Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Dongeng dari Langit (Karya Oka Rusmini)

Puisi “Dongeng dari Langit” karya Oka Rusmini bercerita tentang seorang anak — kemungkinan besar perempuan — yang sejak lahir mendapat perhatian ...
Dongeng dari Langit

ketika kau lahir dari rahim tanpa jiwa
aku melihat matahari menumpahkan seluruh cahayanya
pada kelahiranmu
kau menggeliat dan menangkap setiap cahaya
tidak ingin satu tetes bau tubuhmu menyentuh tanah

aku berkata pada bundamu
memahat pertumbuhanmu
aku merasa menjadi ibu
yang turut membentuk kelahiranmu

daun-daun berputar lewat tangan para leluhur
kau lupa
perempuan apa yang pernah meminjamkan rumahnya untukmu
bundamu mengajari persentuhan baru
kau berputar patah-patah
kau hafal silsilah
kaulupakan tanah leluhur
bundamu meminjamkan kau rumah baru
"bermainlah sepuasnya, Matahariku!"
bundamu berteriak
kau tak boleh menyentuh cahaya lain
selain cahaya yang dipintalnya

kelahiranmu
membentukku jadi manusia setengah binatang
kau mulai mengintipku
kaurentangkan kedua tangan
kauhitung waktu yang memutarmu

"anakku, kau harus punya rumah sendiri
kau harus jadi ratu sendiri
aprodite selalu berkaca di sungai
kau harus menjelma dia
buatkan bundamu dunia baru
tunjukkan pada langit
pada para dewa tubuhku yang membusuk
pegang erat tanganku
rasakan kita seperti ujung tombak
yang lupa nama pemiliknya"

1992-1993

Sumber: Warna Kita (2007)

Analisis Puisi:

Puisi “Dongeng dari Langit” karya Oka Rusmini adalah salah satu puisi yang kuat secara emosional dan simbolik. Seperti banyak karya Rusmini lainnya, puisi ini mengolah tema perempuan, tubuh, identitas, garis keturunan, dan tekanan budaya yang membentuk seseorang sejak lahir. Bahasa yang digunakan penuh metafora, imaji terang, dan simbol-simbol mitologis, sehingga puisi ini terasa seperti percampuran antara dongeng sakral dan pergulatan batin seorang perempuan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pembentukan identitas perempuan dalam tekanan budaya, ibu, dan garis leluhur. Puisi ini juga membawa tema tambahan:
  • hubungan rumit antara ibu dan anak
  • warisan tradisi dan tuntutan untuk mengikuti garis leluhur
  • pergulatan perempuan mencari rumah dan jati diri dalam sistem yang membatasinya
  • tubuh dan cahaya sebagai simbol kelahiran, kuasa, dan kontrol
Puisi ini pada dasarnya berbicara tentang perempuan yang dibentuk, diarahkan, bahkan dikungkung oleh ekspektasi budaya dan ibunya sendiri.

Puisi ini bercerita tentang seorang anak — kemungkinan besar perempuan — yang sejak lahir mendapat perhatian luar biasa, baik secara simbolis maupun spiritual. Kelahirannya diceritakan seolah disambut cahaya, matahari, dan para leluhur.

Namun semakin bertumbuh, sang anak menyadari bahwa banyak hal yang membentuknya bukan hanya dirinya sendiri. Ibunya “memahat pertumbuhanmu”, “meminjamkan rumah baru”, dan mengatur cahaya mana yang boleh disentuh. Anak itu dituntut menjadi sesuatu: menjadi ratu, menjadi jelmaan Aphrodite, membentuk dunia untuk ibunya, bahkan menjadi kebanggaan yang harus ditunjukkan pada langit dan para dewa.

Puisi ini menggambarkan perjalanan emosional seorang anak yang terikat pada garis perempuan sebelumnya — ibunya, nenek moyangnya — namun sekaligus ingin menemukan identitasnya di tengah beban warisan itu.

