Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pulau Sarak (Karya Tjahjono Widarmanto)

Puisi "Pulau Sarak" karya Tjahjono Widarmanto mengajak pembaca merasakan sensasi kagum, haru, dan kekaguman terhadap ciptaan Tuhan serta hubungan ...
Pulau Sarak

pertama datang melempar sauh aku nyinyir bertanya:
siapa menabur warna salju di punggungmu?
dari pecahan karang yang diobrak-abrik naga lautan
engkau menjelma gadis dengan wajah malu-malu
menari-nari mendendangkan larik-larik sasombo

"berangkatlah dari air pangkalan
disertai mantra-mantra pengasihan
kuatkan hati meminta berkat
sebab semua pemberian Tuhan

di sana haluan perahu
emas-emas gemerlapan
di antara pulau-pulau
di tengah-tengah tanah besar

di sana api di pantai
tanda-tandanya akan sampai
terima kasih sudah sampai
selamatlah telah tiba"

di heningmu aku tenggelam dalam sati patana dan surya namaskar
meminum cahaya hangat matahari dalam khusuk pantai
mendengarkan pekik burung-burung sampiri menjerit riang
dalam rimbun daun-daun bakau dan gericik buih mencumbu pasir
membayangkan dewa-dewi menari bersama matahari
meminjam tenaga nelayan yang tak pernah lelah mendayung perahu
membayangkan menjadi anak laut berdiri di atas jukung
mengejar ikan-ikan terbang dengan paonade
di atas buih air lautmy yang berganti-ganti warna
dari hijau lelumut ke warna kecubung

bagai seorang yang kangen pada kekasih
aku terbang memasuki tirai laut yang putih
bagai gaun pengantin berkelebatan pada sayap-sayap awan
sebelum rontok menggelepar mabuk kepayang

di pulau ini sungguh Tuhan memperlihatkan secuil surga dengan sempurna.

Sarak, 2017

Sumber: Porodisa Surga di Halaman Depan (2017)

Analisis Puisi:

Puisi "Pulau Sarak" karya Tjahjono Widarmanto menampilkan keindahan alam laut dan pulau sebagai pengalaman spiritual dan emosional. Melalui bahasa puitis yang kaya imaji, penyair mengajak pembaca merasakan sensasi kagum, haru, dan kekaguman terhadap ciptaan Tuhan serta hubungan manusia dengan alam.

Tema

Tema utama puisi ini adalah keindahan alam sebagai refleksi spiritual dan pengalaman batin manusia. Pulau, laut, dan cahaya matahari menjadi simbol bagi keajaiban, ketenangan, dan keberkahan Tuhan, di mana pengalaman fisik bertemu dengan pengalaman batin yang mendalam.

Puisi ini bercerita tentang pengalaman penyair ketika tiba di Pulau Sarak, sebuah pulau yang diselimuti keindahan alam dan suasana magis. Baris awal, “pertama datang melempar sauh aku nyinyir bertanya: siapa menabur warna salju di punggungmu?” menampilkan kekaguman sekaligus keheranan penyair terhadap lanskap pulau. Selanjutnya, penyair menggambarkan keindahan alam dengan rinci: pantai, matahari, burung, daun bakau, dan buih laut, hingga seolah-olah pulau itu menjadi surga yang sempurna.

Puisi juga menampilkan dimensi spiritual, dengan penyair tenggelam dalam “sati patana dan surya namaskar”, menggambarkan meditasi dan penghayatan alam sebagai pengalaman religius dan magis.

Makna tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan. Pulau dan laut menjadi medium untuk menyadarkan manusia akan keagungan ciptaan dan pentingnya bersyukur. Selain itu, pengalaman fisik di pulau ini juga menyiratkan kedamaian batin, kerinduan akan keindahan, dan kebahagiaan spiritual.

Suasana dalam puisi

Suasana puisi ini tenang, penuh kagum, dan spiritual, dengan paduan keindahan alam dan nuansa religius. Imaji laut, burung, cahaya matahari, dan pasir menciptakan atmosfer yang hangat dan menenangkan, sementara pengalaman penyair di pulau memunculkan rasa kagum, haru, dan keterpesonaan terhadap alam.

Imaji

Beberapa imaji yang menonjol:
  • Imaji visual: “dari hijau lelumut ke warna kecubung”, “bagai gaun pengantin berkelebatan pada sayap-sayap awan”, “di sana emas-emas gemerlapan di antara pulau-pulau”.
  • Imaji auditori: “mendengarkan pekik burung-burung sampiri menjerit riang”.
  • Imaji kinestetik: “meminjam tenaga nelayan yang tak pernah lelah mendayung perahu”, menggambarkan gerakan dan aktivitas manusia di alam.
Imaji tersebut menghadirkan perasaan hadir secara utuh di pulau, seolah pembaca ikut merasakan keindahan, kesunyian, dan ritme alam.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora: Pulau Sarak sebagai simbol surga dan pengalaman spiritual.
  • Personifikasi: Alam dan unsur alam seperti burung, buih, dan awan diberi kehidupan dan aktivitas layaknya manusia.
  • Simile / Perbandingan: “bagai gaun pengantin berkelebatan pada sayap-sayap awan”, menekankan keindahan dan kesan magis pulau.
  • Hiperbola: “di pulau ini sungguh Tuhan memperlihatkan secuil surga dengan sempurna,” menekankan keindahan yang luar biasa dan sempurna.
Puisi "Pulau Sarak" menghadirkan perpaduan antara keindahan alam, pengalaman emosional, dan spiritualitas manusia. Tjahjono Widarmanto mengekspresikan kekaguman terhadap ciptaan Tuhan dengan bahasa puitis yang kaya imaji dan simbol, membuat pembaca seakan ikut hadir dan merasakan kedamaian, keajaiban, serta kebahagiaan batin di pulau tersebut. Pulau Sarak dalam puisi ini bukan sekadar tempat fisik, tetapi juga simbol pengalaman spiritual dan perenungan terhadap keagungan alam semesta.

Tjahjono Widarmanto
Puisi: Pulau Sarak
Karya: Tjahjono Widarmanto

Biodata Tjahjono Widarmanto:
  • Tjahjono Widarmanto lahir pada tanggal 18 April 1969 di Ngawi, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.