Perjalanan Cinta
Kutinggalkan mereka:
huruf-huruf bersimbah doa
mengandung janin cinta
di lembar kertas-kertas sisa:
didiami aneka rajah nasib pria
berbilang waktu kau rajin merawatnya
bersama kelembutan jiwa tak terkata
serupa basuh embun pagi di putik sari:
lambat laun lahirlah kekasih hati
Kau tak mengutarakan apa-apa, walau sekata:
sebab disergap pana, ditawan gelora dada
namun diam-diam larut melipat kertas-kertas sisa:
merakit huruf-huruf dengan halus rasa
menjadi bahtera kasih beradar pijar cinta
dan kau layarkan ke tengah samudra jiwa
aku pun berarung rindu meraih dermaga
Malang, musim hujan 2012
Sumber: Arung Diri (2013)
Analisis Puisi:
Puisi “Perjalanan Cinta” karya Djoko Saryono merupakan salah satu karya yang memperlihatkan kemampuan penyair dalam memadukan romantisisme dan refleksi spiritual dalam satu bingkai puitik yang lembut, dalam, dan penuh simbolisme. Lewat bahasa yang halus dan imaji yang indah, puisi ini membawa pembaca menelusuri perjalanan cinta bukan hanya sebagai perasaan manusiawi, tetapi juga sebagai proses batin yang sakral — cinta yang lahir dari doa, tumbuh dalam kelembutan, dan berlayar menuju samudra jiwa.
Tema
Tema utama puisi ini adalah perjalanan cinta yang lahir dari keheningan, keikhlasan, dan kekuatan batin. Djoko Saryono tidak memotret cinta sebagai ledakan emosi semata, melainkan sebagai proses spiritual — sebuah perjalanan yang berawal dari doa, tumbuh melalui perawatan jiwa, dan berakhir pada kesatuan rasa yang mendalam.
Tema ini juga menyinggung makna cinta sejati: cinta yang tumbuh dari kejujuran, kesabaran, dan pengabdian, bukan dari kata-kata yang diucapkan, melainkan dari tindakan dan ketulusan yang dirasakan.
Puisi ini bercerita tentang seorang aku lirik yang mengenang proses lahir dan tumbuhnya cinta antara dirinya dan seseorang yang ia kasihi. Cinta itu bermula dari hal sederhana — dari “huruf-huruf bersimbah doa” yang tertulis di “lembar kertas-kertas sisa”. Simbol ini menunjukkan bahwa cinta mereka berawal dari tulisan, mungkin surat, doa, atau puisi yang mencerminkan perasaan tersembunyi.
“Kutinggalkan mereka:
huruf-huruf bersimbah doamengandung janin cinta”
Larik tersebut menggambarkan awal mula cinta — doa yang menumbuhkan benih kasih dalam diam.
Lalu, sosok yang dikasihi digambarkan sebagai seseorang yang sabar, lembut, dan penuh perhatian:
“berbilang waktu kau rajin merawatnyabersama kelembutan jiwa tak terkataserupa basuh embun pagi di putik sari”
Cinta tumbuh melalui kelembutan dan pengabdian, bukan melalui ekspresi verbal atau janji-janji.
Kemudian, pada bagian kedua, cinta itu semakin dalam dan menyatu dalam keheningan:
“Kau tak mengutarakan apa-apa, walau sekata:sebab disergap pana, ditawan gelora dada”
Sang kekasih diam, tapi diamnya bukan kosong — melainkan penuh rasa, penuh gelora yang sulit diungkap.
Hingga akhirnya, cinta itu menemukan bentuknya:
“menjadi bahtera kasih beradar pijar cintadan kau layarkan ke tengah samudra jiwaaku pun berarung rindu meraih dermaga”
Larik ini menjadi puncak puisi: cinta yang sudah dirakit dengan kesabaran akhirnya berlayar menuju samudra batin — tempat dua jiwa bertemu dalam rindu dan keabadian.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah cinta sejati lahir dari keheningan dan ketulusan hati, bukan dari ungkapan kata. Djoko Saryono ingin menyampaikan bahwa cinta bukan sekadar perasaan yang diungkapkan, melainkan energi yang tumbuh melalui doa, perhatian, dan kesabaran.
Puisi ini juga menyiratkan simbol perjalanan spiritual dalam cinta. Kata-kata seperti huruf bersimbah doa, janin cinta, embun pagi di putik sari, dan samudra jiwa menggambarkan proses penyatuan dua jiwa yang murni, seperti perjalanan menuju Tuhan — tenang, dalam, dan penuh makna.
