Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Matahari Merah Padam (Karya Mustofa Bisri)

Puisi "Matahari Merah Padam" menciptakan gambaran melankolis tentang keindahan yang memudar, kehancuran, dan keputusasaan. Mustofa Bisri dengan ...
Matahari Merah Padam

Matahari merah padam
Ingin sekali bersembunyi
Dalam cadar mega senja. Sia-sia.
Sudah terlanjur siangnya.
Ternoda.
Seperti bulan yang bermalam-malam
Tak hadir dalam pesta bintang
Berkemul kabut katanya meriang.
Padahal malu.
Pada malam yang malang
Diperkosa sana-sini. Lalu.
Hujan pun menangis sendiri.
Hari ini.

1414 H

Sumber: Pahlawan dan Tikus (1995)

Analisis Puisi:

Puisi "Matahari Merah Padam" karya Mustofa Bisri membawa tema melankolis tentang penurunan dan akhir dari keindahan. Atmosfer senja yang diwarnai oleh matahari yang merah padam menciptakan suasana yang sarat dengan perasaan kehilangan dan kehancuran.

Metafora Matahari: "Matahari merah padam" menjadi metafora kehidupan yang meredup. Warna merah padam menunjukkan akhir siklus, menyiratkan kelelahan dan kejenuhan. Keinginan matahari untuk bersembunyi di balik cadar mega senja menggambarkan hasrat untuk menghindari kenyataan yang tidak diinginkan.

Sia-Sia dan Ternoda: Kata "Sia-sia" menciptakan perasaan putus asa dan kekecewaan. Ketika matahari merah padam, keinginan untuk bersembunyi tidak dapat terwujud karena sudah terlanjur siang, dan ini diibaratkan sebagai noda atau ketidakmungkinan untuk mengubah keadaan.

Bulan yang Bermalam-malam: Perbandingan dengan bulan yang bermalam-malam yang tidak hadir dalam pesta bintang menciptakan gambaran kesepian dan penolakan. Bulan yang tidak muncul dalam pesta bintang menunjukkan ketidaksetujuan dan pengasingan dari keindahan alam semesta.

Kabut dan Malu: Kata-kata "Berkemul kabut katanya meriang. Padahal malu." membawa nuansa kemaluan dan malu. Kabut yang berkemul seperti malu karena merasa terganggu atau diabaikan, menciptakan kesan ketidaknyamanan dalam suasana senja.

Penderitaan Malam yang Malang: Penggambaran malam yang malang yang "Diperkosa sana-sini" menyajikan kontrast antara kegelapan dan keindahan alam semesta dengan realitas kehidupan yang penuh penderitaan dan kekejaman. Hujan yang menangis sendiri menjadi ekspresi alam atas penderitaan yang terjadi di malam yang kelam.

Struktur dan Gaya Bahasa: Puisi ini memiliki struktur yang sederhana tetapi kuat dalam menyampaikan pesan. Pilihan kata dan metafora yang digunakan menciptakan kiasan-kiasan yang mendalam dan memancing emosi pembaca.

Ironi dan Keputusasaan: Puisi ini menciptakan ironi dengan menyandingkan keindahan alam semesta dan kegelapan kehidupan manusia. Keputusasaan tercermin melalui penggambaran malam yang malang dan hujan yang menangis sendiri, menciptakan rasa simpati terhadap penderitaan alam dan manusia.

Puisi "Matahari Merah Padam" menciptakan gambaran melankolis tentang keindahan yang memudar, kehancuran, dan keputusasaan. Mustofa Bisri dengan menggunakan bahasa metaforis dan gambaran alam berhasil menyampaikan pesan puitis yang mendalam tentang perasaan manusia di tengah-tengah kehidupan yang keras dan kadang-kadang kejam.

Mustofa Bisri
Puisi: Matahari Merah Padam
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Biodata Mustofa Bisri:
  • Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri (sering disapa Gus Mus) lahir pada anggal 10 Agustus 1944 di Rembang. Ia adalah seorang penyair yang cukup produktif yang sudah menerbitkan banyak buku.
  • Selain menulis puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai-esai keagamaan. Budayawan yang satu ini juga merupakan seorang penerjemah yang handal.
  • Gus Mus adalah seorang kiai yang memiliki banyak profesi, termasuk pelukis kaligrafi dan bahkan terlibat dalam dunia politik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.