Analisis Puisi:
Puisi "Lelaki Itu Pulang" karya Mawie Ananta Jonie mengisahkan tentang seorang lelaki yang kembali ke kampung halaman setelah 40 tahun menghadirkan nuansa yang kuat, penuh emosi, sekaligus menyimpan jejak sejarah. Dalam larik-lariknya, pembaca diajak merasakan kegembiraan, kerinduan, serta getirnya fitnah politik yang pernah menelan banyak korban di masa lalu.
Tema
Puisi ini mengangkat tema kepulangan, kerinduan, dan kebenaran yang terungkap setelah sekian lama. Tidak hanya bercerita tentang reuni seorang lelaki dengan kampung halamannya, tetapi juga menyentuh luka sejarah yang berhubungan dengan tragedi G30S.
Secara garis besar, puisi ini bercerita tentang seorang lelaki yang kembali ke kampung halamannya setelah 40 tahun lamanya dianggap hilang atau mati karena dituduh sebagai komunis. Kepulangannya membawa kegembiraan bagi orang sekampung, menghidupkan kembali ingatan masa lalu, serta menghapus kabar keliru yang selama ini dipercaya banyak orang.
Makna Tersirat
Makna yang tersirat dalam puisi ini adalah betapa kejamnya fitnah politik dapat menghancurkan kehidupan seseorang sekaligus memengaruhi pandangan masyarakat. Selama 40 tahun, lelaki itu dicap mati karena isu politik, padahal kenyataannya ia masih hidup. Kepulangannya mengajarkan bahwa kebenaran pada akhirnya akan menemukan jalannya, meski harus melewati waktu yang sangat panjang.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa penuh kehangatan, kerinduan, dan kegembiraan. Masyarakat kampung menyambut kepulangan lelaki itu dengan tawa, canda, serta jamuan buah-buahan dari halaman rumah. Namun di balik keceriaan itu, juga terdapat suasana getir ketika disebutkan bahwa ia pernah difitnah mati karena komunis. Perpaduan suasana ini membuat puisi kaya dengan lapisan emosi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah:
- Kebenaran tidak bisa selamanya ditutupi. Meski fitnah pernah menyebar, kenyataan akan terungkap pada waktunya.
- Masyarakat diajak belajar dari sejarah agar tidak mudah terprovokasi oleh kebencian dan fitnah politik.
- Kerinduan dan kebersamaan adalah kekuatan yang mampu menghapus luka panjang akibat perpisahan dan ketidakadilan.
Imaji
Puisi ini menampilkan imaji visual dan imaji rasa yang kuat. Beberapa contohnya:
- “Jambu merah sedang lebat berbuah, dipetiknya setangkai lalu manisnya menjalar rasa tak sudah” menghadirkan imaji visual sekaligus rasa.
- “Rambutan buahnya rendah manggis matang jatuh satu satu” menegaskan suasana kampung yang subur, alami, dan penuh kehidupan.
- Imaji pertemuan, gelak tawa nenek-nenek, serta anak-anak minum kelapa muda, menghadirkan suasana akrab yang begitu hidup.
Majas
Puisi ini juga memperlihatkan penggunaan majas yang memperkuat makna:
- Metafora: “manisnya menjalar rasa tak sudah” menggambarkan kerinduan dan kebahagiaan yang terasa berkesinambungan.
- Hiperbola: “orang-orang sekampung telah berdatangan” memberi kesan betapa besar sambutan masyarakat terhadap kepulangan lelaki itu.
- Ironi: terdapat pada bagian ketika disebutkan lelaki itu pernah dikabarkan mati karena komunis, padahal kenyataannya ia masih hidup.
Puisi ini bukan hanya mengisahkan kepulangan seorang lelaki, tetapi juga menjadi refleksi sosial dan sejarah. Ia mengingatkan bahwa fitnah politik bisa menghancurkan kehidupan, namun pada akhirnya kebenaran akan kembali ke tempatnya. Lewat detail imaji yang kaya, suasana kampung yang hangat, serta kisah getir di balik sejarah bangsa, puisi ini menghadirkan perenungan yang dalam bagi siapa saja yang membacanya.
Karya: Mawie Ananta Jonie