Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sajak di Tahun Baru (Karya Andy Sri Wahyudi)

Puisi “Sajak di Tahun Baru” karya Andy Sri Wahyudi bercerita tentang sekelompok orang yang pada malam tahun baru tidak berada di hotel, kafe, ...
Sajak di Tahun Baru
(Mereka yang giat bekerja ketika dini pagi)
: Arief Kriying

Semalam mereka tidak ada di hotel-hotel
Suara tawa mereka tak terdengar di kafe-kafe
Mereka juga tidak menghadiri pesta-pesta
Bahkan mereka tidak berteriak-teriak di jalanan
Karena semalam mereka setia

Adalah mereka yang layak mewarna pagi pertama
Dengan goresan warna matahari di dadanya
Karena semalam mereka tetap setia bekerja
Khusyuk mempersiapkan doa sehari-hari
Menjadi dini sendiri.

Imogiri Jogja, 1 Januari 2003
dari makam para raja

Sumber: Ibu, Aku Minta Dibelikan Mushola (2012)

Analisis Puisi:

Puisi “Sajak di Tahun Baru” karya Andy Sri Wahyudi merupakan refleksi sosial yang sederhana tetapi tajam. Mengambil latar malam pergantian tahun, puisi ini menghadirkan sudut pandang yang tidak umum: bukan tentang pesta, kembang api, atau euforia merayakan tahun baru, tetapi tentang mereka yang tetap bekerja dalam keheningan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah penghargaan terhadap mereka yang bekerja dalam kesunyian, terutama pada momen-momen ketika orang lain merayakan sesuatu. Puisi ini mengangkat tema ketulusan, kesetiaan, dan makna kerja—bahwa tidak semua perayaan harus dilakukan dengan gemerlap; ada yang memilih mengabdi dalam diam.

Puisi ini bercerita tentang sekelompok orang yang pada malam tahun baru tidak berada di hotel, kafe, pesta, atau jalanan. Mereka tidak ikut bersuka ria merayakan pergantian tahun. Bukan karena mereka tidak ingin, tetapi karena mereka setia. Setia bekerja, setia menjalankan tugasnya, setia menjaga kehidupan tetap berjalan meski semua orang lain merayakan sesuatu.

Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang mewarnai pagi pertama tahun baru dengan “goresan warna matahari,” sebuah gambaran bahwa merekalah yang memberi makna pada hari baru setelah malam panjang pergantian tahun.

Makna Tersirat

Makna tersirat yang dapat ditangkap adalah bahwa kerja yang tulus sering kali tidak terlihat, tetapi sangat berarti. Penyair ingin menunjukkan bahwa kehidupan berjalan bukan karena pesta dan gemerlap, tetapi karena ada orang-orang yang tetap bekerja ketika yang lain merayakan.

Makna lain yang tersirat adalah penghormatan kepada profesi-profesi yang tidak mendapat sorotan publik—misalnya petugas kebersihan, satpam, pengemudi malam, tenaga medis, petugas jaga, atau pekerja-pekerja kecil lainnya.

Puisi ini juga menyiratkan bahwa kesetiaan pada tugas adalah salah satu bentuk ibadah, terlihat dari baris “khusyuk mempersiapkan doa sehari-hari”.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini bersifat tenang, khidmat, dan reflektif. Tidak ada hiruk pikuk, tidak ada dentuman kembang api; yang ada adalah keheningan pekerja malam yang tetap setia menjalankan tugas. Suasana ini memperkuat pesan bahwa tidak semua kebahagiaan bersumber dari keramaian—ada kehangatan tersendiri dalam ketekunan dan kesunyian.

Amanat atau Pesan yang Disampaikan Puisi

Amanat yang muncul dari puisi ini adalah bahwa kita perlu menghargai mereka yang bekerja diam-diam, mereka yang memungkinkan pagi pertama di setiap tahun berjalan tanpa hambatan. Puisi ini mengajak pembaca untuk melihat dan menghargai ketulusan para pekerja yang sering kali tidak mendapat sorotan.

Pesan lain yang dapat ditangkap adalah bahwa kesetiaan pada tugas adalah bentuk pengabdian yang memberikan makna lebih dalam daripada sekadar perayaan luar. Tahun baru tidak hanya soal pesta, tetapi juga tentang menata diri, bekerja, dan mempersiapkan doa.

Imaji

Beberapa imaji kuat dalam puisi ini antara lain:

Imaji visual
  • “tidak ada di hotel-hotel”
  • “suara tawa tidak terdengar di kafe-kafe”
  • “goresan warna matahari di dadanya”.
Gambaran ini menghadirkan kontras antara keramaian pesta dan kesunyian pekerja malam.

Imaji spiritual
  • “khusyuk mempersiapkan doa sehari-hari” menghadirkan nuansa religius dan ketenangan batin.

Majas

Beberapa majas terlihat jelas dalam puisi ini:
  1. Personifikasi: “mewarna pagi pertama… dengan goresan warna matahari di dadanya” (pagi dan matahari diperlakukan seperti sosok yang bisa dilukis pada dada seseorang)
  2. Metafora: “goresan warna matahari di dadanya” sebagai simbol semangat dan cahaya kebaikan dalam diri para pekerja.
  3. Repetisi: Pengulangan “mereka tidak…” di awal beberapa baris, menegaskan kontras antara pesta dan kerja.
Puisi “Sajak di Tahun Baru” menghadirkan perspektif yang hangat dan menyentuh tentang siapa sebenarnya yang memberi makna pada hari pertama sebuah tahun baru: bukan mereka yang bersorak dan pesta, tetapi mereka yang tetap bekerja dalam kesunyian. Melalui tema yang kuat, makna tersirat yang mendalam, imaji yang sederhana namun efektif, dan penggunaan majas yang halus, Andy Sri Wahyudi mengajak kita untuk merenungi kembali arti “perayaan” yang sejati.

Andy Sri Wahyudi
Puisi: Sajak di Tahun Baru
Karya: Andy Sri Wahyudi
© Sepenuhnya. All rights reserved.