Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Siang (Karya Landung Simatupang)

Puisi "Siang" karya Landung Simatupang bercerita tentang tiga ekor burung yang terbang meninggalkan pohon, dan si aku-lirik tidak mengetahui ke ...

Siang


tiga burung telah terbang
dari pohon sawoku
tidak kutahu mau ke mana mereka
mungkin pingin bersarang di awan
mereka tak tahu
dari halamanku ada yang hilang melayang

Sumber: Basis (Februari, 1976)

Analisis Puisi:

Puisi "Siang" karya Landung Simatupang adalah puisi pendek namun sarat makna. Dalam enam baris yang tampak sederhana, penyair menyelipkan refleksi mendalam tentang kehilangan, kepergian, dan kerinduan yang diam-diam tumbuh dari keseharian. Seperti kebanyakan puisi Landung lainnya, kekuatan sajak ini terletak pada cara ia mengemas perasaan dalam narasi sehari-hari yang puitik dan penuh simbol.

Tema

Puisi ini mengangkat tema kehilangan dan keterasingan yang sunyi, dibungkus dengan kesederhanaan alam. Kepergian tiga burung dari pohon sawok (kemungkinan berarti “sawo” atau pohon milik si aku-lirik) menjadi simbol dari suatu kepergian yang tidak dijelaskan secara rinci namun terasa bermakna.

Secara naratif, puisi ini bercerita tentang tiga ekor burung yang terbang meninggalkan pohon, dan si aku-lirik tidak mengetahui ke mana mereka pergi. Kemungkinan, mereka sedang mencari tempat baru di awan untuk bersarang. Namun, pada saat yang sama, si aku-lirik menyadari ada sesuatu yang hilang dari halamannya sendiri — sesuatu yang melayang — entah itu kenangan, ketenangan, atau perasaan.

Baris:

“tidak kutahu mau ke mana mereka
mungkin pingin bersarang di awan”

menunjukkan perpisahan yang tidak disertai penjelasan, yang membuat lirik terasa ambigu namun emosional.

Makna Tersirat

Puisi ini menyimpan beberapa makna tersirat yang kuat:
  1. Burung sebagai simbol kepergian atau kenangan: Ketika burung terbang, ia bisa melambangkan kepergian orang terkasih, perasaan yang berubah, atau harapan yang tak kembali.
  2. Ketidaktahuan sebagai bagian dari kehilangan: Si aku-lirik tidak tahu ke mana burung-burung itu pergi, dan di situlah muncul kerentanan — bahwa kita tak bisa mengendalikan semua hal yang menjauh dari kita.
  3. Halaman sebagai ruang batin: Saat dikatakan "ada yang hilang melayang dari halamanku", ini bisa dibaca sebagai metafora bahwa dari dalam dirinya (ruang pribadi, ruang nyaman), ada sesuatu yang lenyap — mungkin perasaan aman, ketenteraman, atau cinta.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini hening, reflektif, dan sedikit melankolis. Tidak ada ledakan emosi atau bahasa yang keras. Semuanya disampaikan dengan datar, tetapi justru dari dataran itulah muncul kesan kehilangan yang dalam. Kita bisa merasakan kesepian si aku-lirik, bukan karena diceritakan secara gamblang, tapi karena ketenangan yang tiba-tiba berubah oleh kepergian sesuatu yang kecil namun berarti.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan bahwa:
  • Tidak semua kepergian bisa dimengerti, dan terkadang kita hanya bisa mengamati dari kejauhan tanpa bisa menahan.
  • Kehilangan sering kali sunyi, datang tiba-tiba, dan menyisakan kekosongan yang tak terucap.
  • Ada hal-hal yang hilang dari hidup kita tanpa kita sadari sepenuhnya kecuali setelah ia pergi.

Imaji

Puisi ini membangun imaji visual dan emosional yang cukup kuat, walau dengan kata-kata sederhana:

Visual:
  • “tiga burung telah terbang”
  • “dari pohon sawoku”
  • “mungkin pingin bersarang di awan”
Imaji ini menghadirkan gerakan dan ruang terbuka yang luas—langit, awan, halaman.

Emosional:
  • “ada yang hilang melayang” memberi kesan sesuatu yang tidak kasat mata, tapi begitu terasa secara batiniah.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  1. Personifikasi: “mungkin pingin bersarang di awan” — burung diberikan keinginan manusiawi, yaitu “pingin”.
  2. Metafora: “ada yang hilang melayang” — bukan hanya kehilangan fisik, tapi juga makna emosional, seperti kenangan atau perasaan.
  3. Simbolisme: Burung dalam puisi sering menjadi simbol kebebasan, kenangan, atau jiwa yang pergi.
Puisi “Siang” karya Landung Simatupang menunjukkan bagaimana peristiwa sehari-hari bisa menjadi pintu masuk ke dalam kontemplasi batin yang dalam. Lewat citraan sederhana seperti burung yang terbang dan halaman yang terasa kehilangan, puisi ini menyentuh perasaan universal tentang kepergian, kehilangan, dan kebingungan yang kerap tak bisa kita cegah atau mengerti.

Dalam hanya enam baris, Landung berhasil menciptakan ruang permenungan yang luas. Seolah menyiratkan bahwa siang hari pun bisa penuh kehampaan, jika dari halaman batin kita, sesuatu yang berarti telah melayang pergi.

Landung Simatupang
Puisi: Siang
Karya: Landung Simatupang

Biodata Landung Simatupang:
  • Yohanes Rusyanto Landung Laksono Simatuandung Simatupang lahir pada tanggal 25 November 1951 di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.