Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sajak Transmigran (Karya F. Rahardi)

Puisi “Sajak Transmigran” karya F. Rahardi bercerita tentang seorang transmigran yang hidupnya tidak pernah lepas dari satu hal: singkong. Singkong ..
Sajak Transmigran (2)

dia selalu singkong
dan terus-menerus singkong
hari ini singkong
tadi malam singkong
besuk mungkin singkong
besuknya lagi juga singkong
di rumah sepotong singkong
di ladang seikat singkong
di pasar segerobak singkong
di rumah tetangga sepiring singkong
enam bulan lagi tetap singkong
setahun lagi tetap singkong
sepuluh tahun masih singkong
duapuluh tahun makin singkong
dan limapuluh tahun kemudian
transmigran beruban
sakit-sakitan
mati
lalu dikubur di ladang singkong

1983

Analisis Puisi:

Puisi “Sajak Transmigran” karya F. Rahardi adalah salah satu kritik sosial paling tajam dalam sastra Indonesia. Dengan bahasa yang sangat sederhana, repetitif, bahkan terkesan datar, penyair justru menghadirkan potret getir kehidupan seorang transmigran yang berkutat pada satu hal: singkong. Kata yang terus-menerus diulang itu bukan hanya menggambarkan makanan, tetapi menjadi simbol keterbatasan, kemiskinan, dan nasib yang stagnan sepanjang hidup.

Puisi ini mencerminkan realitas pahit program transmigrasi di Indonesia pada masa lalu—yang sering kali menjanjikan harapan, tetapi berakhir dengan penderitaan dan keterasingan bagi banyak pesertanya.

Tema

Tema utama puisi ini adalah keterpurukan hidup transmigran yang tidak mengalami perubahan sosial maupun ekonomi. Tema lainnya mencakup:
  • kemiskinan yang turun-temurun
  • kegagalan program pembangunan
  • kehidupan monoton yang tanpa harapan
  • kritik sosial terhadap sistem yang tidak berpihak pada rakyat kecil
Puisi ini bercerita tentang seorang transmigran yang hidupnya tidak pernah lepas dari satu hal: singkong. Singkong hadir di:
  • rumah
  • ladang
  • pasar
  • rumah tetangga
Saking melekatnya, singkong menjadi penanda hidupnya dari tahun ke tahun—hingga 50 tahun kemudian, ketika ia sudah tua, sakit-sakitan, lalu meninggal, bahkan dikubur di ladang singkong.

Puisi ini menggambarkan bagaimana:
  • Hidup seorang transmigran tidak berubah dari hari ke hari.
  • Kemiskinan dan keterbatasan menjadi lingkar hidup yang mustahil ditembus.
  • Nasibnya digambarkan melalui satu kata yang terus muncul: singkong.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini sangat kuat, di antaranya:
  1. Kritik terhadap program transmigrasi yang gagal. Transmigran dijanjikan hidup lebih baik, namun kenyataannya mereka hidup dalam monoton dan kemiskinan.
  2. Singkong sebagai simbol stagnasi sosial. Singkong bukan sekadar makanan; ia menjadi metafora bagi nasib yang tidak berubah—murah, sederhana, bahkan dianggap “makanan kelas bawah”.
  3. Ketidakadilan struktural. Puisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat kecil kerap menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak, hingga hidup mereka berakhir tanpa peningkatan kualitas hidup sedikit pun.
  4. Ironi kehidupan manusia. Tokoh dalam puisi menghabiskan puluhan tahun dengan rutinitas yang sama, tanpa mobilitas ekonomi, dan akhirnya meninggal dalam kondisi yang sama miskinnya.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang muncul dalam puisi meliputi:
  • Suram: Pengulangan kata “singkong” menimbulkan perasaan jenuh, monoton, dan tanpa harapan.
  • Tragis: Gambaran hidup yang tidak berubah selama puluhan tahun menunjukkan tragedi sosial.
  • Ironis: Kematian tokoh yang dikubur di ladang singkong memberikan ironi pahit: ia hidup dan mati dalam lingkaran yang sama.

Imaji dalam Puisi

Walaupun bahasanya sederhana, puisi ini kaya dengan imaji konkret yang menggambarkan kondisi sosial:

Imaji visual kehidupan desa dan ladang
  • di rumah sepotong singkong
  • di ladang seikat singkong
  • di pasar segerobak singkong
  • dikubur di ladang singkong
Imaji tersebut menciptakan gambaran tentang kehidupan transmigran yang serba terbatas, berputar pada satu jenis hasil pertanian saja.

Imaji temporal yang kuat

Pengulangan waktu:
  • hari ini
  • tadi malam
  • besuk
  • setahun lagi
  • sepuluh tahun
  • duapuluh tahun
  • limapuluh tahun
Imaji waktu ini memperkuat kesan bahwa waktu terus bergerak, tetapi hidup tokoh tetap sama.

Imaji fisik manusia tua
  • beruban
  • sakit-sakitan
  • mati
Imaji ini memberikan sentuhan tragis pada penghujung hidup tokoh.

Majas dalam Puisi

Beberapa majas yang muncul:
  • Repetisi (paling dominan): Pengulangan kata singkong membentuk ritme yang monoton, menegaskan kebosanan dan stagnasi.
  • Ironi: Ironi tampak pada janji baik program transmigrasi yang ternyata hanya menghasilkan hidup yang tidak berubah.
  • Metafora: Singkong berfungsi sebagai metafora nasib dan kemiskinan yang menetap.
  • Hiperbola halus (bersifat ironi): Penggambaran rentang waktu 50 tahun tidak berubah menambah kesan ironi dan kritik.

Amanat atau Pesan

Puisi ini mengandung beberapa amanat:
  1. Kebijakan pembangunan harus berpihak pada manusia, bukan sekadar angka atau program.
  2. Kemiskinan struktural tidak akan berubah tanpa dukungan nyata.
  3. Hidup manusia tidak seharusnya berputar dalam lingkar kemiskinan yang sama selama puluhan tahun.
  4. Pemerintah perlu memahami realitas di lapangan, bukan sekadar membangun citra keberhasilan.
Puisi “Sajak Transmigran” karya F. Rahardi adalah kritik sosial yang tajam tetapi disampaikan dengan bahasa yang sangat sederhana. Melalui pengulangan kata singkong, penyair menggambarkan nasib transmigran yang terjebak dalam kemiskinan dan monoton hidup yang tidak berubah bahkan setelah puluhan tahun. Dengan imaji konkret, suasana suram, dan ironi yang kuat, puisi ini menjadi pengingat bahwa pembangunan harus benar-benar menyentuh kehidupan manusia, bukan hanya menjadi slogan kosong.

Floribertus Rahardi
Puisi: Sajak Transmigran
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.