Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Duar (Karya Genduk Nur Kholifah)

Puisi “Duar” karya Genduk Nur Kholifah bercerita tentang bahaya bermain petasan — permainan yang sering dianggap menyenangkan oleh anak-anak, ...

Duar


Suara yang sangat keras
Membuat telinga mau pecah
Percik api pun tiada henti
Namun mengapa mereka begitu girang

Mereka tidak tahu betapa itu berbahaya
Namun mereka hanya ingin bergembira
Suara yang keras seolah mewakili
Bahwa mereka bahagia

Hati-hati teman
Saat kegembiraan berubah kesedihan
Karena letusan kecil namun berbahaya

Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)

Analisis Puisi:

Puisi “Duar” karya Genduk Nur Kholifah bercerita tentang bahaya bermain petasan — permainan yang sering dianggap menyenangkan oleh anak-anak, tetapi sebenarnya bisa berakibat fatal.

Melalui kata-kata sederhana, penyair menggambarkan suasana ketika petasan meledak dengan suara keras, disertai percikan api yang memikat. Namun, di balik keceriaan itu tersimpan ancaman yang bisa melukai dan membawa kesedihan.

Puisi ini seolah menjadi peringatan lembut dari seorang anak kepada teman-temannya, agar tidak terjebak dalam euforia sesaat. Dengan kata “duar” yang menjadi judul, penyair berhasil menghadirkan kesan ledakan, baik secara bunyi maupun makna — menggambarkan momen kecil yang bisa berdampak besar.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah peringatan akan bahaya bermain petasan dan pentingnya berhati-hati dalam bersenang-senang.

Tema ini menunjukkan kesadaran anak terhadap risiko yang sering diabaikan dalam permainan tradisional atau perayaan. Meskipun bermain adalah bagian dari kebahagiaan masa kecil, puisi ini menegaskan bahwa tidak semua bentuk kegembiraan membawa keselamatan.

Selain itu, tema ini juga mencerminkan pesan moral tentang tanggung jawab dan kewaspadaan. Penyair berusaha menyampaikan bahwa kesenangan tidak boleh mengabaikan keselamatan diri dan orang lain.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi “Duar” adalah peringatan agar manusia tidak lalai terhadap bahaya yang tersembunyi di balik hal-hal yang tampak menyenangkan.

Penyair ingin menunjukkan bahwa tidak semua kebahagiaan itu benar-benar aman. Suara keras petasan yang dianggap menggembirakan justru bisa menjadi simbol dari bahaya dan potensi bencana.

Makna ini bisa diperluas menjadi pesan universal — bahwa dalam kehidupan, kita perlu berpikir sebelum bertindak. Kegembiraan yang tidak terkendali, atau kebiasaan yang diikuti tanpa kesadaran, bisa berbalik membawa penyesalan.

Bait “Hati-hati teman / Saat kegembiraan berubah kesedihan” menyiratkan peringatan yang dalam: kecerobohan kecil bisa membawa duka besar.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini bergerak dari ramai dan ceria ke arah tegang dan waspada.

Di awal, pembaca diajak merasakan suasana hiruk pikuk permainan petasan — bunyi ledakan, percikan api, dan kegembiraan anak-anak. Namun, perlahan suasana itu berubah menjadi cemas dan reflektif, terutama ketika penyair menyadari bahaya yang tersembunyi di balik tawa.

Perpaduan dua suasana ini — gembira dan waspada — menjadikan puisi ini hidup dan mudah dipahami anak-anak, karena berangkat dari pengalaman nyata yang sering mereka alami di lingkungan sekitar.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini mengandung beberapa pesan moral (amanat) yang jelas dan penting, antara lain:
  1. Jangan bermain petasan sembarangan, karena bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
  2. Keselamatan lebih penting daripada kesenangan sesaat.
  3. Belajarlah memahami akibat dari setiap tindakan, meski tampak sepele.
  4. Kegembiraan sejati tidak harus berisiko, tetapi bisa hadir dari hal-hal sederhana dan aman.
Amanat ini disampaikan dengan gaya yang tidak menggurui, tetapi melalui peringatan lembut dari satu anak kepada anak lainnya. Ini menjadikan puisi “Duar” efektif sebagai sarana pendidikan karakter.

