Lagu Rerumputan
dan langit berawan membagi sedih
angin mendesah menikam perlahan
menuai asa di padang-padang basah
tak juga selesai melipat kenangan
sambil mengolah hati
mengolah ayunan kaki
tak pupus segala teka-teki
biar beratus bukit terdaki
kita punya nuansa di gelisahnya rerumputan
yang berlagu sendu digoyang penantian
kita punya fatamorgana di sunyinya hati
yang berlagu seiring suara seruling bumi
dan langit berawan membagi sedih
angin memagut rerumputan pada musim penghabisan.
1989
Analisis Puisi:
Puisi "Lagu Rerumputan" karya Tri Astoto Kodarie menghadirkan nuansa lirih dan reflektif tentang perjalanan batin manusia dalam menghadapi kesedihan, kenangan, dan penantian. Dengan bahasa yang sederhana namun puitis, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan perasaan yang datang silih berganti, seolah-olah alam ikut menyuarakan isi hati manusia.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kesedihan, penantian, dan refleksi perjalanan hidup. Melalui gambaran rerumputan, langit berawan, dan angin, penyair menekankan bagaimana alam menjadi cermin dari kegelisahan batin manusia.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang tenggelam dalam kesedihan dan kenangan, namun tetap melangkah menghadapi teka-teki kehidupan. Alam—seperti langit, angin, dan rerumputan—menjadi saksi sekaligus pengiring perjalanan batin tersebut. Rerumputan yang bergoyang di bawah hembusan angin diibaratkan sebagai lagu sendu yang mengiringi penantian panjang.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah hidup adalah perjalanan penuh duka, kenangan, dan harapan yang tidak selalu mudah diselesaikan, namun manusia tetap harus melangkah. Rerumputan melambangkan kerendahan hati dan ketabahan, sementara angin dan langit berawan menjadi simbol kesedihan yang harus diterima sebagai bagian dari kehidupan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa sendu, hening, dan reflektif. Ada kesan murung yang ditimbulkan oleh langit berawan, hembusan angin, serta gambaran kenangan yang tidak selesai. Namun, di balik kesenduan itu, tersimpan juga semangat untuk terus melangkah meskipun dengan hati yang penuh kegelisahan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat dari puisi ini adalah manusia tidak boleh berhenti meski hidup penuh kesedihan dan penantian. Walau banyak teka-teki yang belum terjawab, perjalanan tetap harus dijalani dengan tabah. Puisi ini juga mengingatkan bahwa kesedihan adalah bagian alami dari kehidupan, dan justru darinya manusia belajar arti keteguhan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji alam yang kuat, antara lain:
- “langit berawan membagi sedih” – menghadirkan imaji visual langit mendung yang melambangkan kesedihan.
- “angin mendesah menikam perlahan” – imaji auditif sekaligus kinestetik yang menggambarkan perasaan pilu.
- “rerumputan berlagu sendu digoyang penantian” – imaji visual dan auditif yang menekankan suasana penantian yang panjang.
- “suara seruling bumi” – imaji auditif yang memberi kesan magis dan natural.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi – langit, angin, dan rerumputan digambarkan memiliki perasaan dan bisa “membagi sedih” atau “berlagu sendu.”
- Metafora – rerumputan dijadikan lambang kegelisahan dan kesabaran manusia.
- Repetisi – pengulangan frasa “dan langit berawan membagi sedih” memperkuat kesan murung yang berulang.
- Hiperbola – “biar beratus bukit terdaki” menggambarkan kesulitan hidup yang begitu besar namun tetap dihadapi.
Puisi "Lagu Rerumputan" karya Tri Astoto Kodarie menghadirkan renungan tentang perjalanan hidup manusia yang penuh kenangan, kesedihan, dan penantian. Dengan memanfaatkan imaji alam serta majas yang kuat, puisi ini menekankan bahwa meski hidup sering diliputi kegelisahan, manusia tetap harus berjalan, setabah rerumputan yang tetap tumbuh meski diterpa angin.
Puisi: Lagu Rerumputan
Karya: Tri Astoto Kodarie
Biodata Tri Astoto Kodarie:
- Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.
