Analisis Puisi:
Puisi "Untuk Apa Menulis Puisi" karya Maskirbi merupakan sebuah refleksi eksistensial tentang makna menulis dan peran puisi dalam kehidupan manusia. Pertanyaan utama yang diajukan penyair adalah: apakah puisi hanya sekadar menjadi saksi, ataukah ia memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menghadapi ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan luka batin manusia?
Tema
Tema utama puisi ini adalah pencarian makna puisi di tengah realitas yang penuh kebohongan dan ketidakadilan. Penyair menyinggung dilema eksistensial tentang tujuan menulis puisi: apakah cukup menjadi saksi, ataukah harus menjadi tindakan perlawanan dan penyadaran.
Puisi ini bercerita tentang kegelisahan seorang penyair yang mempertanyakan peran puisinya dalam menghadapi realitas. Di satu sisi, penyair melihat ketidakbenaran dan ketidakjujuran merajalela, namun di sisi lain, ia merasa menulis puisi terkadang hanya menjadi saksi pasif tanpa memberikan perubahan nyata.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap kesia-siaan karya sastra bila hanya berhenti pada kata-kata tanpa aksi nyata. Penyair menyiratkan bahwa menulis puisi seharusnya bukan sekadar mencatat, melainkan mampu menggugah, melawan, dan menjadi bagian dari kesadaran kolektif.
Selain itu, terdapat refleksi tentang perjuangan batin penyair—bagaimana ia harus berhadapan dengan kenyataan pahit, bahkan sampai menyalahkan dirinya sendiri karena merasa menjadi “pembunuh” kesadaran.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini muram, gelisah, dan penuh perenungan. Ada nada protes sekaligus keputusasaan, seolah penyair sedang bergulat dengan dirinya sendiri untuk menemukan jawaban.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah:
- Puisi harus lebih dari sekadar saksi bisu—ia seharusnya hadir sebagai kekuatan moral yang menyingkap ketidakbenaran.
- Kesadaran tidak boleh ditikam oleh manusia itu sendiri; dengan kata lain, jangan sampai kita membungkam hati nurani hanya karena takut menghadapi realitas.
- Menulis puisi harus berlandaskan kejujuran dan keberanian, bukan sekadar rutinitas atau formalitas tanpa makna.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat dan simbolik, di antaranya:
- “seperti bumi ketika menyaksikan matahari diperkosa bulan” — imaji kosmik yang menggambarkan tragedi besar.
- “mencincang tubuh sendiri” — imaji tubuh yang mewakili rasa sakit akibat konflik batin.
- “menikam kesadaran” — imaji tajam yang melukiskan pengkhianatan terhadap nurani.
Majas
Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “matahari diperkosa bulan” memberi sifat manusia pada benda langit.
- Metafora: “menikam kesadaran” menggambarkan tindakan mengkhianati hati nurani.
- Hiperbola: “mencincang tubuh sendiri” sebagai gambaran dramatis dari penderitaan batin.
- Ironi: puisi yang seharusnya menyelamatkan kesadaran justru dipertanyakan makna dan fungsinya.
Puisi "Untuk Apa Menulis Puisi" karya Maskirbi adalah karya reflektif yang penuh kegelisahan tentang makna menulis dan posisi penyair dalam menghadapi realitas. Dengan bahasa yang lugas namun sarat imaji kuat, puisi ini mengajak pembaca merenungkan apakah sastra hanya menjadi saksi bisu ataukah bisa menjadi kekuatan yang benar-benar membawa perubahan.
Karya: Maskirbi
Biodata Maskirbi:
- Maskirbi lahir pada tanggal 9 Oktober 1952 di Tarutung, Tapanuli Utara.
- Maskirbi dilaporkan dan dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 26 Desember 2004 bersamaan peristiwa tsunami di Aceh.