Imaji

Puisi ini menampilkan imaji visual dan pendengaran yang kuat, membuat pembaca seolah ikut berada di tengah suasana ledakan petasan. Beberapa imaji yang dapat dikenali:
  • “Suara yang sangat keras / Membuat telinga mau pecah” → imaji pendengaran, menggambarkan bunyi ledakan yang memekakkan telinga.
  • “Percik api pun tiada henti” → imaji visual, menghadirkan kilatan cahaya kecil yang berbahaya namun memikat mata.
  • “Namun mengapa mereka begitu girang” → imaji perasaan, menggambarkan kegembiraan yang paradoks — bahagia di tengah bahaya.
Imaji-imaji ini membantu pembaca, terutama anak-anak, untuk membayangkan kejadian secara nyata, sekaligus memahami makna di baliknya.

Majas

Dalam puisi “Duar”, terdapat beberapa majas (gaya bahasa) yang memperkuat suasana dan pesan:
  • Hiperbola (Lebay atau Melebih-lebihkan): “Membuat telinga mau pecah” → menggambarkan betapa kerasnya suara petasan, meski secara harfiah telinga tidak benar-benar pecah. Majas ini menegaskan efek mengejutkan dari suara tersebut.
  • Personifikasi (Pemberian sifat manusia pada benda): “Suara yang keras seolah mewakili / Bahwa mereka bahagia” → suara petasan digambarkan seperti bisa menyatakan perasaan manusia, seolah ikut “berbicara” tentang kebahagiaan.
  • Ironi (Pertentangan makna): Dalam keseluruhan puisi, terdapat ironi: sesuatu yang membahayakan justru dianggap sumber kegembiraan. Majas ini menimbulkan efek reflektif dan mengajak pembaca berpikir kritis.
  • Repetisi (Pengulangan kata): Kata “suara” diulang untuk memperkuat efek bunyi dan menegaskan unsur pendengaran yang dominan dalam puisi ini.
Dengan majas-majas tersebut, penyair anak ini berhasil menciptakan puisi yang tidak hanya bermakna, tetapi juga memiliki irama dan daya ekspresi yang kuat.

Puisi “Duar” karya Genduk Nur Kholifah adalah karya sederhana yang menyimpan pesan moral besar tentang keselamatan dan kesadaran diri.

Dengan bahasa lugas dan gaya khas anak-anak, penyair berhasil menggambarkan fenomena sehari-hari — bermain petasan — menjadi refleksi tentang bahaya, tanggung jawab, dan pentingnya berpikir sebelum bertindak.

Melalui tema tentang bahaya petasan, makna tersirat mengenai batas antara kegembiraan dan bahaya, serta imaji dan majas yang kuat, puisi ini mengajarkan pembaca untuk menikmati kebahagiaan dengan cara yang aman dan bijak.

Akhirnya, “Duar” bukan hanya bunyi ledakan, tetapi juga gema kesadaran bahwa setiap kesenangan memiliki batas, dan setiap anak perlu belajar memilih mana yang benar-benar membawa kebahagiaan sejati.

Puisi ini menjadi contoh nyata bahwa sastra anak dapat menjadi sarana efektif untuk menanamkan nilai-nilai keselamatan, empati, dan tanggung jawab dengan cara yang indah dan membekas.

Genduk Nur Kholifah
Puisi: Duar
Karya: Genduk Nur Kholifah

Biodata Genduk Nur Kholifah:
  • Genduk Nur Kholifah lahir pada tanggal 2 Agustus l981 di Magelang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.