Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Jam Gadang (Karya Damiri Mahmud)

Puisi “Jam Gadang” karya Damiri Mahmud bercerita tentang Jam Gadang sebagai saksi sejarah yang berdiri tenang di tengah kehidupan masyarakat ...
Jam Gadang

jam gadang
begitu tenang
di tengah anggukan delman
istana bung hatta
dan taman

jam gadang
adakah engkau menyimpan misteri
pada angka romawi
ratu wilhelmina
takut kehilangan tahta?
ah, ah
manusia
memang senantiasa bercuriga
selalu mencari
rahasia

tataplah 
masa ke masa
kembaran big ben
masih berdetak
menyentak
tik tak tik tak telaten

Analisis Puisi:

Tema utama dari puisi ini adalah waktu, sejarah, dan misteri yang melekat pada sebuah monumen budaya. Jam Gadang tidak hanya menjadi penanda waktu, tetapi juga menyimpan kisah perjalanan masa lalu dan simbol kekuasaan yang pernah singgah di tanah Minangkabau.

Puisi ini bercerita tentang Jam Gadang sebagai saksi sejarah yang berdiri tenang di tengah kehidupan masyarakat Bukittinggi. Penyair menggambarkan suasana sekitar Jam Gadang—dengan delman, istana Bung Hatta, dan taman—sehingga pembaca merasakan nuansa khas kota itu. Namun, di balik ketenangannya, penyair juga menyinggung adanya misteri yang terkandung pada angka Romawi di Jam Gadang dan hubungannya dengan masa kolonial Belanda, khususnya simbol kekuasaan Ratu Wilhelmina.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pesan bahwa monumen seperti Jam Gadang bukan sekadar bangunan fisik, melainkan juga pengingat sejarah, simbol kekuasaan, bahkan menyimpan teka-teki yang terus dipertanyakan manusia. Selain itu, larik “manusia memang senantiasa bercuriga, selalu mencari rahasia” menunjukkan bahwa rasa ingin tahu adalah bagian alami manusia yang tak pernah padam.

Suasana dalam puisi

Suasana yang ditangkap dari puisi ini adalah perpaduan antara ketenangan, keanggunan, sekaligus rasa penasaran. Ketenangan muncul dari gambaran Jam Gadang yang berdiri di tengah kota, namun rasa misteri dan tanda tanya membuat puisi ini bernuansa reflektif sekaligus penuh spekulasi.

Amanat / pesan yang disampaikan puisi

Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah pentingnya melihat monumen dan peninggalan sejarah bukan sekadar sebagai objek wisata, tetapi sebagai simbol perjalanan waktu dan sejarah bangsa. Puisi ini juga mengajarkan agar manusia terus belajar dari masa lalu, karena waktu yang berdetak akan selalu membawa pesan bagi generasi berikutnya.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji, terutama:
  • Imaji visual: “di tengah anggukan delman / istana bung hatta / dan taman” memberi gambaran nyata suasana sekitar Jam Gadang.
  • Imaji auditif: “tik tak tik tak telaten” menghadirkan bunyi jarum jam yang terdengar rutin dan konsisten.
  • Imaji intelektual: penyebutan “angka romawi” dan “ratu wilhelmina” mengajak pembaca merenungkan sejarah kolonial yang terkait dengan bangunan itu.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: Jam Gadang digambarkan seolah bisa menyimpan misteri, padahal ia hanyalah sebuah monumen.
  • Metafora: penyebutan Jam Gadang sebagai “kembaran Big Ben” adalah metafora untuk menunjukkan kebesaran dan kemegahan bangunan tersebut.
  • Repetisi: pengulangan kata “jam gadang” di awal bait mempertegas fokus dan simbol yang hendak diangkat penyair.
  • Retorik: pertanyaan “adakah engkau menyimpan misteri / pada angka romawi” adalah majas retoris untuk menekankan rasa penasaran pembaca.
Puisi “Jam Gadang” karya Damiri Mahmud tidak hanya menampilkan ikon kota Bukittinggi sebagai objek wisata, melainkan juga mengajak pembaca merenungkan nilai sejarah, misteri, dan perjalanan waktu yang melekat di dalamnya. Melalui perpaduan imaji visual dan auditif, puisi ini berhasil menghadirkan suasana tenang sekaligus penuh tanda tanya. Dengan demikian, Jam Gadang tampil bukan hanya sebagai bangunan, tetapi juga simbol memori kolektif, saksi bisu sejarah, dan refleksi manusia tentang waktu yang terus berdetak.

Damiri Mahmud
Puisi: Jam Gadang
Karya: Damiri Mahmud

Biodata Damiri Mahmud:
  • Damiri Mahmud lahir pada tanggal 17 Januari 1945 di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara.
  • Damiri Mahmud meninggal dunia pada tanggal 30 Desember 2019 (pada usia 74) di Deli Serdang, Sumatra Utara.
© Sepenuhnya. All rights reserved.