Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Takdir (Karya M. Nurgani Asyik)

Puisi "Takdir" karya M. Nurgani Asyik bercerita tentang seorang manusia yang termenung menyaksikan penderitaan dan keterasingan dalam hidup, ...
Takdir

Akulah yang termangu
Menyaksikan mawar dijilat petir
Dan merasakan keterpencilan
Dari tatapan betapa tabah

Di depan rumahku tumbuh sekuntum
Merahnya menyengat darah
Akulah yang termangu
Goyah atas hitam tanah pijakan

Tuhan
Aku merasakan sinar purnama
(Duh. Begitu tinggi)
Di manakah resah ini bersandar?

Banda Aceh, 1993

Analisis Puisi:

Puisi "Takdir" karya M. Nurgani Asyik merupakan karya yang kental dengan nuansa kontemplatif, menyinggung persoalan manusia dalam menghadapi kesendirian, penderitaan, dan perenungan terhadap kuasa Tuhan. Lewat bahasa simbolik, penyair menggambarkan kerentanan manusia di hadapan kenyataan hidup yang tak dapat diubah.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah perenungan tentang takdir dan ketidakberdayaan manusia di hadapan kuasa Tuhan. Penyair mengungkapkan kegelisahan batin saat berhadapan dengan penderitaan, kesepian, serta misteri kehidupan yang tidak selalu dapat dipahami.

Puisi ini bercerita tentang seorang manusia yang termenung menyaksikan penderitaan dan keterasingan dalam hidup, sembari mencari sandaran kepada Tuhan. Gambaran “mawar dijilat petir” menjadi simbol betapa rapuhnya keindahan hidup ketika dihantam musibah. Penyair kemudian menegaskan perasaan resah dan kebingungan, yang akhirnya berujung pada pertanyaan eksistensial: kepada siapa keresahan ini harus bersandar?

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kesadaran manusia bahwa segala sesuatu dalam hidup, termasuk penderitaan dan kebahagiaan, adalah bagian dari takdir yang tak bisa ditolak. Penyair menyiratkan betapa manusia sering merasa terasing, kehilangan pegangan, dan pada akhirnya hanya bisa mencari Tuhan sebagai tempat bersandar.

Selain itu, puisi ini juga dapat dimaknai sebagai ungkapan kerentanan jiwa: bahwa sekuat apa pun manusia, tetap ada momen rapuh yang membuatnya bertanya-tanya tentang makna kehidupan.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang hadir dalam puisi ini adalah muram, hening, dan kontemplatif. Kata-kata seperti “termangu”, “keterpencilan”, dan “resah” membangun atmosfer batin yang penuh kesunyian, seolah penyair sedang menyendiri di ruang perenungan. Suasana itu juga dibalut dengan keanggunan religius, terlihat ketika penyair menyebut Tuhan dan sinar purnama.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa manusia tidak bisa lepas dari takdir, namun ia dapat menemukan ketenangan dengan bersandar kepada Tuhan. Hidup yang penuh penderitaan, kesepian, atau keresahan sejatinya dapat diringankan dengan kesadaran spiritual.

Imaji

Puisi ini memunculkan berbagai imaji yang kuat:
  • Imaji visual: “mawar dijilat petir” menghadirkan gambaran dramatis keindahan yang hancur oleh musibah.
  • Imaji perasaan: “merasakan keterpencilan” membawa pembaca pada suasana kesepian dan terasing.
  • Imaji alam: “sinar purnama (Duh. Begitu tinggi)” menciptakan bayangan keteduhan sekaligus jarak antara manusia dan semesta.

Majas

Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora – “mawar dijilat petir” menggambarkan kehancuran atau penderitaan hidup secara simbolis.
  • Personifikasi – bunga mawar yang dijilat petir diperlakukan seolah-olah memiliki perasaan.
  • Repetisi – pengulangan kata “Akulah yang termangu” menegaskan suasana batin penyair yang terjebak dalam keterpencilan.
  • Pertanyaan retoris – “Di manakah resah ini bersandar?” menunjukkan keresahan batin yang tidak mencari jawaban pasti, tetapi lebih sebagai ekspresi kegelisahan.
Puisi "Takdir" karya M. Nurgani Asyik menyuguhkan permenungan yang dalam tentang kehidupan, penderitaan, dan kuasa Tuhan. Dengan tema takdir yang kuat, makna tersirat yang menyentuh, suasana batin yang muram, serta penggunaan imaji dan majas yang kaya, puisi ini berhasil menggambarkan kerentanan manusia sekaligus ketergantungannya kepada Sang Pencipta. Pada akhirnya, puisi ini menjadi pengingat bahwa dalam menghadapi berbagai resah hidup, manusia selalu memiliki tempat untuk bersandar: Tuhan.

Puisi Sepenuhnya
Puisi: Takdir
Karya: M. Nurgani Asyik
© Sepenuhnya. All rights reserved.