Analisis Puisi:
Puisi “Pengaduan Jalak” karya A. Muttaqin adalah karya alegoris yang mengandung lapisan makna spiritual dan sosial. Mengambil inspirasi dari karya sufi “Musyawarah Burung” karya Fariduddin Attar, puisi ini menggunakan simbol-simbol hewan—khususnya burung dan jangkrik—untuk membicarakan persoalan iman, kemunafikan, dan pencarian kebenaran sejati.
Tema
Tema utama puisi ini adalah pencarian spiritual di tengah kebingungan moral dan keagamaan. Penyair menyoroti pertentangan antara kesalehan yang murni dan kemunafikan yang bersembunyi di balik simbol-simbol religius.
Puisi ini bercerita tentang seekor jalak yang mengadukan keresahan kepada kiai gagak mengenai perilaku burung-burung lain, terutama burung zindik dan beo yang penuh kesombongan spiritual. Dalam kisah alegoris ini, jangkrik menjadi simbol ketulusan dan kesederhanaan spiritual, sementara burung zindik dan beo melambangkan kemunafikan, kefanatikan, serta kebanggaan pada pengetahuan tanpa pengamalan.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini menggambarkan konflik antara spiritualitas sejati dan kepalsuan agama yang tampak di permukaan. Jangkrik yang sederhana melambangkan manusia yang beribadah dengan hati tulus, tanpa banyak bicara, sementara burung-burung lain mencerminkan mereka yang gemar menghakimi dan menonjolkan diri lewat retorika “suci” atau “ayat-ayat hutan.”
A. Muttaqin menyindir bagaimana banyak orang menuduh “zindik” (sesat) orang lain, padahal sesungguhnya mereka sendiri terperangkap dalam kesombongan rohani.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini satiris namun reflektif, menggabungkan nada lucu dengan sindiran tajam. Di balik percakapan antarburung, pembaca dapat merasakan suasana kegetiran dunia spiritual yang penuh perdebatan, di mana kebenaran sering dikaburkan oleh ego dan kepentingan diri.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat puisi ini adalah pentingnya menjaga ketulusan dalam beragama dan berhati-hati terhadap kesombongan rohani. Penyair menekankan bahwa iman sejati tidak diukur dari seberapa banyak seseorang berbicara tentang Tuhan, melainkan dari kesederhanaan hati dalam beribadah dan menghormati sesama. Jalak yang mengadu kepada kiai gagak menggambarkan manusia yang mencari kebijaksanaan sejati di tengah kekacauan moral.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji alam dan dunia burung yang sarat simbol, seperti:
- “Burung zindik berbisik kepada jangkrik” menggambarkan intrik keagamaan.
- “Syekh perkutut yang hanya makan ketan dan jewawut” melukiskan kesederhanaan hidup spiritual.
- “Beo yang giat menghujat dengan ayat-ayat hutan” menyindir mereka yang fasih berbicara tapi miskin penghayatan.
Majas
Beberapa majas yang dominan antara lain:
- Alegori, karena seluruh puisi merupakan perumpamaan tentang kehidupan spiritual manusia.
- Personifikasi, ketika hewan berbicara dan berperilaku seperti manusia.
- Sarkasme dan ironi, tampak dalam sindiran terhadap burung-burung “alim” yang justru menebar kebencian.
- Metafora, misalnya “ayat-ayat hutan” yang menggambarkan kata-kata kosong tanpa makna rohani.
Puisi “Pengaduan Jalak” adalah puisi alegoris yang menggabungkan kebijaksanaan sufistik dengan kritik sosial yang halus. A. Muttaqin berhasil menyampaikan pesan tentang ketulusan iman dan bahaya kesombongan spiritual melalui kisah simbolik yang cerdas, menggugah, dan penuh makna.