Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sekodi Pantun (Karya Esha Tegar Putra)

Puisi "Sekodi Pantun" karya Esha Tegar Putra menggambarkan kehidupan sehari-hari dan kerinduan akan kampung halaman dengan indahnya.
Sekodi Pantun

ke pulau perca membeli lada
lada dibeli pencampur gulai
mulanya pantun hendak direnda
dari bismillah kita memulai

anak bincacak anak bincacau
pandai menggesek rebab pesisir
kalaulah tuan hendak meracau
janganlah pantun ini dicibir

pinang merebah ke parak orang
batang bergabuk digurik kumbang
perihal cinta minta diulang
berkalang tanah badan di petang

berkulik elang bukit langkisau
pertanda hujan segera datang
kalau direntang si benang risau
tak bakal terpijak tanah kampung

tuan kopi pergi ke padang
membeli baju corak melayu
mengapa dinda berdiri seorang
ingin rasanya kanda merayu

bujang pariaman pergi merantau
menggoda gadis sambil menggalas
dalam badan angin menghalau
sebab di kampung kenangan tumpas

disuruh ke surau mengaji nahu
malah rebana ramai ditepuk
ini derita siapa yang tahu
sebab di badan sakit menumpuk

parang dibeli di pasar lereng
bikinan orang tanjungbarulak
jikalau datang sakit meradang
diberi obat jangan menolak

pisang setandan masak didulang
peneman duduk kita di lepau
inilah pantun pengiring dendang
untuk diingat bujang di rantau

teluk bayur di pantai padang
labuhan olanda dan orang siam
janganlah buruk pantun dipandang
bakal peredam rindu yang dalam

tuan datuk makan di lepau
rendang dipesan dendeng yang datang
dalam mimpi dinda menghimbau
makin memuncak rinduku kampung

kapal merapat di bandar muar
kapiten berdiri di ujung geladak
hendak dengan apa rindu dibayar
di rantau dagang belumlah tegak

membeli kambing di muarapanas
pasarnya ramai alangkah riuh
kiranya cinta dimana bertunas
biarlah rasa menunjukkan arah

anak ayam main di semak
diintai musang berbadan legam
dalam hujan ingatan merebak
dinda seorang bisa meredam

di tengah sawah angin merendah
layang-layang tak jadi terbang
di badan rasa sudah terdedah
harapan dagang bakal menghilang

bunga tanjung tumbuh di tepian
harumnya diarak angin gebalau
apalah arti di rantau sendirian
kesana-kemari tak ada menghirau

induk beras pergi ke pasar
membeli kemeja lengan panjang
dagang belumlah cukup besar
masih terkejut dihardik orang

berliku jalan ke bukittinggi
di lembah anai singgah dahulu
jangankan dagang terbang meninggi
di rantau masih menahan malu

tegak menjulang gunung merapi
kokoh merentang gunung singgalang
jikalau dagang tidak menepi
alamat badan benar menghilang

ke bakauheuni kapal disauh
dari merak kita menumpang
inilah pantun si orang jauh
bakal pengobat rindukan kampung

Jalantunggang, 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Sekodi Pantun" karya Esha Tegar Putra adalah sebuah karya yang mengangkat genre tradisional pantun dengan penyampaian yang khas. Melalui penggunaan bahasa yang sederhana namun sarat dengan makna, puisi ini menggambarkan kehidupan sehari-hari dengan unsur pantun yang indah dan merangkai makna.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kehidupan sehari-hari, kecintaan terhadap kampung halaman, dan kerinduan akan kesederhanaan masa lalu. Melalui penggunaan pantun, penyair membangkitkan nostalgia akan tradisi dan kehidupan pedesaan.

Gaya Bahasa

Esha Tegar Putra menggunakan berbagai perangkat sastra untuk memperkuat pesan dalam puisinya:
  1. Penggunaan Pantun: Puisi ini menggunakan pola pantun dalam setiap baitnya, dengan empat baris yang saling berhubungan secara tematik dan melodis. Penggunaan pantun menciptakan ritme yang khas dan menghadirkan keindahan dalam penyampaian pesan.
  2. Imaji (Citraan): Penyair menciptakan gambaran yang hidup melalui citraan alam dan kehidupan sehari-hari, seperti pohon waru, pulau perca, sawah, dan pantai. Citraan ini memperkaya pengalaman pembaca dan memberikan kedalaman pada puisi.
  3. Makna Tersirat: Setiap bait pantun memiliki makna tersirat yang mengundang pembaca untuk merenung. Misalnya, dalam bait "pinang merebah ke parak orang / batang bergabuk digurik kumbang", bisa jadi menggambarkan ketenangan yang terganggu oleh kehadiran manusia.

Makna

Puisi ini mengandung makna yang dalam tentang kehidupan, tradisi, dan kerinduan akan kampung halaman:
  1. Nostalgia akan Tradisi: Puisi ini memunculkan rasa nostalgia akan tradisi dan kehidupan pedesaan. Penggunaan pantun sebagai bentuk puisi tradisional Indonesia membangkitkan kenangan akan masa lalu dan kehidupan sederhana di kampung halaman.
  2. Kerinduan akan Kampung Halaman: Penyair mengekspresikan kerinduannya akan kampung halaman dan kehidupan di pedesaan melalui gambaran alam dan aktivitas sehari-hari. Ini mencerminkan perasaan banyak orang yang merantau dan merindukan suasana kampung.
  3. Perasaan Seorang yang Merantau: Meskipun merantau, perasaan kerinduan dan cinta terhadap kampung halaman tetap menghiasi puisi ini. Setiap bait pantun mencerminkan perjalanan dan pengalaman seorang yang merantau, tetapi tidak pernah melupakan akarnya.
Puisi "Sekodi Pantun" karya Esha Tegar Putra adalah sebuah karya yang menggambarkan kehidupan sehari-hari dan kerinduan akan kampung halaman dengan indahnya. Melalui penggunaan pantun sebagai bentuk puisi tradisional Indonesia, penyair menghadirkan keindahan bahasa dan makna yang dalam. Puisi ini membangkitkan rasa nostalgia dan merenungkan makna kehidupan serta hubungan manusia dengan alam dan tradisi. Esha Tegar Putra dengan cermat menyusun bait-bait pantun untuk menciptakan pengalaman sastra yang mengesankan dan mendalam bagi pembaca.

Esha Tegar Putra
Puisi: Sekodi Pantun
Karya: Esha Tegar Putra

Biodata Esha Tegar Putra:
  • Esha Tegar Putra lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.