagi yang sama dengan yang dulu.

Puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan pengalaman mereka sendiri tentang kerinduan dan kehilangan. Dengan menggunakan simbolisme yang kuat dan bahasa yang penuh emosi, Leon Agusta mengungkapkan perasaan yang mendalam tentang bagaimana kita berusaha untuk kembali ke tempat atau masa yang telah hilang, sambil menghadapi kenyataan bahwa perjalanan hidup telah mengubah segalanya. Puisi "Kenapa Tak Pulang, Sayang?" adalah refleksi yang menyentuh tentang bagaimana kita mengelola perasaan rindu dan identitas yang hilang.

Leon Agusta
Puisi: Kenapa tak Pulang, Sayang?
Karya: Leon Agusta

Biodata Leon Agusta:
  • Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.