Bunga Flamboyanku
Awan jingga bersembunyi di balik pelangi
matahari tersenyum sendu menyelinap
di balik
semak rimbun
angin tiba membelai taman
mengelus mekarnya bunga flamboyanku
Senja berkesan terhalang kabut malam
bulan sabit tersenyum manis
menebar bintang di langit
mewangi harummu, bunga flamboyanku
Fajar cerah menyambut
gerimis hujan jadi lebat
kasihan engkau, flamboyanku
hujan dan angin, kejam
telah merenggut indahmu dari tangkainya
sehingga layu dan gugur ke tanah.
Sumber: Bunga Anggrek untuk Mama (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1981)
Analisis Puisi:
Puisi “Bunga Flamboyanku” karya Sherly Malinton merupakan karya yang lembut namun sarat makna, menggambarkan keindahan, kefanaan, dan kesedihan yang menyertai perjalanan waktu. Melalui penggambaran alam yang puitis dan personifikasi yang hidup, penyair menghadirkan kisah tentang bunga flamboyan—yang sekaligus menjadi simbol dari keindahan yang tak abadi.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah keindahan dan kefanaan kehidupan. Sherly Malinton menampilkan bunga flamboyan sebagai lambang dari sesuatu yang indah namun rapuh, yang pada akhirnya akan layu dan gugur. Tema ini menyiratkan pandangan filosofis bahwa segala keindahan di dunia, betapapun memesona, akan berakhir pada kehancuran atau perubahan. Dengan demikian, puisi ini juga berbicara tentang waktu, kehilangan, dan kesadaran manusia terhadap siklus kehidupan.
Puisi ini bercerita tentang keindahan bunga flamboyan yang bermekaran di taman, menikmati hembusan angin dan sinar matahari, sebelum akhirnya hancur diterpa hujan dan angin. Di awal, penyair menggambarkan suasana sore yang tenang dan penuh pesona, di mana alam tampak menyambut mekarnya bunga flamboyan. Namun seiring pergantian waktu, datanglah malam dan hujan, yang perlahan merenggut keindahan bunga itu hingga layu dan gugur ke tanah. Kisah ini, meskipun sederhana, menyimpan makna mendalam tentang perjalanan hidup yang dimulai dengan kemegahan dan diakhiri dengan kefanaan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah refleksi tentang kehidupan manusia yang sementara, indah, namun rapuh di hadapan waktu dan takdir. Bunga flamboyan menjadi simbol dari segala hal yang indah dalam hidup—seperti cinta, masa muda, harapan, atau kebahagiaan—yang tak akan bertahan selamanya. Ketika hujan dan angin datang, mereka melambangkan ujian, penderitaan, atau perubahan yang tak bisa dihindari. Dengan lembut, Sherly Malinton ingin menyampaikan bahwa kehilangan adalah bagian alami dari kehidupan, dan bahwa setiap keindahan memiliki masa dan akhirnya sendiri.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini berubah secara bertahap, mengikuti perjalanan waktu dari senja hingga fajar.
- Pada bagian awal, suasananya tenang dan indah, ketika awan jingga dan matahari tersenyum menyinari taman.
- Pada bagian tengah, suasana menjadi lembut dan romantis, saat bulan sabit dan bintang hadir bersama harum bunga flamboyan.
- Namun pada bagian akhir, suasananya berubah menjadi sedih dan melankolis, ketika hujan dan angin merenggut keindahan bunga hingga layu.
Perubahan suasana ini menciptakan alur emosional yang menyentuh, dari kekaguman menuju kepedihan—seperti perjalanan hidup itu sendiri.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang terkandung dalam puisi ini adalah pesan tentang pentingnya menerima kenyataan bahwa setiap keindahan di dunia ini bersifat sementara. Sherly Malinton mengingatkan pembaca untuk menghargai keindahan dan kebahagiaan selagi masih ada, karena waktu dan perubahan akan selalu datang membawa akhir. Selain itu, puisi ini juga mengajarkan ketegaran dan keikhlasan dalam menghadapi kehilangan—sebuah nilai kemanusiaan yang universal.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan auditif yang kuat, memperkuat keindahan dan nuansa alam di dalamnya.
- Imaji visual tampak jelas dalam larik “awan jingga bersembunyi di balik pelangi” dan “bulan sabit tersenyum manis menebar bintang di langit”, menghadirkan pemandangan senja yang memesona.
- Imaji auditif muncul secara lembut melalui “angin tiba membelai taman”, menggambarkan suasana alami yang tenang.
- Imaji kinestetik juga hadir dalam “angin membelai taman / mengelus mekarnya bunga flamboyanku”, seolah pembaca bisa merasakan hembusan lembut yang menyentuh kelopak bunga.
Imaji-imaji ini menjadikan puisi terasa hidup dan mengundang pembaca untuk ikut larut dalam suasana yang diciptakan penyair.
Majas
Sherly Malinton menggunakan berbagai majas yang memperkaya keindahan bahasa dan makna dalam puisinya:
- Personifikasi, seperti “matahari tersenyum sendu” dan “bulan sabit tersenyum manis menebar bintang di langit”, yang memberi sifat manusia pada benda-benda alam sehingga terasa hidup dan bersahabat.
- Metafora, pada “hujan dan angin, kejam / telah merenggut indahmu dari tangkainya”, di mana hujan dan angin menjadi lambang kekuatan waktu atau takdir yang menghancurkan keindahan.
- Simbolisme, pada sosok “bunga flamboyanku”, yang menjadi simbol keindahan, kerapuhan, dan kefanaan hidup.
- Hiperbola halus, melalui ungkapan “menebar bintang di langit”, menggambarkan keindahan malam dengan sentuhan puitis yang lebih dramatis.
Puisi “Bunga Flamboyanku” karya Sherly Malinton adalah potret puitis tentang keindahan yang tak abadi. Melalui penggambaran alam yang lembut, penyair berhasil membingkai perjalanan hidup dalam simbol bunga flamboyan—dari mekar hingga layu, dari indah hingga sirna.
Dengan tema tentang kefanaan dan kesadaran akan perubahan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungi makna keindahan sejati, bukan pada keabadian bentuk, tetapi pada kenangan dan nilai yang tertinggal setelahnya. Sherly Malinton menulis dengan kepekaan dan kelembutan, menyentuh sisi paling manusiawi dalam diri pembaca—bahwa setiap keindahan, sebagaimana bunga flamboyan yang gugur ke tanah, tetap meninggalkan harum dalam ingatan.
Karya: Sherly Malinton
Biodata Sherly Malinton:
- Sylvia Sherly Maria Catharina Malinton lahir pada tanggal 24 Februari 1963 di Jakarta.