Selain itu, makna tersirat lain adalah perpaduan antara keheningan dan tindakan nyata dalam cinta. Cinta yang sejati tidak banyak bicara, tetapi bekerja dalam diam; tidak menuntut, tetapi memberi dan menjaga.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini lembut, tenang, dan penuh keheningan. Setiap larik menghadirkan nuansa meditatif dan reflektif — seperti seseorang yang sedang mengenang perjalanan batin melalui cinta yang suci.
Kata-kata seperti embun pagi, doa, dan samudra jiwa menghadirkan atmosfer spiritual yang menenangkan, sedangkan larik aku pun berarung rindu meraih dermaga menghadirkan sentuhan melankolis namun penuh harapan.
Secara keseluruhan, suasananya adalah kontemplatif dan romantis, mengajak pembaca merenungkan makna cinta yang tidak sekadar duniawi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat utama puisi ini adalah bahwa cinta sejati lahir dari keikhlasan, kesabaran, dan ketulusan hati. Penyair ingin menegaskan bahwa cinta yang kokoh bukanlah cinta yang berlebih kata, melainkan cinta yang tumbuh dari doa, dari keheningan, dan dari tindakan yang lembut namun nyata.
Selain itu, Djoko Saryono juga menyampaikan pesan bahwa setiap cinta adalah perjalanan spiritual menuju kedewasaan jiwa. Dalam cinta, manusia belajar tentang kesabaran, pengorbanan, dan makna memberi tanpa pamrih.
Amanat lainnya adalah menghargai cinta sebagai anugerah yang suci, bukan sekadar hasrat. Cinta dalam puisi ini bukan tentang kepemilikan, melainkan tentang perjalanan dua hati yang saling memahami dan tumbuh bersama dalam waktu.
Imaji
Puisi ini sarat dengan imaji puitik yang lembut dan simbolik. Beberapa imaji menonjol antara lain:
Imaji visual:
- “huruf-huruf bersimbah doa” menggambarkan tulisan yang hidup, penuh makna spiritual.
- “serupa basuh embun pagi di putik sari” menampilkan keindahan visual alam yang lembut, menjadi simbol kasih sayang yang murni.
Imaji kinestetik:
- “dan kau layarkan ke tengah samudra jiwa” menghadirkan gerakan yang tenang dan penuh makna, seolah cinta itu benar-benar berlayar menuju keabadian.
Imaji emosional:
- “aku pun berarung rindu meraih dermaga” menimbulkan rasa rindu yang mendalam dan keinginan untuk mencapai kesatuan dengan kekasih.
Imaji-imaji ini membuat puisi terasa hidup, romantis, dan menenangkan.
Majas
Djoko Saryono dikenal dengan gaya bahasa metaforis yang kaya makna. Dalam puisi ini, beberapa majas yang menonjol antara lain:
Metafora:
- “huruf-huruf bersimbah doa” menggambarkan kata-kata sebagai simbol spiritual dan cinta.
- “menjadi bahtera kasih beradar pijar cinta” melambangkan cinta sebagai kapal yang membawa dua jiwa menuju perjalanan batin.
Personifikasi:
- “huruf-huruf bersimbah doa” dan “kertas-kertas sisa” seolah memiliki jiwa dan emosi manusia.
Simbolisme:
- Samudra jiwa melambangkan kedalaman batin dan perjalanan spiritual.
- Embun pagi di putik sari menjadi simbol kesucian dan kelembutan cinta.
Majas-majas ini memperkaya makna puisi dan membuatnya terasa seperti doa cinta yang tenang namun membekas.
Puisi “Perjalanan Cinta” karya Djoko Saryono adalah refleksi mendalam tentang cinta sebagai perjalanan batin dan spiritual. Melalui bahasa yang lembut, simbolik, dan religius, penyair menghadirkan cinta bukan sekadar rasa, melainkan proses pengabdian dan perenungan.
Dengan tema cinta sejati yang lahir dari doa dan keheningan, imaji lembut seperti embun dan samudra, serta majas-metafora yang kaya makna, puisi ini mengajarkan bahwa cinta sejati tidak membutuhkan banyak kata — cukup keikhlasan hati untuk merawat dan menumbuhkannya.
Amanatnya jelas: Cinta sejati adalah doa yang hidup — ia tumbuh dalam diam, namun cahayanya mampu menembus samudra jiwa.
Karya: Djoko Saryono
Biodata Djoko Saryono:
- Prof. Dr. Djoko Saryono lahir pada tanggal 27 Maret 1962 di kota Madiun.