Sajak untuk Papa
Papa, adakah kau serta
menghuni hatiku?
Tatkala haus merasuk dahagaku
kering, tandus menyerpih duka ....
Papa, adakah namaku tertera
dalam bathinmu?
Adakah seserpih hasil yang tersisa buatku?
Sayang Pa, kita hanya dapat bersua dalam angan
hingga gejolak rinduku, pengaduanku
hanya dapat berputar di sekitar mimpi
mimpi ....
Sumber: Bunga Anggrek untuk Mama (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1981)
Analisis Puisi:
Puisi “Sajak untuk Papa” karya Sherly Malinton adalah sebuah ungkapan perasaan rindu dan kehilangan yang begitu mendalam. Dalam karya ini, penyair menyuarakan suara seorang anak yang sedang berbicara kepada sosok ayah—seseorang yang mungkin telah tiada atau jauh tak terjangkau. Bahasa yang digunakan lembut, melankolis, dan sarat perasaan batin yang tulus, menjadikan puisi ini menyentuh sisi emosional pembacanya.
Tema
Tema utama puisi “Sajak untuk Papa” adalah kerinduan seorang anak kepada ayahnya yang telah pergi atau tiada. Puisi ini menggambarkan keterikatan emosional yang kuat antara anak dan ayah, meskipun jarak dan waktu telah memisahkan mereka. Tema kerinduan ini dipadukan dengan nuansa kehilangan dan penyesalan, mencerminkan hubungan kasih sayang yang tidak bisa diungkapkan lagi secara langsung di dunia nyata.
Puisi ini bercerita tentang seorang anak yang merindukan sosok ayahnya dan mencoba “berbicara” dengannya melalui hati dan kenangan. Dalam larik “Papa, adakah kau serta menghuni hatiku?”, penyair mengekspresikan kerinduan spiritual—seolah sang ayah masih hidup dalam hatinya, meski fisiknya telah tiada. Larik “Sayang Pa, kita hanya dapat bersua dalam angan” menggambarkan bahwa pertemuan mereka hanya mungkin terjadi dalam mimpi dan bayangan. Anak itu merasa sepi, haus akan kasih sayang dan kehadiran ayahnya yang tak mungkin kembali.
Puisi ini menjadi bentuk percakapan batin yang sederhana namun sarat makna, antara seorang anak yang penuh kerinduan dengan sosok ayah yang menjadi simbol cinta dan pelindung yang hilang.
Makna tersirat
Makna tersirat dalam puisi “Sajak untuk Papa” adalah tentang kehilangan dan cinta abadi antara anak dan orang tua. Penyair ingin menyampaikan bahwa meskipun seseorang telah tiada, kasih dan kenangan yang pernah diberikan tetap hidup dalam hati. Puisi ini juga mengandung pesan tentang kerinduan spiritual, yaitu bagaimana manusia berusaha menjangkau mereka yang telah pergi melalui doa, ingatan, dan mimpi.
Selain itu, makna tersirat lainnya adalah kesadaran akan rapuhnya kehidupan, bahwa kasih sayang terkadang baru benar-benar dirasakan nilainya ketika sosok yang dicintai sudah tidak ada di sisi kita.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini sendu, hening, dan penuh kerinduan. Kata-kata seperti “haus merasuk dahagaku”, “kering, tandus menyerpih duka”, dan “hanya dapat berputar di sekitar mimpi” menciptakan nuansa kesepian yang mendalam. Suasana seolah berada di antara dunia nyata dan dunia kenangan, di mana penyair berdiri sendirian, berbicara pada sosok yang hanya bisa ia temui dalam mimpi. Kesedihan yang muncul bukanlah tangis histeris, melainkan kesedihan yang lembut dan pasrah, menandakan cinta yang tetap hidup meskipun diliputi kehilangan.
Amanat / pesan yang disampaikan puisi
Amanat yang dapat diambil dari puisi “Sajak untuk Papa” adalah bahwa kasih sayang antara anak dan orang tua tidak akan pernah terputus, bahkan oleh kematian sekalipun.
Penyair ingin mengingatkan pembaca untuk menghargai keberadaan orang tua selagi mereka masih hidup, karena setelah kepergian mereka, hanya penyesalan dan kerinduan yang tersisa.
Selain itu, puisi ini juga menyampaikan pesan tentang ketabahan menghadapi kehilangan—bahwa meski seseorang telah tiada, kenangan dan cinta tetap bisa menjadi sumber kekuatan bagi yang ditinggalkan.
Imaji
Puisi ini mengandung imaji perasaan (emosional) dan visual yang lembut. Contohnya:
- “haus merasuk dahagaku” menciptakan imaji rasa kering dan perih yang menggambarkan kehampaan batin.
- “kering, tandus menyerpih duka” menimbulkan bayangan padang gersang yang menjadi simbol hati yang kehilangan kasih.
- “kita hanya dapat bersua dalam angan” melukiskan pertemuan khayal yang menyentuh, seolah terjadi di dunia mimpi.
Imaji-imaji tersebut menegaskan betapa kuat rasa rindu dan kehilangan yang dirasakan penyair, dan bagaimana emosi itu mengalir dalam bentuk gambar batin yang nyata di benak pembaca.
Majas
Sherly Malinton menggunakan beberapa majas (gaya bahasa) yang memperindah sekaligus memperdalam makna puisinya:
Personifikasi:
- “haus merasuk dahagaku” → haus digambarkan seolah memiliki kemampuan untuk merasuk, memperkuat rasa hampa.
- “kering, tandus menyerpih duka” → kesedihan diibaratkan seperti tanah tandus yang mengering dan rapuh.
Metafora:
- “menghuni hatiku” → menggambarkan sosok ayah yang hidup dalam kenangan batin, bukan dalam bentuk fisik.
- “berputar di sekitar mimpi” → mimpi diibaratkan sebagai dunia tempat kenangan berulang tanpa akhir.
Repetisi:
- Pengulangan kata “Papa” di awal beberapa larik memberikan tekanan emosional, menandakan panggilan batin yang kuat dari seorang anak kepada ayahnya.
Majas-majas ini memperkuat ekspresi perasaan, menjadikan puisi lebih hidup dan menyentuh hati pembaca.
Puisi “Sajak untuk Papa” karya Sherly Malinton merupakan ungkapan cinta dan rindu seorang anak kepada ayah yang telah pergi. Dengan tema kerinduan dan kehilangan, penyair berhasil menghadirkan suasana batin yang mendalam dan jujur. Melalui imaji yang lembut dan majas yang sederhana namun efektif, puisi ini mengajak pembaca merenungi arti cinta keluarga yang abadi. Makna tersiratnya menyentuh kesadaran manusia tentang keterbatasan waktu dan pentingnya menghargai kasih sayang selagi bisa.
Puisi ini menjadi pengingat bahwa meski jarak, waktu, dan kematian memisahkan, cinta sejati tetap hidup dalam hati—sebagai suara lembut yang terus berbisik dalam lorong kenangan dan mimpi.
Karya: Sherly Malinton
Biodata Sherly Malinton:
- Sylvia Sherly Maria Catharina Malinton lahir pada tanggal 24 Februari 1963 di Jakarta.