Analisis Puisi:
Puisi “Sebut Atas Asma” karya Akhmad Taufiq adalah puisi kontemplatif yang menjelma menjadi perenungan spiritual terdalam seorang hamba kepada Tuhannya. Karya ini tidak sekadar menyampaikan isi hati yang rindu kepada Tuhan, tetapi juga menyiratkan kesadaran eksistensial tentang kehidupan, kefanaan, dan ketergantungan mutlak manusia terhadap nama-Nya yang suci dan abadi.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah kerinduan spiritual dan pengakuan akan keagungan Tuhan. Puisi ini menyoroti hubungan personal dan intim antara manusia dan Tuhan, yang digambarkan melalui penyebutan nama Ilahi sebagai sumber kekuatan, tempat berserah, serta pelindung dalam segala keadaan, baik suka maupun duka.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang berada dalam kekelaman malam—simbol dari kegelisahan batin atau ujian hidup—dan dalam situasi seperti itulah ia menyebut nama Tuhan. Dalam situasi paling kelam, ketika waktu menjadi tak berbatas dan hati diliputi susah, hanya satu yang menjadi pegangan: nama Tuhan. Nama itu bukan sekadar penyebutan, melainkan panggilan dari lubuk hati terdalam, pengakuan atas keberadaan Sang Ilahi yang tidak tergantikan oleh apa pun.
Makna Tersirat
Puisi ini menyimpan makna tersirat yang dalam:
- Kehidupan adalah fana tanpa kehadiran Tuhan. Dalam bait "segala ada, akan tiada oleh ketiadaan nama-Mu", penyair menyiratkan bahwa segala eksistensi di dunia ini tidak bermakna jika tidak disandarkan pada Tuhan.
- Nama Tuhan adalah sumber kehidupan dan keselamatan. Pengulangan tentang “Nama-Mu” adalah penekanan bahwa kehadiran Tuhan (dalam zat maupun nama) adalah pusat dari semua eksistensi.
- Rahim Tuhan adalah tempat kembali. Penyair menggunakan metafora “rahim-Mu” sebagai simbol perlindungan, cinta, dan kehangatan tempat kembali. Ia tidak ingin “pulang sendiri tanpa nama-Mu” — menandakan bahwa bahkan kematian pun harus dalam naungan kasih Tuhan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat khusyuk, hening, dan penuh penghayatan. Ada getar spiritual yang kental, seolah puisi ini adalah doa yang terucap dalam sunyi. Kegelapan malam yang disebutkan bukan hanya suasana visual, melainkan juga suasana batin yang mencari terang Ilahi. Pada bagian kedua, suasana itu berubah menjadi lebih pasrah, teduh, dan lembut—sebuah kerinduan hamba yang ingin selalu berada dalam dekapan-Nya.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang disampaikan puisi ini adalah bahwa dalam segala hal, manusia harus mengingat Tuhan. Di tengah dunia yang gelap dan waktu yang tanpa arah, Nama Tuhan adalah satu-satunya pegangan. Kehidupan yang dijalani tanpa menyebut-Nya adalah kehidupan yang hampa. Bahkan saat hati runtuh, penyair mengajak kita untuk terus bersandar pada keagungan-Nya.
Puisi ini seolah berkata: "Jangan pernah berjalan sendiri di dunia ini tanpa menyebut nama Tuhan, sebab hanya dengan menyebut-Nya, kita tak akan kehilangan arah."
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji religius dan emosional:
- Visual: “Dalam kekelaman malam”, “detak waktu yang tanpa batas”, “rahim-Mu” — menggambarkan kondisi batin dan eksistensial manusia yang membutuhkan cahaya ketuhanan.
- Auditif: “Kusebut nama-Mu”, “kusanjung”, “kucumbu” — membangun kesan penghayatan dalam menyebut nama Tuhan.
- Emosional: “Biarlah hatiku susah sungguh”, “aku tak mau pulang sendiri tanpa nama-Mu” — menciptakan bayangan tentang betapa dalam dan personalnya relasi spiritual dalam puisi ini.
Majas
Puisi ini juga menggunakan beberapa majas yang memperkuat nuansa spiritual:
Repetisi:
- Pengulangan frasa “Nama-Mu” dan “rahim-Mu” membangun irama spiritual sekaligus menguatkan makna bahwa segala kehidupan bersumber dari Tuhan.
Metafora:
- “Nama-Mu penuh suruh” dan “bernaung di bawah keagungan zat-Mu” merupakan metafora yang memperlihatkan kehadiran Tuhan sebagai naungan dan perintah hidup.
- “Rahim-Mu” sebagai metafora tempat pulang, perlindungan, kasih, dan kehangatan Ilahi.
Hiperbola:
- “Segala ada, akan tiada oleh ketiadaan nama-Mu” merupakan bentuk hiperbola yang menekankan betapa sentralnya keberadaan Tuhan dalam kehidupan manusia.
Personifikasi:
- Kata-kata seperti “kucumbu dalam rahim-Mu” memberi kesan relasi antara manusia dan Tuhan yang begitu lembut, personal, dan penuh cinta.
Puisi “Sebut Atas Asma” karya Akhmad Taufiq adalah puisi spiritual yang menyuarakan keintiman hamba dengan Tuhannya. Dengan gaya bahasa yang lembut, religius, dan penuh penghayatan, puisi ini mengajak pembaca untuk kembali pada sumber kehidupan sejati: menyebut nama Tuhan dalam setiap napas kehidupan.
Dalam zaman yang sering kali menggoda manusia untuk berpaling dari nilai-nilai spiritual, puisi ini tampil sebagai pengingat sunyi yang menyentuh. Ia bukan hanya puisi, melainkan juga doa, zikir, dan pelukan hangat yang memanggil kita untuk tidak melupakan siapa pencipta kehidupan ini.
Karya: Akhmad Taufiq