Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lenyap - Senyap (Karya AA Manggeng)

Puisi “Lenyap – Senyap” karya AA Manggeng bercerita tentang kehancuran batin atau nilai-nilai hidup yang pelan-pelan musnah akibat kelalaian dan ...
Lenyap - Senyap

Unggun kemuliaan di kamar tidur saudaraku
telah redup oleh silau cahaya yang menyusup

Ketekunan yang ditidurkan jadi rayap-rayap
merobohkan tiang penyangga rumah

Jangan berkata mungkin
karena pemusnahan

Jangan berkilah janji
karena mungkir

Hidupkan bara dengan napas cinta
dan yang pergi dari keterkejutan
adalah keriuhan yang mengabaikan sunyi

Unggun kemuliaan tepiskan silau cahaya
dengan membuka celah lebih terbuka
lalu tatap lekat-lekat di luar yang saudaraku anggap gelap.

Ketekunan yang dirampas rayap-rayap
musti diganti dengan tiang keimanan
sebab kelalaian terlalu mengendap-endap.

Aceh, 1993

Analisis Puisi:

Puisi “Lenyap – Senyap” karya AA Manggeng adalah semacam renungan spiritual sekaligus kritik sosial yang subtil. Bait-baitnya memuat lapisan makna filosofis dan religius tentang kemerosotan nilai, kelalaian batin, dan seruan untuk membangkitkan kembali “unggung kemuliaan” yang telah meredup. Dengan bahasa metaforis yang tajam, penyair menyampaikan pesan penting tentang kesadaran dan perjuangan batin melawan kelalaian yang merayap diam-diam.

Tema

Puisi ini mengusung tema tentang kehilangan nilai kemuliaan karena kelalaian dan kealpaan rohani. Tema pendukungnya meliputi keimanan, kontemplasi spiritual, dan ajakan untuk bangkit dari kegelapan batin atau sosial yang senyap namun menggerogoti.

Puisi ini bercerita tentang kehancuran batin atau nilai-nilai hidup yang pelan-pelan musnah akibat kelalaian dan godaan cahaya duniawi yang menyesatkan. Diungkapkan melalui metafora seperti “unggung kemuliaan di kamar tidur saudaraku telah redup”, penyair menyoroti bagaimana seseorang—yang mungkin saudara secara biologis atau sesama manusia—telah kehilangan ketekunan dan kemuliaannya, lalu digerogoti oleh “rayap-rayap” yang bisa dibaca sebagai simbol kealpaan, dosa, atau godaan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini sangat dalam. Beberapa poin penting yang dapat diinterpretasikan antara lain:
  • Kebinasaan tidak selalu hadir dalam bentuk yang eksplisit dan menggelegar, tetapi sering menyusup dalam bentuk yang sunyi, halus, dan tak disadari.
  • Ketekunan dan iman yang goyah bisa mengakibatkan runtuhnya nilai hidup dan moralitas.
  • Seruan untuk tidak “berkilah janji” dan tidak sekadar berkata “mungkin” adalah panggilan untuk bersikap tegas dan jujur terhadap tanggung jawab spiritual dan sosial.
  • Yang “pergi dari keterkejutan” adalah keramaian palsu, yang justru mengabaikan makna sejati dari sunyi, renungan, dan keheningan spiritual.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini cenderung kontemplatif, hening, namun mengandung ketegangan batin. Pembaca diajak memasuki ruang refleksi—seolah berada dalam kamar redup, merenungi nilai hidup yang pelan-pelan merapuh. Ada juga suasana peringatan, seolah penyair sedang menyampaikan khotbah lirikal kepada saudaranya (atau dirinya sendiri).

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama puisi ini adalah:
  • Jangan abaikan bara kemuliaan yang masih tersisa. Jagalah iman dan nilai hidup dari kelalaian yang merayap diam-diam.
AA Manggeng ingin menyampaikan bahwa kerusakan spiritual maupun sosial tidak selalu datang dalam bentuk besar atau dramatis, tetapi sering muncul perlahan-lahan, menyusup dalam bentuk godaan kecil, kebiasaan lalai, dan janji-janji yang dilanggar.

Maka, ajakan untuk "menghidupkan bara dengan napas cinta" dan mengganti tiang yang lapuk dengan "tiang keimanan" adalah seruan untuk kembali pada akar kebaikan dan ketekunan.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan konseptual, di antaranya:
  • “Unggun kemuliaan di kamar tidur”: menggambarkan nilai hidup yang suci dan pribadi, tetapi kini redup.
  • “Rayap-rayap merobohkan tiang penyangga rumah”: membangun bayangan rumah retak karena gangguan halus yang tak kasatmata, melambangkan keruntuhan dari dalam.
  • “Silau cahaya yang menyusup”: menggambarkan godaan duniawi atau ego yang menyamar dalam bentuk terang palsu.
  • “Sunyi” dan “keterkejutan”: memberi sensasi imaji hening yang justru diabaikan oleh keramaian dangkal.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:

Metafora
  • “Unggun kemuliaan” adalah metafora dari semangat hidup, iman, atau nilai luhur seseorang.
  • “Rayap-rayap” adalah simbol dari kelalaian, dosa, atau hal-hal kecil yang perlahan menghancurkan.
Personifikasi
  • “Silau cahaya yang menyusup” dipersonifikasikan seolah ia makhluk hidup yang masuk diam-diam dan menipu.
Antitesis
  • Kontras antara “keriuhan” dan “sunyi” menggambarkan konflik antara dunia luar yang ramai dengan batin yang kosong.
Repetisi
  • Pengulangan pada frasa seperti “ketekunan yang dirampas” dan “tiang keimanan” memperkuat pesan moral dan spiritual puisi.
Puisi “Lenyap – Senyap” karya AA Manggeng merupakan puisi yang menyampaikan pesan introspektif tentang pentingnya menjaga semangat hidup dan keimanan dari godaan dan kelalaian yang perlahan menggerogoti. Dengan metafora api, rayap, rumah, dan cahaya, penyair menunjukkan bagaimana kehancuran bisa datang dengan senyap namun pasti.

Puisi ini mengajak pembaca untuk tidak terlena oleh keramaian dan kesenangan semu, serta untuk kembali menyalakan bara nilai dan iman dalam keheningan yang jujur. Di saat yang serba gaduh ini, puisi "Lenyap – Senyap” adalah panggilan puitis agar kita tidak kehilangan arah dalam diam.

AA Manggeng
Puisi: Lenyap - Senyap
Karya: AA Manggeng
© Sepenuhnya. All rights reserved.