Wajahnya-Wajahnya
Seru seruling ada embun bening
Lantaran tertidur suaranya
Di udara saja
Coba bila sudah bangun
Itu telinga terbuka
Bahwa di pagi ini ada yang menggoyang aksara
Laku katanya katanya iringan yang sering berlagak
Adakah janji pagi?
Wajahnya wajahnya berembun serupa seledri
Hijau berseri di halaman
Wajahnya wajahnya berseri di pagi memberi arti
Sumber: Surat dari Samudra (2018)
Analisis Puisi:
Puisi “Wajahnya-Wajahnya” karya Agus Budi Wahyudi bercerita tentang keindahan suasana pagi yang segar, penuh kehidupan, dan membawa semangat baru.
Penyair menggambarkan pagi dengan metafora yang lembut — embun bening, suara seruling, dan wajah-wajah berseri. Semua ini menciptakan gambaran alam yang hidup dan damai. Dalam pandangan seorang anak, pagi bukan hanya waktu dimulainya aktivitas, tetapi juga momen penuh keajaiban: udara yang jernih, sinar matahari yang hangat, dan kehidupan yang seolah “bangun” bersama hari yang baru.
Puisi ini membawa pembaca untuk menyadari bahwa setiap pagi memiliki “wajah” — wajah keindahan, kesegaran, dan harapan. “Wajahnya-wajahnya” dapat pula dimaknai sebagai simbol orang-orang atau hal-hal di sekitar yang tampak cerah dan penuh semangat setiap pagi.
Tema
Tema utama puisi ini adalah keindahan dan semangat pagi hari.
Selain itu, ada pula tema kebersyukuran dan kesadaran akan kehidupan. Penyair menampilkan pagi sebagai lambang permulaan baru yang cerah, penuh potensi, dan menyegarkan batin.
Pagi tidak digambarkan secara langsung dengan kata “matahari” atau “cahaya”, tetapi melalui simbol alam seperti “embun”, “seruling”, dan “wajah berseri”, yang menunjukkan kekayaan imaji dan sensitivitas puitik khas penyair.
Dengan tema ini, puisi menanamkan nilai kepekaan anak terhadap lingkungan — agar mereka mampu melihat hal-hal kecil di sekitar sebagai sumber keindahan dan makna.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi “Wajahnya-Wajahnya” adalah bahwa setiap pagi membawa pesan tentang kebaruan, harapan, dan kehidupan yang terus bergerak.
Kata “wajahnya-wajahnya” dapat ditafsirkan sebagai simbol dari berbagai bentuk kehidupan yang menampakkan diri di pagi hari — bisa berarti manusia, tumbuhan, bahkan perasaan itu sendiri.
Selain itu, ada makna spiritual yang lembut: setiap hari baru adalah kesempatan untuk memperbarui diri. Embun yang bening melambangkan hati yang bersih, sementara seruling yang “tertidur suaranya” menggambarkan keheningan sebelum kehidupan kembali berdenyut.
Puisi ini mengajarkan bahwa di balik kesederhanaan pagi, selalu tersimpan keindahan yang menenangkan dan menginspirasi.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini terasa tenang, segar, dan puitis.
Dari baris pertama, “Seru seruling ada embun bening”, pembaca langsung diajak memasuki suasana pagi yang hening namun hidup. Keheningan itu perlahan berubah menjadi gerak — “di udara saja”, “bila sudah bangun”, “di pagi memberi arti” — seolah dunia baru saja membuka matanya.
Kesan yang muncul adalah suasana damai penuh kesadaran, cocok dengan karakter anak-anak yang sedang belajar mengenali dunia melalui pancaindra dan rasa ingin tahu.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini mengandung pesan moral dan estetis yang halus, antara lain:
- Belajarlah melihat keindahan dalam hal-hal kecil, seperti embun, udara, atau pagi.
- Setiap hari adalah anugerah baru yang memberi arti bagi kehidupan.
- Keceriaan dan kebersihan hati, seperti pagi yang segar, akan membawa kebahagiaan.
- Alam adalah cermin kehidupan — penuh kesederhanaan, tetapi juga sarat makna.
Dengan kata lain, penyair mengajak pembaca, khususnya anak-anak, untuk memiliki mata yang peka terhadap keindahan dan hati yang lembut dalam meresapi kehidupan sehari-hari.
Imaji
Puisi ini sangat kuat dalam imaji visual dan imaji bunyi. Beberapa contohnya:
- “Seru seruling ada embun bening” → menghadirkan imaji bunyi (seruling) sekaligus imaji visual (embun bening), menciptakan suasana pagi yang segar dan musikal.
- “Wajahnya wajahnya berembun serupa seledri / Hijau berseri di halaman” → menghadirkan imaji visual yang tajam, memperlihatkan warna hijau daun dan kesegaran taman di pagi hari.
- “Di udara saja” → memberi kesan imaji gerak, menggambarkan sesuatu yang lembut melayang di udara, mungkin aroma pagi atau getaran suara.
Imaji dalam puisi ini menonjolkan kekuatan alam yang tenang dan menggugah rasa kagum — sederhana, tetapi hidup dan menyentuh.
Majas
Puisi ini memanfaatkan beberapa majas untuk memperindah bahasa dan memperkuat makna, di antaranya:
- Personifikasi: “Seru seruling ada embun bening / Lantaran tertidur suaranya” → Seruling digambarkan seperti makhluk hidup yang bisa “tertidur”. Ini memberikan nuansa lembut dan hidup pada alam sekitar.
- Metafora: “Wajahnya wajahnya berembun serupa seledri” → Wajah-wajah disamakan dengan seledri yang hijau dan berseri. Ini bukan perbandingan langsung (simile biasa), tetapi perumpamaan kias yang menciptakan kesan kesegaran alami.
- Repetisi: Pengulangan kata “wajahnya wajahnya” memberikan efek musikal dan menegaskan tema utama: bahwa pagi penuh dengan banyak wajah — kehidupan yang beraneka.
- Simile (Perbandingan Langsung): “Serupa seledri” → menggambarkan kesegaran dan warna hijau sebagai simbol kehidupan dan harapan.
Majas-majas ini memberi kesan ritmis dan imajinatif yang kuat, sesuai dengan karakter puisi anak yang penuh irama dan kedekatan dengan alam.
Puisi “Wajahnya-Wajahnya” karya Agus Budi Wahyudi adalah karya yang lembut namun sarat makna. Dengan bahasa yang musikal dan penuh imaji, penyair menggambarkan keindahan pagi sebagai simbol kebaruan, kehidupan, dan kesucian batin.
Melalui embun, seruling, dan wajah-wajah berseri, puisi ini mengajak pembaca — terutama anak-anak — untuk memandang dunia dengan mata yang penuh rasa kagum.
Ia mengajarkan bahwa setiap pagi, setiap wajah, dan setiap helai embun memiliki arti tersendiri dalam kehidupan.
Dengan tema tentang keindahan dan harapan, makna tersirat tentang kesadaran hidup, serta imaji visual dan bunyi yang kuat, puisi ini menjadi contoh indah bagaimana bahasa sederhana bisa menyampaikan kedalaman makna.
“Wajahnya-Wajahnya” bukan sekadar tentang pagi, melainkan tentang cara kita melihat kehidupan dengan hati yang segar dan bersyukur.
Karya: Agus Budi Wahyudi
Biodata Agus Budi Wahyudi:
- Agus Budi Wahyudi lahir pada tanggal 18 Agustus 1960 di Kudus.
