Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pulang (Karya Esha Tegar Putra)

Puisi “Pulang” karya Esha Tegar Putra bercerita tentang seseorang yang merasa terhalang untuk kembali, meskipun hanya untuk sebentar.
Pulang

benar tak ada jalan untuk pulang?
aku hanya pamit sebentar menjenguk mimpi
yang semalam tertinggal di taman kota.
sebentar saja,
kalau tak pintu biar jendela itu kau buka
aku janji tidak pulang larut.

2007

Analisis Puisi:

Puisi “Pulang” karya Esha Tegar Putra adalah karya pendek namun penuh makna. Dalam bait-baitnya yang singkat dan subtil, penyair menyuguhkan pertanyaan eksistensial dan emosional tentang kerinduan akan rumah, keinginan untuk kembali, dan hambatan-hambatan yang menghadang kepulangan, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual.

Puisi ini dapat dibaca sebagai percakapan lirih dari seseorang yang merasa teralienasi dari tempat yang ia sebut “rumah”—baik rumah sebagai tempat, sebagai kenangan, maupun sebagai seseorang.

Tema

Puisi ini mengangkat tema utama kerinduan akan kepulangan, namun bukan kepulangan yang sederhana. Ini adalah kerinduan yang terhalang, suatu usaha untuk kembali ke tempat (atau seseorang) yang dulunya akrab namun kini terasa jauh.

Tema lainnya yang muncul:
  1. Keterasingan dari tempat semula
  2. Harapan dan permohonan sederhana
  3. Janji akan kedekatan yang tertunda
  4. Relasi antara individu dan “rumah” sebagai simbol kenyamanan
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merasa terhalang untuk kembali, meskipun hanya untuk sebentar. Ia ingin kembali, bukan untuk tinggal, tapi sekadar “menjenguk mimpi” yang tertinggal—sebuah metafora yang kuat untuk harapan, cita-cita, atau kenangan indah masa lalu.

Namun, ada semacam penolakan dari pihak lain, karena si aku lirik bertanya: "benar tak ada jalan untuk pulang?" dan kemudian meminta, "kalau tak pintu biar jendela itu kau buka." Kalimat ini menyiratkan bahwa akses untuk kembali ditutup, tetapi ia tetap memohon kesempatan.

Makna Tersirat

Puisi ini kaya dengan makna tersirat, beberapa di antaranya:
  1. Pulang bukan sekadar tindakan fisik, tapi juga spiritual dan emosional. Si aku lirik tak hanya ingin kembali ke tempat, tetapi juga ke rasa aman dan kenangan yang pernah dimiliki.
  2. Harapan tetap ada bahkan ketika semua jalan tampak tertutup. Penyair tetap berharap, bahkan jika pintu tertutup, ia meminta jendela dibuka. Ini bentuk simbolis dari kerendahan hati dan kerinduan yang dalam.
  3. Mimpi yang tertinggal di taman kota bisa dimaknai sebagai cita-cita, cinta, atau kenangan masa lalu yang belum tuntas, dan ia ingin kembali menemuinya, walau hanya sejenak.
  4. Ada kemungkinan bahwa “rumah” dalam puisi ini adalah seseorang—kekasih, sahabat, atau bahkan dirinya sendiri—yang menjauh, tertutup, atau tak lagi menerima kehadiran si aku lirik.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang dibangun oleh puisi ini adalah lirih, sepi, penuh harap, namun juga getir.
Terdapat keputusasaan yang halus, tapi dibalut dengan permohonan yang sopan, lirih, dan hampir seperti suara hati yang tak ingin mengganggu.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan beberapa amanat yang dapat direnungkan:
  1. Jangan abaikan mereka yang ingin kembali, meski hanya sejenak.
  2. Harapan tak pernah benar-benar mati, bahkan di tengah penolakan.
  3. Setiap orang butuh tempat untuk pulang, walau hanya sekejap.
  4. Pulang tak selalu berarti tinggal, tapi kadang hanya butuh didengar, dirasa, atau disapa kembali.

Imaji

Puisi ini meski pendek, kaya akan imaji visual dan emosional:
  • “menjenguk mimpi yang semalam tertinggal di taman kota” → Menggambarkan imaji taman, tempat terbuka, tempat mimpi-mimpi pernah muncul. Taman kota bisa juga simbol dari kenangan yang bersifat publik namun punya nilai personal.
  • “kalau tak pintu biar jendela itu kau buka” → Imaji rumah tertutup, tapi masih ada celah harapan di balik jendela. Ini menggambarkan kerinduan dan kerendahan hati dalam memohon ruang kecil untuk masuk kembali.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi:
  • Metafora: “menjenguk mimpi yang semalam tertinggal” → mimpi sebagai sesuatu yang konkret dan dapat dijenguk, menggambarkan kenangan atau harapan yang tertunda.
  • Personifikasi: “jendela itu kau buka” → jendela diperlakukan seperti bisa dibuka oleh perasaan, bukan hanya tindakan fisik.
  • Hiperbola halus: “aku janji tidak pulang larut” → janji ini sangat sederhana, seperti anak kecil minta izin, tapi mengandung beban emosi dan permohonan yang dalam.
Puisi “Pulang” karya Esha Tegar Putra adalah sebuah potret lirih tentang rindu dan usaha untuk kembali. Dengan gaya bahasa yang minimalis namun kaya makna, penyair menyampaikan betapa besar artinya sebuah kesempatan—meski hanya untuk sejenak—untuk mengunjungi kembali tempat, kenangan, atau seseorang yang dulu berarti.

Dalam dunia yang semakin asing dan keras, puisi ini menjadi pengingat bahwa setiap orang selalu punya titik “pulang” dalam hatinya, dan dalam harinya, yang entah itu seseorang, tempat, atau bahkan rasa yang ingin direngkuh kembali, walau hanya melalui jendela yang terbuka sedikit saja.

Esha Tegar Putra
Puisi: Pulang
Karya: Esha Tegar Putra

Biodata Esha Tegar Putra:
  • Esha Tegar Putra lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.