Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pelayaran Menuju Senja (Karya Tri Astoto Kodarie)

Puisi “Pelayaran Menuju Senja” karya Tri Astoto Kodarie menghadirkan suasana perjalanan laut yang penuh simbol dan refleksi batin. Pelayaran di ...
Pelayaran Menuju Senja

Masih tersisa bau amis di geladak. Mungkin takdir saat angin bermain gelombang
seperti bercinta antara ada dan tiada tanpa kegaduhan
hanya serupa cahaya jatuh dari bulir percikan air laut

Padahal pelayaran itulah yang memiliki kisah sendiri
menyesatkan di arus permainan gelombang dan terus berulang
sampai terhempas berderit layar tanpa luka yang terbaca

Tak ada yang benar-benar mengerti kapan pulang
meski pun musim sudah lama tersimpan di kepala
adalah takdir dari semesta menghempas tak henti di dada

Sudah sebagian matahari membenamkan sunyi
di jauhan arakan burung menuju entah
perahu masih melaju tanpa cemas kehilangan waktu

Masih saja gelisah ingatan tanpa tahu akan mengantar kepulangan
dan bahasa gelombang hanya menyisakan gemuruh di udara
membentur waktu yang tersimpan dari masa lalu.

Parepare, 2020

Analisis Puisi:

Puisi “Pelayaran Menuju Senja” karya Tri Astoto Kodarie menghadirkan suasana perjalanan laut yang penuh simbol dan refleksi batin. Pelayaran di sini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan hidup yang perlahan bergerak menuju ketidakpastian, kedewasaan, kenangan, bahkan kematian. Penyair menggambarkan relasi manusia dengan waktu, takdir, dan ingatan melalui gambaran laut yang bergolak, angin yang bermain, gelombang yang menyesatkan, hingga senja yang membenamkan sunyi.
Bahasa yang digunakan penuh kesenyapan, kesedihan, dan perenungan. Segala unsur laut yang muncul dalam puisi bukan hanya latar tempat, tetapi juga metafora kehidupan.

Tema

Tema dalam puisi ini merujuk pada: Tema perjalanan hidup, takdir, dan ketidakpastian menuju akhir. Senja dalam puisi ini menjadi simbol kuat yang menunjukkan arah perjalanan: menuju redupnya cahaya, menuju titik akhir, menuju penutup hari. Pelayaran yang “masih melaju tanpa cemas kehilangan waktu” menunjukkan kehidupan yang terus bergerak meski ada beban ingatan dan misteri tentang kepulangan.

Tema lain yang tersirat:
  • pergulatan dengan masa lalu,
  • kesendirian dalam perjalanan hidup,
  • hubungan manusia dengan waktu dan alam,
  • pencarian makna di tengah ketidakpastian.
Puisi ini bercerita tentang sebuah pelayaran yang menyisakan jejak, aroma, dan kenangan. Narasi pelayaran menjadi metafora perjalanan batin seseorang yang masih dibayangi masa lalu (“bau amis di geladak”) dan tak pernah sepenuhnya mengerti kapan pulang.

Beberapa hal yang diceritakan dalam puisi:
  • Perjalanan yang panjang dan berulang, dihantui gelombang dan takdir alam.
  • Ketidakmampuan manusia mengontrol arah, meski terus mencoba memahami tanda-tanda musim dan waktu.
  • Senja yang menandai perubahan hari, perubahan hidup, dan mendekatnya kesunyian.
  • Ingatan yang gelisah dan masa lalu yang terus menghantam “membentur waktu yang tersimpan”.
  • Pelayaran tidak hanya tentang laut, tetapi tentang hidup yang tak pernah benar-benar berhenti bertanya.

