Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bukit Kapur (Karya Deni Puja Pranata)

Puisi "Bukit Kapur" karya Deni Puja Pranata adalah refleksi tentang hubungan manusia dengan alam dan dirinya sendiri. Bukit kapur digambarkan bukan ..
Bukit Kapur (1)

Batu-batu putih serupa selimut doa
Bukit yang memanggul rindu dari
setiap peziarah yang menapakinya
di puncak paling tinggi, menunduklah
ke pucuk paling bawah, angin yang setia
Hamparan tanah menjelma malaikat putih
Dendangkanlah ul daul dari ponselmu
burung-burung riuh bernyanyi salsa
hati yang hitam akan lekas memutih
ayo, berjingkrak, begulung-gulung kita
di tanah yang putih, sebab, esok hanya
ada tanah yang sudah bosan kita pandang

Bukit Kapur (2)

Laut Kamal, lorong panjang Suramadu
Dan tidak ada yang boleh bersedih hari ini
Sebab, bukit kapur adalah obat paling sedih
Nyanyikan Tuhan dengan doa-doamu
Usapkan air mata kita dengan berguling-guling
di tanah. Kesedihan akan menjadi putih
Di Bukit kapur kita akan tau, bagaimana salju
menjadi batu dan di tanah putih, warna menjadi
bendera

Bukit Kapur (3)

Jangan cemas, di Bukit kapur tak ada hantu
Atau Nyi Roro penguasa laut Kidul, dan di sana
kau boleh bertelanjang sesukamu. Segeralah mangkat.

Bangkalan, 2018

Analisis Puisi:

Puisi "Bukit Kapur" karya Deni Puja Pranata menghadirkan lanskap alam sekaligus pengalaman batin yang khas. Dalam tiga bagian puisinya, penyair mengajak pembaca untuk menelusuri jejak kesedihan, doa, sekaligus harapan yang terkandung pada bukit kapur—sebuah ruang imajiner yang dipenuhi simbol-simbol spiritual dan eksistensial.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjumpaan manusia dengan alam dan spiritualitas melalui simbol bukit kapur. Bukit kapur digambarkan bukan hanya sebagai lanskap fisik, tetapi juga sebagai ruang transendensi, tempat manusia melepas kesedihan, menemu doa, dan menghayati makna kehidupan.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan batin manusia yang mencari ketenangan dan penyucian diri di bukit kapur. Dalam bait-baitnya, bukit kapur dihadirkan sebagai tempat peziarah, pelipur lara, bahkan ruang bermain yang membebaskan jiwa dari rasa takut maupun keterikatan. Ada kesan bahwa bukit kapur menjadi simbol kesucian, seperti salju atau malaikat, yang dapat membersihkan segala kelam dalam hati manusia.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa alam menyimpan kekuatan spiritual yang mampu menolong manusia keluar dari kesedihan. Bukit kapur yang putih melambangkan pembersihan batin, sementara ajakan untuk “bergulung-gulung di tanah” menandakan pelepasan beban hidup. Selain itu, ada kritik implisit terhadap kehidupan sehari-hari yang penuh kesedihan dan kepenatan, sehingga manusia butuh ruang alternatif untuk beristirahat dan berdamai dengan dirinya.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa mistis, kontemplatif, sekaligus riang. Pada bagian awal, ada nuansa spiritual dengan gambaran bukit kapur sebagai “selimut doa” dan “hamparan malaikat putih”. Namun, di sisi lain, penyair juga menambahkan nuansa riang dengan ajakan “berjingkrak” dan “berguling-guling” di tanah putih. Kontras ini menciptakan pengalaman membaca yang kaya, antara kesakralan dan kebebasan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah bahwa manusia perlu mencari ruang untuk menenangkan diri, melepaskan kesedihan, dan menemukan kembali makna kehidupan melalui keterhubungan dengan alam dan spiritualitas. Bukit kapur menjadi metafora bahwa keputihan dan kesucian selalu tersedia, asal manusia mau mendekat dan menyatu dengannya.

Imaji

Imaji yang muncul dalam puisi ini kuat dan berlapis. Ada imaji visual, seperti “batu-batu putih serupa selimut doa”, “hamparan tanah menjelma malaikat putih”, dan “warna menjadi bendera”. Ada juga imaji auditif, seperti “burung-burung riuh bernyanyi salsa” dan “nyanyikan Tuhan dengan doa-doamu”. Imaji gerak pun hadir melalui ajakan “berjingkrak, bergulung-gulung kita di tanah”. Semua imaji ini menghadirkan suasana puisi yang hidup dan kaya akan pengalaman indrawi.

Majas

Beberapa majas yang menonjol antara lain:
  • Metafora: “batu-batu putih serupa selimut doa” menggambarkan bukit kapur sebagai simbol spiritualitas.
  • Personifikasi: “hamparan tanah menjelma malaikat putih” memberi sifat manusiawi pada tanah.
  • Hiperbola: “bukit kapur adalah obat paling sedih” dilebih-lebihkan untuk menekankan kekuatan spiritual bukit kapur.
  • Simbolisme: warna putih yang berulang menjadi lambang kesucian, pembersihan, dan harapan.
Puisi "Bukit Kapur" karya Deni Puja Pranata adalah refleksi tentang hubungan manusia dengan alam dan dirinya sendiri. Bukit kapur digambarkan bukan hanya sebagai ruang geografis, tetapi juga ruang spiritual yang mampu menenangkan, membersihkan, dan menyembuhkan. Dengan tema, makna tersirat, imaji, serta majas yang kaya, puisi ini menegaskan bahwa keindahan alam seringkali menyimpan pesan-pesan kehidupan yang dalam.

"Deni Puja Pranata"
Puisi: Bukit Kapur
Karya: Deni Puja Pranata
© Sepenuhnya. All rights reserved.