Analisis Puisi:
Akhmad Taufiq dikenal sebagai penyair yang puitis sekaligus reflektif, dengan kecenderungan mengajak pembaca merenungkan kontradiksi kehidupan. Salah satu puisinya, "Mengapa Kita Suka Menghirup Kegelapan", menyuguhkan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menggugah kesadaran. Melalui gaya bertanya yang berulang, puisi ini terasa seperti cermin yang menyoroti sikap manusia terhadap hidup, terang, dan nilai-nilai batiniah.
Tema
Tema utama puisi ini adalah perenungan tentang kontradiksi dalam kehidupan manusia, terutama kecenderungan manusia untuk memilih kegelapan, kebisuan, atau kehampaan, meski ada cahaya, kehidupan, dan harapan yang hadir di sekelilingnya.
Puisi ini bercerita tentang kegelisahan penyair melihat paradoks manusia: memilih kegelapan padahal ada cahaya, memilih membungkam padahal pagi telah datang, memilih kelemahan padahal bumi dapat direngkuh, dan menulis puisi meski jiwa terasa mati. Semua itu menggambarkan ironi perjalanan manusia yang sering tidak selaras antara potensi dan kenyataan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik halus terhadap manusia yang sering lalai memanfaatkan kesempatan hidup dengan baik. Ada sinar terang, tetapi lebih suka tenggelam dalam gelap. Ada harapan baru (pagi), tetapi masih terikat dengan malam. Ada potensi besar (ombak, bumi), tetapi manusia memilih pasrah dan lemah. Bahkan menulis puisi pun bisa menjadi sia-sia jika jiwa sudah kehilangan makna.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa reflektif, murung, dan penuh tanda tanya. Gaya bertanya berulang-ulang memberi kesan gundah, seakan penyair tengah berdialog dengan nurani manusia yang penuh kontradiksi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat puisi ini adalah agar manusia berani memilih cahaya, kehidupan, dan harapan daripada terjebak dalam kegelapan atau kematian jiwa. Penyair ingin menyampaikan bahwa hidup harus dijalani dengan kesadaran penuh, bukan sekadar menyerah pada keadaan atau menutup diri dari potensi yang ada.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji simbolis yang sederhana namun kuat:
- “Menghirup kegelapan” → imaji sensorik yang menggambarkan manusia sengaja menyerap hal negatif.
- “Membungkam pagi” → imaji auditori sekaligus visual tentang keengganan menerima kehidupan baru.
- “Memintal ombak” dan “pasir pantai hendak menjadi badai” → imaji alam yang menggambarkan potensi besar yang diabaikan.
- “Mendekap bumi dengan tangan lunglai” → imaji gerak yang menunjukkan kelemahan manusia.
- “Menulis puisi dengan jiwa yang mati” → imaji paradoksal, menekankan kehampaan batin.
Majas
Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Pertanyaan retoris: digunakan berulang untuk menggugah pembaca tanpa membutuhkan jawaban langsung.
- Metafora: “menghirup kegelapan” dan “membungkam pagi” adalah metafora pilihan hidup yang keliru.
- Personifikasi: cahaya “ingin merasuki sukma”, pagi seolah bisa “dibungkam”, dan pasir pantai bisa “menjadi badai”.
- Paradoks: menulis puisi meskipun jiwa telah mati menunjukkan kontradiksi tajam yang memperkuat kesan ironi.
Puisi "Mengapa Kita Suka Menghirup Kegelapan" karya Akhmad Taufiq merupakan refleksi tentang kontradiksi manusia dalam menghadapi hidup. Dengan bahasa sederhana namun penuh pertanyaan retoris, penyair berhasil menghadirkan kritik sekaligus ajakan: agar manusia lebih memilih cahaya, kehidupan, dan kesadaran ketimbang gelap, kelemahan, dan kehampaan jiwa. Imaji simbolis serta majas paradoks membuat puisi ini terasa kuat, menggugah, dan relevan dengan kenyataan hidup sehari-hari.
Karya: Akhmad Taufiq