Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Catatan Perjalanan (Karya Isma Sawitri)

Puisi "Catatan Perjalanan" mengajak pembaca untuk merenungkan nilai alam dan sejarah, serta mengekspresikan rasa hormat pada kehidupan yang telah ...
Catatan Perjalanan (1)
untuk kawan di Sulawesi Selatan

Demi laut yang gemerlap
demi langit yang tiada
demi alam raya
dan manusia yang bekerja
maka di hadapanmu Tuhan limpahkan
sehari penuh kegembiraan
bagi nelayan tua
yang menjaring udang
bagi anak-anak
yang memungut lokan
bagi kerbau
sedang lepas dari tambatan
bagi perahu
di pasir tergolek seharian

Maka tak cukup kata untuk merinci segala yang
mereka rasakan
Pada hari ini, di saat-saat terbuai kegembiraan
Di pantai, di angin, landai dan teduh
Ketika kerbau sayup melenguh

Catatan Perjalanan (2)

Kutabur seuntai tanya
ke dasar lembah
adakah kau dengar
Kahar yang gagah?

(belukar tidak menjawab
tanah tidak bergerak)

Lewat seribu hari
dan seribu hari lagi
sisa pasukanmu bersembunyi
di lembah berbentuk kuali
kalau malam pergi mencuri
takut penjara pun takut mati

Adakah kau mendendam
hai Kahar
sampai ke putih tulang?

Adakah kau pemenang
dalam kelam?

Catatan Perjalanan (3)

Cukuplah ruang di persadamu
untuk semua
babi kecil yang merah semu
kerbau putih dan kerbau hitam
sejumlah kecil ayam sabungan
sejumlah besar belut dan ikan

Di sini, kata mereka, di tanah ini juga
tidak terbilang ceruk merongga di bukit batu
tidak terhitung anak tangga mendaki ke langit purba
tidak terbaca olehmu hari ini tanpa masa lalu
tidakkan rebah jasad sebelum melangkahi ambang pintu

1979

Sumber: Selendang Pelangi (2006)

Analisis Puisi:

Puisi "Catatan Perjalanan" karya Isma Sawitri menyoroti perjalanan fisik dan metaforis yang menghadirkan citra dan perenungan mendalam atas perjalanan kehidupan manusia.

Kesetiaan pada Keindahan Alam: Di bagian pertama, puisi menggambarkan penghargaan pada keindahan alam, dengan menyebutkan laut yang gemerlap, langit yang tak terbatas, dan keindahan alam raya. Penyair mengekspresikan penghormatan dan kekaguman pada pekerja nelayan, anak-anak, dan binatang seperti kerbau. Ada perasaan kegembiraan yang terpancar dari deskripsi tentang perahu, kerbau, anak-anak yang menemukan lokan, dan nelayan tua yang menjaring udang. Hal ini memperlihatkan penghormatan terhadap sederhana dan kesederhanaan yang terwujud dalam keseharian.

Keprihatinan pada Sejarah dan Masa Lalu: Pada bagian kedua, puisi mencatat kekosongan dari masa lalu yang hilang atau bahkan mungkin terlupakan. Ada serangkaian tanya yang diutarakan oleh penyair, berkaitan dengan figur yang disebut "Kahar yang gagah". Penyair merenungkan kemungkinan peninggalan sejarah, sisa-sisa pasukan, dan kepemimpinan yang dimungkinkan terpendam dalam lembah berbentuk kuali. Ada penyesalan atau kekecewaan yang mungkin diungkapkan dalam ketidakhadiran jawaban atas pertanyaan.

Kehidupan yang Berlimpah: Pada bagian terakhir, puisi menyoroti keragaman kehidupan, termasuk babi kecil, kerbau, ayam sabungan, belut, dan ikan yang menghiasi lingkungan yang dijelaskan. Ada refleksi tentang kemungkinan pengetahuan yang hilang, sejarah yang tak terhitung, dan ruang yang dibuat untuk sejarah yang mungkin ditinggalkan dalam waktu yang berlalu.

Puisi "Catatan Perjalanan" menciptakan gambaran tentang penghargaan akan keindahan alam dan kehidupan yang melimpah, sekaligus merenungkan ketidakhadiran sejarah yang dapat menghadirkan kesedihan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan nilai alam dan sejarah, serta mengekspresikan rasa hormat pada kehidupan yang telah lewat tanpa pernah benar-benar dijelajahi atau dimengerti sepenuhnya.

Isma Sawitri
Puisi: Catatan Perjalanan
Karya: Isma Sawitri

Biodata Isma Sawitri:
  • Isma Sawitri lahir pada tanggal 21 November 1940 di Langsa, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.