Sumber: Fragmen Malam, Setumpuk Soneta (1997)
Analisis Puisi:
Puisi "Malam Bulan" karya Wing Kardjo menghadirkan suasana batin yang gelap, dingin, dan penuh kegamangan. Larik-lariknya mengajak pembaca merenungkan perjalanan hidup yang melelahkan, cinta yang menua, dan kehampaan di tengah pencarian makna.
Tema
Tema utama puisi ini adalah keterasingan dan kehampaan dalam perjalanan hidup. Penyair menggambarkan tokoh lirik yang terus berjalan, namun menyadari bahwa “kembara tak kan pernah jauh”. Meski fisik terus bergerak, batin tetap berada dalam lingkaran kebingungan dan kesepian.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang menjalani hidup penuh kegamangan dan kekecewaan. Ia berkelana di bawah sinar bulan, melewati malam demi malam, namun tidak menemukan kehangatan cinta. Ia terjebak dalam kerinduan yang tak berbalas, tubuh yang menua, dan pandangan yang mulai sinis terhadap relasi antarmanusia, terutama terhadap perempuan yang dilihatnya “bagai barang sewaan”.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah keterasingan batin di tengah kehidupan modern yang dangkal dan materialistis. Tokoh lirik menyadari bahwa cinta telah dingin, waktu telah memudarkan gairah, dan relasi manusia menjadi transaksional. Meski berusaha mencari makna, ia tetap terjebak dalam rimba kelam, kesepian, dan kerinduan yang tak tersampaikan.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini muram, dingin, dan kontemplatif. Penggunaan kata-kata seperti “makin larut malam”, “makin dingin”, “retak-retak bulan”, “rimba kelam”, dan “hotel tua” memperkuat nuansa kesepian dan keputusasaan. Tidak ada keceriaan dalam kembara tokoh lirik; yang ada hanya kelelahan dan kehampaan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah:
- Kehidupan modern yang serba cepat dan transaksional seringkali membuat manusia kehilangan makna sejati.
- Cinta dan relasi yang dangkal akan menimbulkan keterasingan batin yang mendalam.
- Waktu dan usia dapat mengikis gairah, tetapi manusia tetap perlu mencari makna di tengah keterbatasan itu.
Imaji
Wing Kardjo menghadirkan imaji visual dan rasa yang sangat kuat dalam puisi ini:
- Imaji visual: “bulan dua-dua”, “hotel tua”, “perempuan bagai barang sewaan” menciptakan gambaran nyata yang suram.
- Imaji rasa: “makin dingin untuk cinta”, “di urat-urat tubuh”, “di jari-jari”, “di tiap kecup dan cium” memberi kesan fisik yang dingin dan tak bergairah.
- Imaji waktu: “bulan retak-retak”, “tahun jernih tak kan pulih”, “musim terlambat matang”, “matahari terlalu cepat datang” memperkuat kesan keterlambatan dan kehilangan momentum.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: “jiwa merasuk dalam rimba kelam” menggambarkan batin yang tersesat dalam kebingungan dan kesepian.
- Personifikasi: “bulan retak-retak” memberi kesan bahwa waktu atau alam turut mengalami penderitaan batin.
- Hiperbola: “makin dingin untuk cinta, di urat-urat tubuh, di tulang sumsum” melebih-lebihkan efek kehilangan cinta hingga ke bagian tubuh terdalam.
- Simbol: “hotel tua” menjadi simbol tempat pelarian yang suram dan tanpa makna.
Puisi "Malam Bulan" karya Wing Kardjo adalah potret kelelahan batin manusia modern yang kehilangan arah dan makna hidup. Melalui imaji yang kuat, majas yang tajam, serta suasana yang muram, penyair berhasil menyampaikan pesan bahwa kembara fisik tidak selalu berarti kembara makna. Kehidupan yang dijalani tanpa cinta dan pemaknaan akan terasa dingin dan hampa, seolah berjalan di bawah bulan yang telah “retak-retak”.
