Analisis Puisi:
Puisi "Kasmaran Para Linguis" karya Esha Tegar Putra merupakan karya yang unik dan penuh dengan permainan bahasa. Penyair menggunakan metafora dan simbol-simbol yang kaya untuk menggambarkan cinta, sekaligus menghadirkannya dalam konteks bahasa, linguistik, dan perasaan manusia. Puisi ini menempatkan bahasa sebagai ruang cinta, sekaligus membiarkan cinta itu sendiri hadir dalam bentuk keganjilan dan keabsurdan yang khas.
Tema
Tema puisi ini adalah cinta yang dikaitkan dengan bahasa dan kerumitan ekspresi manusia. Penyair memadukan antara perasaan cinta dengan dunia linguistik, menciptakan nuansa puitis yang tidak hanya personal, tetapi juga intelektual.
Puisi ini bercerita tentang cinta yang rumit, patah, bahkan absurd, namun tetap terjalin dalam bahasa. Kisah cinta yang dilukiskan tidak digambarkan secara manis atau romantis, melainkan penuh keretakan dan kejatuhan: pohon tumbang, benang kusut, tungku retak, dan kuali hangus. Semua itu disimbolkan sebagai wajah cinta yang rapuh. Dalam sisi lain, cinta juga menjadi sesuatu yang absurd, bahkan gila, karena berjalin dengan bahasa yang sulit dijinakkan.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa cinta dan bahasa sama-sama memiliki kerumitan yang tak mudah diuraikan. Cinta bisa runtuh, retak, atau menjadi kusut, sama halnya dengan bahasa yang penuh tafsir, penafsiran ulang, bahkan kesalahpahaman. Penyair juga seolah ingin mengatakan bahwa cinta bukan hanya soal perasaan yang sederhana, tetapi juga soal bagaimana kita merangkai kata-kata, makna, dan tafsir dalam kehidupan.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini adalah melankolis, absurd, dan penuh keruwetan. Ada kesan getir yang muncul dari deretan gambaran tentang kejatuhan dan kehancuran, namun di saat yang sama juga menghadirkan permainan bahasa yang jenaka sekaligus ironis.
Amanat / pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa cinta bukan hanya hal yang indah, melainkan juga penuh kerumitan, retakan, bahkan absurditas. Bahasa yang kita gunakan untuk mengungkapkan cinta seringkali tidak mampu sepenuhnya menangkap kedalaman rasa itu sendiri. Namun justru dalam ketidaklengkapan itu, cinta menemukan ruangnya.
Imaji
Puisi ini sarat dengan imaji yang kuat:
- “Tiga pohon angsana tumbang sehabis hujan, cinta kita.” → imaji visual tentang keruntuhan yang melambangkan cinta yang rapuh.
- “Sepuntalan benang kusut sebelum disulam, cinta kita.” → imaji visual sekaligus simbolik tentang keruwetan hubungan.
- “Bara padam setelah tungku retak kuali hangus, cinta kita.” → imaji sensorik yang menggambarkan padamnya semangat dan retaknya perasaan.
- “Dalam seluruh sajak mati setelah terhisap pelan di gelitik jari pemain harpa.” → imaji artistik yang menghadirkan kesan puitis sekaligus tragis.
Majas
Puisi ini menggunakan beragam majas, antara lain:
- Metafora – banyak bagian yang mengibaratkan cinta dengan fenomena alam dan benda sehari-hari, misalnya pohon tumbang, benang kusut, atau tungku retak.
- Repetisi – pengulangan frasa “cinta kita” untuk menekankan bahwa cinta adalah pusat dari segala keruntuhan maupun absurditas.
- Personifikasi – bahasa digambarkan seakan memiliki sifat manusia: “kasmaran kita adalah bahasa gila.”
- Hiperbola – penggambaran cinta sebagai sesuatu yang jatuh, mati, bahkan terseret hingga tafsir hantu dalam cerita mistik.
Puisi "Kasmaran Para Linguis" karya Esha Tegar Putra menghadirkan tafsir cinta yang jauh dari klise. Cinta dalam puisi ini adalah cinta yang retak, kusut, penuh absurditas, namun tetap memiliki daya hidup melalui bahasa. Dengan tema cinta dan bahasa, imaji yang kaya, serta permainan majas yang padat, puisi ini menantang pembaca untuk merenungkan bagaimana kata-kata bekerja dalam mengungkapkan sesuatu yang rumit seperti cinta.
Karya: Esha Tegar Putra
Biodata Esha Tegar Putra:
- Esha Tegar Putra lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.
