Jeda
Berjuta-juta tangan kecil kugapai
Berjuta-juta mulut mungil kubelai
Setelah lelah melepas tenung
Melawan gunung
Bertetes-tetes airmata tulus
Tiris ke telaga
Batinku yang dahaga
Berendamlah duka
Menyelamlah luka
Sampai senyap jadi badai
Menyapu semua bangkai
Sumber: Pahlawan dan Tikus (Pustaka Firdaus, 1995)
Analisis Puisi:
Puisi “Jeda” karya Mustofa Bisri adalah refleksi batin yang kuat tentang kelelahan, penderitaan, dan proses pemulihan jiwa. Dengan bahasa yang padat dan penuh perasaan, puisi ini menggambarkan perjalanan batin seseorang yang berjuang melawan beban hidup, lalu mencoba menemukan ketenangan melalui kepasrahan dan kasih.
Tema
Tema utama puisi ini adalah perjuangan batin dan pencarian ketenangan setelah penderitaan. Mustofa Bisri menulis dengan nada spiritual dan kontemplatif, seolah menggambarkan fase “jeda” dalam kehidupan — saat manusia berhenti sejenak untuk menyembuhkan luka-luka jiwanya.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang telah berjuang keras menghadapi berbagai penderitaan dan kepedihan hidup, digambarkan melalui ungkapan seperti “melepas tenung, melawan gunung”. Setelah kelelahan, ia mencoba kembali menemukan kedamaian batin melalui kasih, empati, dan air mata yang tulus. Air mata itu menjadi simbol pembersihan diri dari segala luka dan dosa.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah upaya penyair untuk menggambarkan proses penyucian jiwa melalui penderitaan dan kasih. “Berjuta-juta tangan kecil kugapai” bisa dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, sedangkan “tiris ke telaga batinku yang dahaga” menggambarkan bagaimana air mata keikhlasan mampu menenangkan hati yang haus akan kedamaian. Akhir puisi menunjukkan bahwa dari keheningan (jeda) lahirlah kekuatan baru yang mampu “menyapu semua bangkai” — membersihkan hati dari kebusukan batin.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini melankolis namun penuh harapan. Ada kesedihan yang mendalam di awal, tetapi juga ketenangan spiritual di akhir — seolah duka telah berubah menjadi kekuatan dan pembersihan diri.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan emosional, seperti:
- “Berjuta-juta tangan kecil kugapai” — menggambarkan empati dan kasih universal.
- “Tiris ke telaga batinku yang dahaga” — membentuk imaji spiritual tentang air mata yang menenangkan jiwa.
- “Menyelamlah luka sampai senyap jadi badai” — imaji yang kuat tentang pergulatan batin yang intens.
Majas
Beberapa majas yang digunakan antara lain:
- Metafora, seperti “telaga batinku yang dahaga” untuk menggambarkan hati yang haus akan ketenangan.
- Personifikasi, tampak pada “senyap jadi badai” yang memberi kehidupan pada keheningan.
- Hiperbola, dalam ungkapan “berjuta-juta tangan kecil kugapai”, untuk menegaskan keluasan kasih dan kepedulian.
Amanat / pesan yang disampaikan
Pesan dari puisi ini adalah bahwa penderitaan bukan akhir dari segalanya, melainkan jalan menuju pembersihan dan kebangkitan batin. Air mata, kesedihan, dan kelelahan dapat menjadi sarana untuk menemukan kembali makna hidup — selama manusia tetap berpegang pada cinta dan keikhlasan.
Puisi “Jeda” adalah puisi tentang refleksi diri dan pembersihan batin. Mustofa Bisri dengan lembut mengajak pembacanya untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk dunia, merasakan luka, menangis, dan akhirnya menemukan kembali kedamaian yang sejati.

Puisi: Jeda
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)
Biodata Mustofa Bisri:
- Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri (sering disapa Gus Mus) lahir pada anggal 10 Agustus 1944 di Rembang. Ia adalah seorang penyair yang cukup produktif yang sudah menerbitkan banyak buku.
- Selain menulis puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai-esai keagamaan. Budayawan yang satu ini juga merupakan seorang penerjemah yang handal.
- Gus Mus adalah seorang kiai yang memiliki banyak profesi, termasuk pelukis kaligrafi dan bahkan terlibat dalam dunia politik.