Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Asap Mesiu (Karya Hartojo Andangdjaja)

Puisi "Asap Mesiu" karya Hartojo Andangdjaja bercerita tentang situasi dunia yang dipenuhi peperangan. Jutaan korban berjatuhan oleh pedang, ...

Asap Mesiu


Berjuta korban hilang dalam acuan pedang
mati kaku
selalu diburu peluru
dikejutkan meriem bertalu
kita hidup, menghirup hawa berbau mesiu.

Tidak jera-jera
semuanya berkeliling di sekitar benda dan api menyala

Syiwa bertahta menjelma ke dunia maya
Rousseau hidup kembali dan berkata:
"... Segalanya rusak di tangan manusia!"
dan kini aku bertanya:
benarkah ini dunia singa bertaring menyeringai ketawa?

1947

Sumber: Kumpulan Puisi (2019)

Analisis Puisi:

Puisi "Asap Mesiu" karya Hartojo Andangdjaja menghadirkan refleksi yang kuat tentang kekerasan, perang, dan kerusakan peradaban manusia. Dengan bahasa yang lugas namun penuh simbol, penyair menampilkan dunia yang dipenuhi bau mesiu, korban manusia, serta suara ledakan senjata. Puisi ini menjadi semacam kritik terhadap sifat destruktif manusia yang selalu terulang dari masa ke masa.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kekerasan perang dan kehancuran akibat ulah manusia. Puisi mengangkat bagaimana peperangan menimbulkan penderitaan, korban jiwa, dan kehancuran moral.

Puisi ini bercerita tentang situasi dunia yang dipenuhi peperangan. Jutaan korban berjatuhan oleh pedang, peluru, dan meriam. Kehidupan manusia seolah tak pernah lepas dari bau mesiu. Penyair juga menyinggung tokoh-tokoh simbolis—Dewa Syiwa (dewa penghancur dalam mitologi Hindu) dan filsuf Jean-Jacques Rousseau—untuk menekankan bahwa kerusakan dunia sesungguhnya bersumber dari tangan manusia sendiri. Akhirnya, penyair mempertanyakan: apakah dunia ini memang sudah menjadi "dunia singa bertaring" yang menertawakan penderitaan?

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik atas sifat destruktif manusia yang tidak pernah jera menciptakan perang. Mesiu, pedang, dan meriam menjadi simbol siklus kekerasan yang terus berulang. Dengan menghadirkan Rousseau, penyair ingin menegaskan bahwa manusia sendiri yang merusak dunia dan peradaban, bukan takdir atau kekuatan supranatural semata. Kehadiran Syiwa justru sebagai metafora bahwa kehancuran kini bukan lagi mitos ilahi, melainkan nyata akibat tangan manusia.

Suasana dalam puisi

Suasana yang terasa dalam puisi ini adalah mencekam, penuh ketegangan, dan pesimistis. Ada nada getir dan sinis ketika penyair menyaksikan betapa manusia terjebak dalam lingkaran kekerasan. Bunyi meriam, bau mesiu, serta korban yang tak terhitung membuat suasana semakin kelam.

Amanat / pesan yang disampaikan puisi

Amanat yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa manusia seharusnya belajar dari sejarah kekerasan, namun kenyataannya justru mengulanginya terus-menerus. Penyair mengingatkan agar manusia menyadari bahwa kehancuran bukan takdir, melainkan akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Dengan demikian, tanggung jawab moral ada pada manusia untuk menghentikan perang dan kerusakan.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji yang menghidupkan suasana perang:
  • Imaji visual: “berjuta korban hilang dalam acuan pedang” — menghadirkan gambaran korban bergelimpangan.
  • Imaji auditif: “dikejutkan meriem bertalu” — bunyi dentuman senjata terdengar keras.
  • Imaji penciuman: “kita hidup, menghirup hawa berbau mesiu” — menegaskan bau mesiu yang menyesakkan.
  • Imaji kinestetik: “selalu diburu peluru” — menciptakan kesan manusia yang terus dikejar-kejar kekerasan.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Hiperbola: “Berjuta korban hilang” — dilebih-lebihkan untuk menekankan banyaknya korban perang.
  • Personifikasi: “dunia singa bertaring menyeringai ketawa” — dunia digambarkan seolah-olah makhluk buas yang menertawakan penderitaan manusia.
  • Metafora: mesiu, pedang, dan meriam dijadikan lambang kekerasan dan perang.
  • Alusi: penyebutan Syiwa dan Rousseau sebagai rujukan kultural dan intelektual untuk memperkuat pesan.
Puisi "Asap Mesiu" karya Hartojo Andangdjaja adalah sajak yang kuat dalam menyuarakan kritik terhadap perang. Dengan tema kekerasan yang berulang dan penderitaan manusia, puisi ini bercerita tentang dunia yang tidak pernah lepas dari bau mesiu. Makna tersirat yang muncul adalah bahwa manusia sendirilah yang menghancurkan dunia, bukan mitos atau takdir. Suasana mencekam, imaji perang yang nyata, serta majas yang tajam menjadikan puisi ini relevan sebagai peringatan moral. Amanatnya jelas: manusia harus sadar dan menghentikan lingkaran kekerasan agar dunia tidak benar-benar berubah menjadi “dunia singa bertaring” yang menyeringai di atas penderitaan umat manusia.

Hartojo Andangdjaja
Puisi: Asap Mesiu
KaryaHartojo Andangdjaja

Biodata Hartojo Andangdjaja:
  • Hartojo Andangdjaja (Ejaan yang Disempurnakan: Hartoyo Andangjaya) lahir pada tanggal 4 Juli 1930 di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 1990 (pada umur 60 tahun) di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.