Kemuning
putih memenuhi pelataran senja
dan kala angin datang
kembangmu berderai satu-satu
seperti air mataku
kemuning yang ayu
adakah kau dengar suaraku
yang merengkuh senja ini
juga kisah yang kujalin di bawahmu?
kala sehelai daunmu luruh
aku berharap
kelak engkau kan berkembang lagi
seperti senja kali ini
Sumber: Si Kuncung (Th. XXIV, No. 21, 1979)
Analisis Puisi:
Puisi “Kemuning” karya Suliestiowaty menampilkan keindahan yang melankolis melalui perenungan tentang kehilangan, kenangan, dan harapan. Dengan bahasa yang lembut dan simbol alam yang kuat, penyair menggambarkan perasaan batin seseorang yang merenungi kehidupan di bawah pohon kemuning — bunga yang menjadi saksi kisah masa lalu dan lambang ketulusan hati.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kerinduan dan harapan setelah kehilangan. Melalui simbol bunga kemuning dan suasana senja, penyair menyampaikan pergulatan batin seseorang yang merasakan duka, namun tetap menyimpan secercah harapan untuk kebangkitan dan keindahan yang akan datang.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang mengenang masa lalu di bawah pohon kemuning, sambil merasakan kesedihan dan harapan yang bergulir seiring waktu. Bunga kemuning yang gugur menjadi lambang perpisahan dan air mata, sementara harapan agar kemuning kembali mekar melambangkan keyakinan bahwa kehidupan dan cinta akan tumbuh kembali. Penyair mengajak pembaca untuk merenungi keindahan yang hilang, namun juga mengajarkan bahwa dari setiap gugurnya bunga, ada kesempatan untuk mekar kembali.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah tentang keteguhan hati dalam menghadapi kehilangan. Suliestiowaty menyiratkan bahwa hidup penuh dengan siklus — ada saat gugur, ada pula saat tumbuh kembali. Bunga kemuning menjadi simbol perjalanan emosi manusia: kesedihan, keikhlasan, dan kebangkitan. Baris “aku berharap kelak engkau kan berkembang lagi seperti senja kali ini” menunjukkan keyakinan bahwa meskipun duka datang, waktu akan membawa pemulihan dan keindahan baru.
Suasana dalam puisi
Suasana puisi ini melankolis namun penuh ketenangan. Nuansa senja dan bunga kemuning yang berjatuhan menghadirkan kesan damai, sedih, dan penuh kenangan. Pembaca seolah ikut hanyut dalam keheningan sore yang lembut, di mana duka dan harapan berpadu menjadi satu kesadaran batin yang tenang.
Amanat / Pesan yang disampaikan puisi
Amanat yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa setiap kehilangan membawa makna, dan setiap akhir menyimpan awal yang baru. Penyair mengingatkan agar manusia belajar menerima perubahan dengan lapang dada. Seperti bunga kemuning yang gugur namun akan tumbuh lagi, begitu pula hidup dan cinta — meski sempat pudar, akan kembali mekar bila kita menyimpan harapan dan ketulusan.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji visual dan emosional. Ungkapan seperti “putih memenuhi pelataran senja” dan “kembangmu berderai satu-satu seperti air mataku” menghadirkan gambaran yang lembut sekaligus menyedihkan. Imaji alam — senja, angin, daun, dan bunga kemuning — membentuk suasana yang hangat namun penuh rasa kehilangan. Imaji tersebut membantu pembaca membayangkan keindahan yang hening, seperti potret duka yang diselimuti cahaya sore.
Majas
Beberapa majas digunakan untuk memperkuat kesan puitis, antara lain:
- Simile (perbandingan) pada baris “kembangmu berderai satu-satu seperti air mataku”, yang menggambarkan gugurnya bunga sebagai perwujudan kesedihan manusia.
- Personifikasi pada “adakah kau dengar suaraku”, di mana bunga kemuning digambarkan seolah memiliki kemampuan mendengar dan memahami perasaan penyair.
- Metafora dalam “putih memenuhi pelataran senja”, yang bisa dimaknai sebagai simbol kenangan suci atau keikhlasan yang menyelimuti waktu yang hampir berakhir.
Majas-majas ini memperkaya puisi dengan keindahan bahasa sekaligus memperdalam emosi yang disampaikan.
Puisi "Kemuning" karya Suliestiowaty adalah karya yang lembut dan reflektif, menggambarkan hubungan antara alam dan perasaan manusia. Dengan tema tentang kehilangan dan harapan, penyair menegaskan bahwa hidup adalah siklus keindahan yang terus berganti — seperti bunga yang gugur untuk kemudian mekar kembali. Imaji senja, bunga kemuning, dan air mata menjadi simbol kehidupan yang rapuh namun penuh makna, sementara majas yang digunakan memperkuat nuansa lirih dan puitis yang menyelimuti setiap barisnya.
Karya: Suliestiowaty