Oleh Esterlin Merrinov Putri Dewanti
Dalam urusan asmara, anak muda sekarang sering berada di persimpangan yang sama: memilih balikan dengan mantan atau membuka hati untuk orang baru. Dua pilihan yang kelihatannya sederhana, tapi ketika dijalani, keduanya bisa berubah jadi dilema yang penuh emosi. Banyak yang pura-pura santai, tapi diam-diam bingung. Banyak yang bilang “terserah hati”, padahal hati sendiri sering membingungkan.
Kenapa Mantan Terasa Aman untuk Kembali?
Untuk sebagian anak muda, mantan adalah tempat paling aman untuk kembali. Ada rasa nyaman yang tidak perlu dijelaskan. Sudah tahu kebiasaan satu sama lain, tahu cara berkomunikasi, dan paham batasan-batasan yang membuat hubungan bisa berjalan. Mereka sudah pernah tertawa bersama, pernah berantem, pernah baikan lagi. Semua itu membentuk memori yang sulit diganti oleh orang baru. Balikan terasa lebih praktis. Tidak perlu adaptasi panjang, tidak perlu basa-basi perkenalan, dan tidak perlu melewati fase canggung yang sering membuat orang malas membuka hati lagi. Hubungan lama ibarat rumah yang meski pernah bocor, pintunya tetap terasa familiar untuk pulang.
Ketika Melangkah Pergi Justru Lebih Sehat
Tapi di sisi lain, tidak sedikit yang justru memilih melangkah pergi dan membuka lembar baru. Bagi mereka, mantan bukan lagi tempat untuk kembali, melainkan bagian dari proses pendewasaan. Ada luka yang tidak ingin diulang, ada kecewa yang tidak ingin dirasakan lagi. Mereka percaya bahwa hubungan baru memberikan kesempatan untuk memperbaiki cara mencintai dan dicintai. Dengan orang baru, tidak ada beban memori lama, tidak ada perbandingan, tidak ada bayang-bayang masa lalu yang menghantui. Rasanya seperti mulai dari kertas kosong bersih, ringan, dan penuh harapan.
Risiko Balikan vs Risiko Mengenal Orang Baru
Nyatanya, dua pilihan ini sama-sama punya risiko yang tidak bisa dihindari. Balikan mungkin terasa nyaman, tetapi pola lama bisa saja muncul lagi. Masalah yang dulu menjadi alasan putus bisa kembali menghantam di tengah jalan. Ada juga trauma kecil yang belum selesai, tapi dipaksa untuk diabaikan karena alasan rindu. Sementara itu, mengenal orang baru pun bukan perkara mudah. Butuh energi untuk membuka diri, butuh waktu untuk percaya, dan butuh keberanian untuk menunjukkan sisi-sisi rapuh yang sebelumnya pernah disalahgunakan.
Pengaruh Era Serba Cepat pada Cara Mencintai
Di era sekarang, semuanya bergerak cepat: karier, pertemanan, bahkan cara orang jatuh cinta. Generasi muda terbiasa dengan proses instan mulai dari pesan makanan sampai mencari hiburan. Tanpa disadari, ritme serba cepat ini membuat mereka terbelah dalam cara memandang hubungan. Ada yang memprioritaskan kenyamanan dan stabilitas, ada yang memilih keberanian untuk memulai ulang. Keduanya wajar, keduanya manusiawi.
Intinya Soal Kesiapan Hati
Keputusan untuk kembali pada seseorang atau memberikan kesempatan pada orang baru tidak pernah benar-benar sederhana. Itu bukan soal romantis atau tidaknya pilihan tersebut, tetapi soal kesiapan hati. Anak muda hanya ingin merasa aman, dihargai, dan dicintai dengan cara yang tepat. Entah itu dari seseorang yang pernah menjadi bagian masa lalu, atau dari seseorang yang baru hadir membawa harapan baru.
Hubungan yang Dewasa Adalah Tentang Pertumbuhan
Yang jelas, baik balikan maupun move on, keduanya adalah perjalanan. Keduanya butuh usaha, butuh keberanian, dan butuh kejujuran pada diri sendiri. Karena hubungan yang lebih dewasa bukan selalu tentang siapa yang dipilih, tetapi bagaimana seseorang bertumbuh di dalamnya. Dan pada akhirnya, setiap hati berhak menemukan tempat yang paling membuatnya nyaman untuk pulang meski jalannya panjang dan tidak selalu mulus.