Analisis Puisi:
Puisi “Notasi Kenangan” karya Wayan Jengki Sunarta merupakan salah satu puisi yang penuh simbol, gelap, dan sarat kesedihan spiritual. Kata-kata dipilih dengan atmosfer yang pekat, menghadirkan suasana seperti ingatan retak yang tercampur antara kerinduan, trauma, dan penyerahan diri. Dengan menggunakan simbol alam, bayangan, dan api sebagai pusat makna, puisi ini terasa seperti sebuah elegi tentang hubungan yang menyakitkan namun begitu melekat pada jiwa.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kenangan yang penuh luka dan kehancuran batin. Penyair seperti mengungkapkan jejak hubungan yang meninggalkan trauma mendalam, simbol-simbol kehancuran, serta rasa pasrah akan luka yang tak bisa dihindari.
Tema lain yang sangat kuat adalah pertemuan antara cinta dan derita, di mana sosok “kau” menjadi sumber cahaya sekaligus api yang membakar ruh sang aku-lirik.
Puisi ini bercerita tentang seorang aku-lirik yang mengenang masa lalu yang penuh luka. Ia menggambarkan “jiwaku lebam”, “terkubur di reruntuhan puri bulan”, dan “rumah ruhku telah hangus” — allusi kuat tentang kehancuran batin akibat peristiwa atau hubungan yang amat melukai.
Di tengah reruntuhan kenangan itu, aku-lirik masih melihat bayangan sosok “kau” yang pernah melindunginya seperti pohon ara, namun pada akhirnya justru menjadi “api saktimu” yang membakar habis dirinya.
Puisi ini adalah perjalanan batin antara ingatan, kehilangan, dan ketidakberdayaan di hadapan seseorang yang begitu berpengaruh dalam hidupnya.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini dapat dibaca melalui simbol-simbol yang digunakan:
- Luka batin yang mendalam. “Jiwaku lebam”, “rumah ruhku hangus”, dan “aku abu” menggambarkan penderitaan emosional yang sangat kuat — luka yang bukan hanya melukai fisik, tetapi sampai ke jiwa.
- Hubungan toksik atau hubungan spiritual yang membakar. imbol api dalam “api saktimu” menunjukkan bahwa sosok “kau” bukan sekadar kekasih, melainkan sumber kekuatan besar yang mampu membangkitkan sekaligus menghancurkan.
- Kenangan sebagai sesuatu yang menghantui. “Baris-baris puisi telah mengepung malam” menandakan bahwa kenangan itu terus hadir dalam pikiran, tidak bisa dilupakan.
- Kehilangan arah dan rumah. “Ke mana kutuntun pedih pengungsian” memperlihatkan krisis identitas: tidak ada tempat untuk pulang, tidak ada ruang aman setelah semua terbakar.
- Relasi antara abu dan api. Pada akhir puisi: “aku abu / dalam persajianmu / kau api dalam ruhku” menyiratkan hubungan asimetris: aku-lirik telah luluh, sedangkan sosok “kau” tetap menjadi kekuatan yang menguasai.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini adalah gelap, muram, magis, dan penuh kesedihan metafisik.
- Gambaran reruntuhan, kampung lorong-lorong, laron, malam berhujan, senja, abu, api — semuanya membangun atmosfer yang melankolis dan mistis.
- Ada juga suasana seperti ritual atau suasana spiritual, terutama pada bagian akhir, yang memberi kesan puisi ini bukan hanya tentang cinta, tetapi tentang hubungan metafora yang sakral dan menyakitkan.
Amanat atau Pesan yang Disampaikan Puisi
Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini antara lain:
- Kenangan dapat meninggalkan luka mendalam, bahkan lebih dari yang dapat dilihat oleh orang lain.
- Bukan semua hubungan membawa kebahagiaan — beberapa hubungan bisa membakar habis diri seseorang.
- Untuk memahami diri, seseorang terkadang harus menghadapi reruntuhan masa lalu.
- Kekuatan cinta atau kedekatan emosional dapat menjadi api yang membangun atau menghancurkan, tergantung bagaimana ia dijalani.
Imaji
Puisi ini sangat kaya dengan imaji kuat dan simbolis:
Imaji visual
- “jiwaku lebam”
- “reruntuhan puri bulan”
- “lorong-lorong kampung”
- “pohon ara di depan gapura”
- “mawar putih membuka senja”
- “rumah ruhku telah hangus”
- “aku abu”
Gambarannya kuat, dramatis, dan berlapis.
Imaji suasana
- “musim laron”
- “malam berhujan”
Menciptakan suasana muram dan suram.
Imaji spiritual-magis
- “api saktimu”
- “persajianmu”
Menghadirkan nuansa ritual, mistik, dan simbol kepercayaan tertentu.
Majas
Beberapa majas penting dalam puisi ini:
Metafora
- “jiwaku lebam”
- “rumah ruhku hangus”
- “aku abu”
Ini bukan luka fisik, tetapi luka batin yang dipersonifikasikan seperti tubuh terbakar.
Personifikasi
- “mawar putih membuka senja” seolah mawar dapat membuka waktu.
Hiperbola
- “baris-baris puisi mengepung malam” gambaran dilebihkan untuk menunjukkan dominasi kenangan.
Simbolisme
- bulan, mawar putih, laron, api, abu adalah simbol yang menyiratkan status batin dan dinamika hubungan.
Paralelisme
- baris-baris awal yang bertumpuk dengan struktur serupa menguatkan kesan runtuh dan penuh tekanan.
Puisi “Notasi Kenangan” adalah puisi tentang kehancuran batin, tentang cinta yang melukai, dan tentang kenangan yang tetap hidup meski sudah berubah menjadi abu. Dengan imaji yang pekat, majas yang kuat, dan suasana yang magis, Wayan Jengki Sunarta menghadirkan puisi yang terasa seperti ritual mengenang luka—puisi yang hidup di antara reruntuhan perasaan.
Karya: Wayan Jengki Sunarta
Biodata Wayan Jengki Sunarta:
- Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