Makna Tersirat

Makna tersirat yang muncul dalam puisi ini cukup kaya, antara lain:
  1. Perempuan tidak lahir sebagai dirinya sendiri — ia dibentuk. Sejak lahir, ia sudah dibebani ekspektasi dan tuntutan.
  2. Ibu adalah figur dominan yang membentuk identitas anak. Bunda dalam puisi ini bukan hanya ibu biologis, tetapi representasi budaya dan tradisi.
  3. Ada konflik antara garis leluhur dan pencarian identitas pribadi. “Kau lupakan tanah leluhur” menunjukkan benturan antara modernitas dan tradisi.
  4. Cahaya adalah simbol kuasa dan batasan. Anak hanya boleh menyentuh “cahaya yang dipintalnya”—sebuah metafora kontrol ibu terhadap kebebasan anak.
  5. Menjadi perempuan sering berarti menanggung tubuh, nama, dan beban generasi sebelumnya.
  6. Ada keinginan membebaskan diri, namun masih terikat oleh rasa bersalah dan cinta pada ibu.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini:
  • magis dan mitologis — kehadiran cahaya, matahari, leluhur, Aphrodite
  • intens dan emosional — hubungan ibu-anak terasa penuh tekanan dan cinta sekaligus
  • mistis dan sakral — kelahiran diperlakukan sebagai peristiwa kosmik
  • melankolis — ada rasa kehilangan identitas dan keterpaksaan
Suasana keseluruhan terasa seperti drama batin di dalam ruang spiritual yang penuh simbol.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Beberapa amanat yang dapat dibaca dari puisi ini:
  1. Identitas adalah ruang yang harus kita perjuangkan sendiri. Meski dibentuk oleh ibu atau budaya, seseorang tetap harus menemukan “rumahnya”.
  2. Jangan membiarkan tradisi atau orang lain menentukan cahaya yang boleh kita sentuh.
  3. Hubungan ibu-anak adalah kompleks, penuh cinta sekaligus tekanan.
  4. Perempuan harus berani menemukan diri, bukan hanya menjadi representasi keinginan orang lain.

Imaji

Puisi ini penuh imaji kuat yang khas karya Oka Rusmini:

Imaji cahaya dan matahari
  • Melambangkan energi, kelahiran, kekuasaan, dan kendali.
Imaji tubuh dan rahim
  • Menghadirkan aspek biologis sekaligus simbolik perempuan sebagai tempat kelahiran dan pembentukan.
Imaji daun, leluhur, dan tanah
  • Simbol hubungan dengan masa lalu, tradisi, dan akar budaya.
Imaji mitologis
  • Menandai tuntutan kecantikan, kesempurnaan, dan peran perempuan sebagai simbol keindahan.
Imaji tombak yang lupa pemiliknya
  • Sangat kuat, menggambarkan hilangnya identitas dan fungsi diri.
Imaji-imaji tersebut menghadirkan suasana magis namun juga menegangkan.

Majas

Beberapa majas yang tampak dominan:

Metafora
  • “Ketika kau lahir dari rahim tanpa jiwa”
  • “Buatkan bundamu dunia baru”
  • “Kita seperti ujung tombak yang lupa nama pemiliknya”
Personifikasi
  • “Aku melihat matahari menumpahkan seluruh cahayanya” Cahaya seolah memiliki kehendak dan batasan moral.
Simbolisme
  • Cahaya = kuasa, batasan
  • Rumah = tubuh/peran perempuan
  • Leluhur = tradisi dan tekanan budaya
  • Aphrodite = kecantikan, standar feminin, tuntutan menjadi “sempurna”
Majas-majas ini menciptakan kesan dramatis dan spiritual yang sangat kuat.

Puisi “Dongeng dari Langit” adalah puisi yang kaya makna, menggambarkan bagaimana seorang perempuan dibentuk oleh rahim, cahaya, ibu, dan leluhur. Oka Rusmini menunjukkan bahwa identitas perempuan bukan sekadar lahir begitu saja, melainkan hasil tarik-menarik antara tradisi, harapan ibu, dan pergulatan batin.

Oka Rusmini
Puisi: Dongeng dari Langit
Karya: Oka Rusmini

Biodata Oka Rusmini:
  • Oka Rusmini lahir di Jakarta pada tanggal 11 Juli 1967.
© Sepenuhnya. All rights reserved.