Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Antara Pentagon dan Unsyiah (Karya Herman RN)

Puisi "Antara Pentagon dan Unsyiah" karya Herman RN menghadirkan refleksi kritis terhadap peristiwa besar yang mengguncang dunia dan kehidupan lokal.
Antara Pentagon dan Unsyiah

Selasa, sebelas September 2001
Letusan di puncak Pentagon
Katanya, sengaja dibom
Saat yang sama, WTC terbakar
Katanya, pesawat sengaja menabrak
Sebuah bom bunuh diri.
Kamis, sebelas September 2008
Meletuslah perabung Unsyiah
Entah juga bagian dari harakiri
Masih di angka sebelas sebulan di muka
Seorang lelaki ditua menjenguk kota raja
Tapi ia lupa singgah di Unsyiah
Walau ia mengaku wali dari penduduk Unsyiah

Banda Aceh, September-Oktober 2008

Analisis Puisi:

Puisi "Antara Pentagon dan Unsyiah" karya Herman RN menghadirkan refleksi kritis terhadap peristiwa besar yang mengguncang dunia dan kehidupan lokal. Dengan mengaitkan tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat dengan peristiwa di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Aceh, penyair menampilkan ironi dan kegelisahan tentang nasib sebuah bangsa, ingatan kolektif, serta sikap para pemimpin yang dianggap lalai atau abai.

Tema

Tema utama puisi ini adalah ironi peristiwa global dan lokal yang sama-sama tragis, serta kritik sosial terhadap kepemimpinan dan perhatian yang tidak merata.

Puisi ini bercerita tentang dua peristiwa yang terjadi pada tanggal yang mirip, yakni 11 September 2001 di Pentagon dan WTC, serta 11 September 2008 ketika perabung (atap gedung) Unsyiah meledak. Penyair membandingkan dua tragedi tersebut, lalu mengaitkannya dengan kehadiran seorang tokoh penting yang datang ke Aceh, tetapi justru tidak singgah ke Unsyiah meskipun mengaku dekat dengan warganya.

Makna tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah kritik terhadap sikap pemimpin yang hanya hadir secara simbolis tanpa benar-benar peduli pada penderitaan atau persoalan rakyat. Penyair juga ingin menegaskan bahwa tragedi tidak hanya terjadi di pusat dunia seperti Amerika, tetapi juga bisa menimpa masyarakat lokal. Namun, peristiwa lokal sering kali tidak dianggap penting atau diabaikan oleh mereka yang berkuasa.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini adalah penuh ironi, getir, dan sindiran tajam. Ada nuansa kesedihan atas tragedi yang terjadi, tetapi juga kekecewaan terhadap kepemimpinan yang tidak menunjukkan empati nyata.

Amanat / pesan yang disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah setiap tragedi, baik global maupun lokal, memerlukan perhatian yang serius. Pemimpin seharusnya benar-benar peduli dan hadir untuk rakyat, bukan sekadar memberi pengakuan atau gelar simbolis.

Imaji

Puisi ini mengandung beberapa imaji yang kuat:
  • Imaji visual: “Letusan di puncak Pentagon,” “WTC terbakar,” “perabung Unsyiah meletus,” menghadirkan gambaran peristiwa tragis yang nyata.
  • Imaji perasaan: rasa kecewa dan getir ketika seorang tokoh penting justru melewatkan momen untuk menunjukkan kepedulian nyata.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Ironi – perbandingan antara tragedi besar di Amerika dengan tragedi lokal di Aceh, yang sama-sama penting tetapi tidak mendapat perhatian seimbang.
  • Sarkasme halus – ketika penyair menyinggung seorang tokoh yang “mengaku wali dari penduduk Unsyiah” tetapi tidak singgah ke kampus tersebut.
  • Repetisi angka simbolik – penggunaan angka sebelas (11 September) sebagai penanda waktu yang sarat makna dan kesan mistis atau kebetulan yang ironis.
Puisi "Antara Pentagon dan Unsyiah" karya Herman RN adalah cermin dari ingatan kolektif yang menghubungkan peristiwa global dan lokal dalam bingkai ironi. Penyair menggunakan simbol tanggal, ledakan, dan kehadiran tokoh penting untuk menegaskan kritiknya terhadap kepemimpinan yang abai. Melalui perpaduan imaji tragedi dan majas ironi, puisi ini menyampaikan pesan mendalam: tragedi rakyat, sekecil apa pun, seharusnya mendapat perhatian yang tulus, bukan sekadar kata-kata kosong.

Herman RN
Puisi: Antara Pentagon dan Unsyiah
Karya: Herman RN

Biodata Herman RN:
  • Herman RN lahir pada tanggal 20 April 1983 di Kluet, Aceh Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.