Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Mesin Waktu (Karya Joshua Igho)

Puisi "Mesin Waktu" karya Joshua Igho bercerita tentang seorang tokoh yang menemukan mesin waktu dan melakukan perjalanan menuju masa Adam dan Eva ...
Mesin Waktu

Aku temukan mesin waktu
kucoba menuju kehidupan adam dan Eva
di taman eden
tentu saja tak kusia-siakan kesempatan
mencuri pandang wajah cantik Eva
kuraih selembar daun, dan kutulis
selarik kalimat pujian padanya
tapi urung kuberikan
kerna pesona Adam selalu
melingkupi wanita itu, serupa
lingkaran cahaya keemasan

Malam, ketika mereka tertidur
aku mengendap, mendekat
membisikkan kata di telinga Eva
"aku ingin menjadi ular, sebelum
ular sesungguhnya datang padamu"

Selepas itu aku pergi, kerna tak tahan
terlalu lama menatap belahan dadanya
yang tentu saja: menggoda!

Dan, mesin waktu kembali melontarkanku
ke abad gelap ini.

Tegal, 2014

Analisis Puisi:

Puisi berjudul "Mesin Waktu" karya Joshua Igho menghadirkan narasi yang unik, provokatif, dan sarat imajinasi. Penyair mencoba menghubungkan teknologi fiksi modern berupa mesin waktu dengan kisah religius klasik, yakni kehidupan Adam dan Hawa (Eva) di Taman Eden. Dengan gaya satir dan eksperimental, puisi ini seolah mengajak pembaca merenungkan sisi manusia yang selalu dilingkupi hasrat, keinginan, serta godaan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pertemuan antara mitos religius dan imajinasi modern, dengan fokus pada godaan, keinginan terlarang, dan sisi rapuh manusia. Penyair menyoroti bagaimana keinginan mendekati sesuatu yang dianggap sakral dan terlarang selalu hadir sepanjang zaman, bahkan jika seseorang dapat menembus waktu.

Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh yang menemukan mesin waktu dan melakukan perjalanan menuju masa Adam dan Eva di Taman Eden. Dalam perjalanannya, ia menyaksikan kecantikan Eva, merasa tergoda, bahkan mencoba berinteraksi dengannya. Namun, ia sadar bahwa kehadiran Adam serta “lingkaran cahaya keemasan” membuat dirinya hanyalah pengunjung yang tak punya tempat. Akhirnya, ia kembali ke masa kini, “abad gelap” yang ia tinggali, membawa pulang pengalaman penuh paradoks: antara kekaguman, keinginan, dan rasa bersalah.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini cukup mendalam:
  • Manusia tidak pernah lepas dari godaan. Bahkan dengan mesin waktu sekalipun, hasrat dasar manusia akan tetap sama.
  • Kisah religius bisa dibaca ulang dengan perspektif modern. Kehadiran tokoh “aku” sebagai pengunjung di Taman Eden menggambarkan bagaimana mitos bisa dijadikan medium untuk menyingkap realitas kontemporer.
  • Abad modern tetap dianggap ‘gelap’. Meskipun ada teknologi (mesin waktu), nilai moral manusia tidak berkembang seiring waktu. Godaan, nafsu, dan kerapuhan tetap ada.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini bersifat paradoksal dan ironis. Ada kesan kagum, takjub, sekaligus gelisah. Pembaca dapat merasakan aura sakral Taman Eden, tetapi juga diwarnai nuansa humor sinis dan sensualitas ketika tokoh “aku” menatap Eva. Suasana kemudian berubah menjadi getir ketika ia kembali ke “abad gelap ini”, menandakan kekecewaan sekaligus refleksi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini antara lain:
  • Godaan dan nafsu adalah bagian abadi dari manusia, kapan pun dan di mana pun.
  • Kemajuan teknologi tidak otomatis membuat manusia lebih bijak secara moral.
  • Sejarah, mitos, dan agama sering kali dijadikan cermin untuk membaca kondisi zaman.

Imaji

Imaji yang ditampilkan cukup kuat, di antaranya:
  • Visual: “selembar daun, dan kutulis selarik kalimat pujian” serta “lingkaran cahaya keemasan” memberikan gambaran yang hidup.
  • Auditori: “membisikkan kata di telinga Eva” menimbulkan kesan intim dan menggoda.
  • Kinestetik: “aku mengendap, mendekat” membangun ketegangan seolah pembaca turut menyelinap ke dalam adegan.

Majas

Puisi ini menggunakan sejumlah majas, di antaranya:
  • Metafora: “lingkaran cahaya keemasan” untuk menggambarkan aura Adam yang melingkupi Eva.
  • Personifikasi: mesin waktu seolah berperan aktif “melontarkan” tokoh kembali ke masanya.
  • Ironi: meski bisa ke Taman Eden, tokoh “aku” justru hanya menghadapi hasrat yang sama, lalu kembali ke “abad gelap”.
  • Hiperbola: “aku ingin menjadi ular” sebagai pernyataan yang berlebihan untuk menunjukkan godaan.
Puisi "Mesin Waktu" karya Joshua Igho menampilkan perpaduan antara imajinasi, mitos religius, dan kritik sosial. Dengan mengisahkan perjalanan ke masa Adam dan Eva, penyair menggarisbawahi bahwa godaan manusia adalah sesuatu yang abadi, tidak pernah berubah meski zaman berganti. Imaji yang sensual, suasana ironis, dan penggunaan majas yang segar membuat puisi ini tidak hanya provokatif, tetapi juga mengundang refleksi tentang kondisi moral manusia modern.

"Puisi Joshua Igho"
Puisi: Mesin Waktu
Karya: Joshua Igho
© Sepenuhnya. All rights reserved.