Makna Tersirat

Makna tersirat sangat kuat dalam puisi ini. Beberapa makna tersirat yang dapat dibaca:
  1. Pelayaran sebagai perjalanan hidup menuju senja (akhir kehidupan). Senja adalah simbol usia senja, fase menuju redup—bisa berarti tua, lelah, atau mendekati kematian.
  2. Aroma amis sebagai simbol luka lama. “Bau amis di geladak” bukan hanya bau darah ikan laut, tetapi tanda luka, kenangan yang belum tuntas, pengalaman yang pahit.
  3. Gelombang sebagai gambaran ujian dan perputaran hidup. Gelombang “menyesatkan” menggambarkan perjalanan yang tak selalu mulus dan penuh keraguan.
  4. Kepulangan yang tidak pasti. Larik “tak ada yang benar-benar mengerti kapan pulang” menandakan manusia tidak pernah tahu kapan tiba “di akhir”, entah itu pulang secara fisik, pulang secara batin, atau pulang kepada Tuhan.
  5. Ingatan yang gelisah sebagai beban masa lalu. Ingatan menyimpan gemuruh, membentur waktu, tanda bahwa masa lalu masih menjadi beban yang mempengaruhi perjalanan saat ini.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang dominan dalam puisi ini:
  • melankolis,
  • hening,
  • reflektif,
  • penuh gelisah,
  • misterius,
  • kadang getir,
  • sepi namun tetap bergerak.
Suasana ini membangun nuansa pelayaran yang bukan heroik, melainkan kontemplatif—sebuah perjalanan tanpa kepastian namun tetap dijalani.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Beberapa pesan atau amanat yang dapat ditarik:
  1. Hidup adalah perjalanan yang tak selalu kita mengerti arah dan tujuannya.
  2. Masa lalu bisa menjadi beban, tetapi perjalanan harus terus dilanjutkan.
  3. Tidak ada yang tahu kapan akhir atau kepulangan tiba; manusia hanya bisa menjalani takdir.
  4. Waktu adalah kekuatan besar yang terus bergerak, bahkan ketika kita berhenti.
Puisi ini tidak memberi nasihat langsung, tetapi menyadarkan kita tentang kerentanan manusia.

Imaji

Imaji laut yang sangat kuat mendominasi puisi ini:

Imaji visual:
  • bau amis di geladak
  • angin bermain gelombang
  • cahaya jatuh dari bulir percikan air laut
  • matahari membenamkan sunyi
  • arakan burung menuju entah
Imaji auditif:
  • gemuruh di udara
  • membentur waktu
Imaji gerak:
  • perahu masih melaju
  • gelombang menyesatkan dan berulang
Imaji-imaji ini membangun atmosfer laut yang hidup dan simbolik.

Majas

Beberapa majas yang tampak jelas:

Metafora
  • “pelayaran menuju senja” sebagai metafora perjalanan hidup menuju akhir.
  • “matahari membenamkan sunyi” — senja sebagai pembawa kesunyian.
Personifikasi
  • “angin bermain gelombang”
  • “bahasa gelombang hanya menyisakan gemuruh”
Alam diperlakukan seperti makhluk hidup yang berinteraksi dengan manusia.

Simbolisme
  • senja → simbol akhir hidup atau fase kematangan
  • gelombang → simbol tantangan, perjalanan batin
  • burung menuju entah → simbol ketidakpastian arah
Hiperbola
  • “menghempas tak henti di dada” menguatkan intensitas perjalanan batin.
Puisi “Pelayaran Menuju Senja” karya Tri Astoto Kodarie adalah meditasi tentang perjalanan hidup yang penuh kenangan, luka, dan gelombang batin. Melalui tema tentang takdir dan pencarian kepulangan, puisi ini menghadirkan makna-makna tersirat yang kaya. Imaji laut yang kuat, suasana melankolis, serta majas-metafora simbolik menjadikan puisi ini kontemplatif dan menyentuh.

Puisi: Pelayaran Menuju Senja
Puisi: Pelayaran Menuju Senja
Karya: Tri Astoto Kodarie

Biodata Tri Astoto Kodarie:
  • Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.
© Sepenuhnya. All rights reserved.