Analisis Puisi:
Puisi "Tembang Siang dari Sekitar Jalan Jendral Sudirman" mengusung tema perjuangan hidup, ketabahan, dan pengorbanan dalam diam. Ada gambaran sosok pekerja keras yang tidak kenal lelah menjalani kehidupan di tengah tantangan, baik cuaca maupun keterbatasan. Tema ini menyinggung tentang ketekunan manusia yang berjuang untuk keluarga, tanah garapan, dan kehidupan sehari-hari.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang tanpa henti bekerja keras—digambarkan dengan “mengayuh”, “menyapu kehidupan”, hingga “membenahi tangisan yang tersandung”. Sosok ini menjalani perjalanan panjang selama “sepuluh tahun sudah”, penuh kesabaran dan keikhlasan. Meskipun lelah dan mungkin terpinggirkan, ia tetap memikul tanggung jawab dengan tabah.
Konteks “sekitar Jalan Jendral Sudirman” juga memberi nuansa realis: di balik hiruk pikuk kota besar, ada manusia biasa yang diam-diam bekerja keras tanpa banyak suara.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah penghormatan terhadap sosok sederhana yang hidupnya penuh pengorbanan, namun jarang diperhatikan. Ada kritik sosial yang halus: pembangunan kota dan peradaban sering ditopang oleh kerja keras orang kecil yang justru hidupnya penuh keterbatasan. Puisi ini ingin menyampaikan bahwa kesabaran, kerja keras, dan “narima” (ikhlas menerima) adalah laku hidup yang luhur.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini adalah tenang namun getir, penuh keheningan yang disertai rasa hormat dan kekaguman. Ada keheningan “diam” yang justru menunjukkan betapa beratnya perjuangan. Pembaca bisa merasakan campuran antara rasa lelah, ketabahan, dan penghormatan terhadap sosok pekerja keras itu.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan dari puisi ini adalah bahwa kehidupan menuntut perjuangan panjang dan kesabaran, meskipun sering tanpa sorotan atau pengakuan. Penulis ingin mengingatkan bahwa perjuangan manusia kecil tetap layak dihargai. Ada ajakan untuk melihat sisi lain pembangunan: di balik megahnya kota, ada tenaga-tenaga sederhana yang menopang segalanya dengan diam.
Imaji
Puisi ini menghadirkan beberapa imaji yang kuat:
- Imaji gerak: “mengayuh”, “menyapu kehidupan”, “membenahi tangisan” — menggambarkan aktivitas fisik penuh perjuangan.
- Imaji waktu: “sepuluh tahun sudah” — memberi kesan perjalanan panjang, penuh kesabaran.
- Imaji rasa: kelelahan, ketabahan, dan kepasrahan “narima” — menimbulkan empati pembaca.
Imaji tersebut memperkuat suasana puisi yang sederhana namun mendalam.
Majas
Beberapa majas yang muncul antara lain:
- Metafora: “kau sapu kehidupan” sebagai kiasan untuk perjuangan hidup.
- Personifikasi: “membenahi tangisan yang tersandung” memberikan sifat manusiawi pada tangisan.
- Repetisi: pengulangan “sepuluh tahun sudah” untuk menekankan lamanya perjuangan.
- Simbolik: “narima” sebagai simbol sikap ikhlas menerima kenyataan hidup.
Puisi "Tembang Siang dari Sekitar Jalan Jendral Sudirman" karya Badjuri Doellah Joesro merupakan potret kehidupan yang sederhana namun sarat makna. Ia menyoroti perjuangan manusia kecil yang bekerja dalam diam, penuh kesabaran, dan tanpa pamrih. Dengan tema perjuangan hidup, makna tersirat tentang ketabahan, suasana getir namun hening, amanat tentang keikhlasan, imaji kuat, dan majas simbolis, puisi ini menyentuh pembaca untuk lebih menghargai setiap tetes keringat yang menopang kehidupan.