Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Tanpa Sedu (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Tanpa Sedu" karya Subagio Sastrowardoyo menggambarkan suasana yang penuh dengan kekerasan, kesunyian, dan kesendirian. Melalui penggunaan ...
Tanpa Sedu

Tak ada berita dari radio atau koran
Hati robek dalam kesunyian
Penjual budak menghantamkan rotan ke punggung hitam
darah meleleh
semua berlaku
tanpa sedu

*
Setiap melihat kita menghadap:
- meja, kota, cahaya
di kaca garis bidang memantulkan muka

Kali ini tak ada yang dihadap

Yang dilihat hanya ruang tak berhuni
dan dinding kamar hilang batas

*
Begitu samar seperti orang ketiga
Dia, yang datang tak menyapa

Kapan lagi bisa berjabatan
dan sating lupa logat bicara
sebab kita pernah berkenalan, entah di mana
Tak mengapa: kita sudah cinta pada wajah dan suara

*
Tak ada yang tahu
Burung hitam lepas dari kalbu
(Burung malam dengan matanya nyalang)
Kuda sembrani yang menanti
merindukan pacarnya
Kukunya merah disaput gincu
Tak ada saksi

Sumber: Keroncong Motinggo (1975)

Analisis Puisi:

Puisi "Tanpa Sedu" karya Subagio Sastrowardoyo menggambarkan suasana yang penuh dengan kekerasan, kesunyian, dan kesendirian. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kekejaman dunia dan kekosongan emosional yang kadang terasa begitu mendalam.

Tema dan Pesan

Tema utama dalam puisi ini adalah kekerasan, kesunyian, dan kesendirian. Penekanan pada "tanpa sedu" (tanpa tangisan) menyoroti kekejaman dan ketidakberdayaan yang dialami oleh individu yang menjadi korban. Selain itu, puisi ini juga mengeksplorasi tema kesepian dan kehilangan, terutama dalam hubungan antarmanusia.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini ditulis dalam bentuk yang terstruktur dengan bagian yang dipisah dengan tanda bintang (*). Setiap bagian memiliki nuansa dan pesan yang berbeda, tetapi secara keseluruhan, puisi ini menciptakan suasana yang melankolis dan penuh dengan ketidakpastian. Gaya bahasa yang digunakan oleh Subagio Sastrowardoyo adalah sederhana namun sangat efektif dalam menggambarkan gambaran yang kuat dan emosional.

Simbolisme dan Citraan

  1. Darah dan Rotan: Darah yang meleleh dan rotan yang menghantam punggung hitam adalah simbol dari kekerasan dan penderitaan yang dialami oleh individu yang menjadi korban. Ini juga mencerminkan ketidakberdayaan dan ketidakadilan dalam masyarakat.
  2. Meja, Kota, Cahaya: Meja, kota, dan cahaya adalah simbol dari kehidupan sehari-hari dan dunia luar yang terang. Namun, dalam konteks puisi ini, mereka juga bisa melambangkan kesunyian dan kekosongan emosional yang dialami oleh individu yang merasa terasing.
  3. Burung Hitam dan Kuda Sembrani: Burung hitam dan kuda sembrani adalah simbol dari keinginan untuk kebebasan dan keinginan untuk bersama dengan sesuatu yang dicintai. Namun, kenyataannya adalah bahwa kebebasan dan cinta sering kali terhalang oleh kekerasan dan kesunyian.

Narasi dan Emosi

Puisi ini menciptakan suasana yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian. Melalui gambaran yang tajam dan emosional, Subagio Sastrowardoyo berhasil menggambarkan perasaan keputusasaan, kekosongan, dan kesendirian yang dialami oleh individu yang menjadi korban kekerasan dan ketidakadilan.

Puisi "Tanpa Sedu" adalah puisi yang menggugah dan penuh dengan makna simbolis. Subagio Sastrowardoyo berhasil mengangkat tema tentang kekerasan, kesunyian, dan kesendirian melalui penggunaan gambaran yang kuat dan bahasa yang sederhana namun efektif. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kekejaman dunia dan kekosongan emosional yang kadang terasa begitu mendalam. Dengan gaya bahasa yang tajam dan emosional, "Tanpa Sedu" menjadi refleksi tentang penderitaan dan ketidakadilan dalam masyarakat.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Tanpa Sedu
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.