Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Percakapan Angin dan Jendela (Karya Alizar Tanjung)

Puisi "Percakapan Angin dan Jendela" karya Alizar Tanjung bercerita tentang dialog imajiner antara angin dan jendela. Angin datang dengan keras, ...
Percakapan Angin dan Jendela

angin bertemu ke jendela dengan tangan besar dan kasar,
ia tampar jendela, berdentang daun jendela kayu ke kusen.
berbalik jendela menampar angin, angin dan jendela berulang
saling tampar. angin dan jendela sama-sama tertawa.
lucunya pertemanan ini, pikir mereka.
air mata angin dan jendela tumpah karena tertawa.

"seberapa lama lagi kau setia menamparku," ujar angin
sembari meringankan sakit di pipinya.
"selama perantau itu mengunci pintu dari luar." jendela
memandang dirinya: papan, balok tipis melintang, paku,
gorden tua. "selama kau mencumbuku sehabis panas dan
hujan," goda jendela mengedipkan mata.

diri jendela perlahan luntur, dia mencium bibir angin,
melepaskan hasrat bertemu, membiarkan daun di halaman
jatuh menimpa mereka, jatuh ke tanah, lebur.

rumahkayu, 2013

Analisis Puisi:

Puisi "Percakapan Angin dan Jendela" karya Alizar Tanjung menghadirkan sebuah perbincangan imajinatif antara dua unsur alam dan benda, yaitu angin dan jendela. Meski tampak sederhana, puisi ini sarat makna simbolis yang mengungkap hubungan, keakraban, sekaligus keterbatasan. Seperti karya-karya lain dari penyair yang kerap bermain dengan imaji keseharian, puisi ini menawarkan lapisan tafsir yang menarik untuk dibaca.

Tema

Tema puisi ini adalah hubungan yang intim namun penuh keterbatasan antara dua entitas yang berbeda. Angin dan jendela digambarkan sebagai sahabat sekaligus pasangan yang saling berinteraksi, saling menyakiti, tetapi juga saling membutuhkan.

Puisi ini bercerita tentang dialog imajiner antara angin dan jendela. Angin datang dengan keras, menampar jendela hingga berbunyi. Jendela pun membalas, lalu keduanya tertawa seolah menikmati permainan itu. Dalam percakapan, angin bertanya berapa lama jendela akan setia menamparnya, dan jendela menjawab: selama masih ada perantau yang mengunci pintu dari luar, dan selama angin masih mau datang setelah panas maupun hujan. Pada akhirnya, jendela dan angin saling melebur dalam cumbu simbolis, ditemani daun-daun yang jatuh.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah gambaran tentang relasi manusia yang kompleks—antara cinta, kebersamaan, dan keterbatasan situasi. Angin bisa dilihat sebagai lambang kebebasan, sementara jendela melambangkan batas dan ketertundukan. Meskipun ada keterbatasan, keduanya menemukan kebahagiaan dalam pertemuan yang sesaat, penuh canda, bahkan cinta. Relasi ini mencerminkan bagaimana manusia seringkali harus menerima keadaan, mencintai dalam batas-batas, dan merayakan kebersamaan meski sementara.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah akrab, intim, sekaligus melankolis. Ada nuansa permainan dan tawa saat angin dan jendela saling menampar. Namun, di balik keriangan itu, muncul suasana sendu ketika tersirat kesadaran bahwa pertemuan mereka hanya bisa terjadi karena kondisi tertentu: pintu yang terkunci, panas, hujan, dan akhirnya berakhir dalam lebur yang tak kekal.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah bahwa hubungan apa pun, baik antarmanusia maupun antara manusia dengan alam, selalu terikat pada keterbatasan. Meski demikian, keindahan dan kebahagiaan tetap dapat dirayakan dalam ruang keterbatasan itu. Puisi ini mengajak pembaca untuk mensyukuri momen kebersamaan, meski sementara, dan menyadari bahwa setiap pertemuan pasti akan berakhir.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan auditori. Misalnya:
  • “angin bertemu ke jendela dengan tangan besar dan kasar” → menghadirkan gambaran fisik angin seolah berwujud manusia.
  • “berdentang daun jendela kayu ke kusen” → memberi imaji bunyi yang nyata.
  • “air mata angin dan jendela tumpah karena tertawa” → imaji emosional yang menguatkan keintiman pertemanan.
  • “daun di halaman jatuh menimpa mereka, jatuh ke tanah, lebur” → imaji alam yang mengisyaratkan kefanaan.

Majas

Beberapa majas yang dominan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi – angin dan jendela diperlakukan seperti manusia: bisa menampar, berbicara, tertawa, bahkan bercumbu.
  • Metafora – hubungan angin dan jendela dapat dipahami sebagai kiasan hubungan manusia yang terbatas ruang dan waktu.
  • Hiperbola – gambaran “air mata angin dan jendela tumpah karena tertawa” adalah bentuk penguatan suasana yang tidak realistis tapi penuh ekspresi.
Puisi "Percakapan Angin dan Jendela" karya Alizar Tanjung adalah gambaran puitis tentang relasi yang akrab, penuh canda, namun sarat keterbatasan. Melalui tema hubungan yang unik, puisi ini bercerita tentang bagaimana kebahagiaan bisa lahir dari situasi sederhana, meski sementara. Makna tersirat, imaji, serta majas yang digunakan berhasil menghidupkan suasana intim sekaligus melankolis. Dari sana kita dapat menangkap pesan bahwa setiap pertemuan adalah indah untuk dirayakan, walaupun kita tahu ia tidak akan berlangsung selamanya.

Alizar Tanjung
Puisi: Percakapan Angin dan Jendela
Karya: Alizar Tanjung

Biodata Alizar Tanjung:
  • Alizar Tanjung lahir pada tanggal 10 April 1987 di Solok.
© Sepenuhnya. All rights reserved.