Oleh Muthiah Syafanah
Di era digital seperti sekarang, informasi dapat diakses dengan sangat mudah hanya melalui genggaman tangan. Namun, kemudahan ini sering kali tidak diimbangi dengan kemampuan untuk menilai kebenaran informasi yang diterima. Di sinilah pentingnya literasi ilmiah— kemampuan seseorang untuk memahami konsep, proses, dan cara berpikir ilmiah dalam menilai suatu fenomena atau berita yang beredar.
Literasi ilmiah tidak hanya berkaitan dengan kemampuan membaca atau memahami materi sains, tetapi juga mencakup kemampuan untuk menggunakan cara berpikir ilmiah dalam menilai kebenaran suatu informasi. Cara berpikir ilmiah melibatkan sikap kritis, kebiasaan memeriksa bukti, serta pemahaman tentang bagaimana penelitian dilakukan. Dengan bekal ini, seseorang dapat membedakan antara informasi yang memiliki dasar ilmiah dan klaim yang hanya terdengar meyakinkan tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Di era digital, hoaks kesehatan menjadi salah satu jenis informasi palsu yang paling cepat menyebar dan paling berbahaya. Klaim tentang “obat ajaib”, tips kesehatan tanpa bukti, hingga teori konspirasi medis dapat dengan mudah menyesatkan masyarakat. Literasi ilmiah berperan penting untuk mencegah dampak negatif tersebut. Individu yang memiliki literasi ilmiah baik akan terbiasa mempertanyakan sumber informasi, menelusuri bukti, dan tidak langsung mempercayai pesan berantai yang tidak jelas asal-usulnya. Dengan demikian, literasi ilmiah menjadi benteng utama dalam melindungi masyarakat dari informasi kesehatan yang menyesatkan.
Sekolah memiliki peran strategis dalam mengembangkan literasi ilmiah sejak dini. Melalui pembelajaran yang menekankan proses ilmiah, seperti eksperimen, diskusi, dan analisis data, siswa dilatih untuk membangun argumen berdasarkan bukti. Pendekatan ini tidak hanya membuat siswa memahami konsep sains, tetapi juga menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis yang kelak mereka gunakan ketika menilai berbagai isu kesehatan yang beredar di media sosial. Pendidikan yang baik akan mencetak generasi yang tidak mudah terpengaruh oleh hoaks, terutama dalam isu-isu yang menyangkut keselamatan diri dan orang lain.
Penerapan literasi ilmiah dalam kehidupan nyata dapat terlihat dari bagaimana seseorang mengambil keputusan terkait kesehatan diri dan keluarga. Misalnya, sebelum mencoba produk kesehatan tertentu, individu dengan literasi ilmiah akan mencari data pendukung, membaca ulasan berbasis penelitian, serta mempertimbangkan risiko dan manfaat secara rasional. Mereka juga akan lebih mampu mengenali bias atau klaim yang dilebih-lebihkan dalam iklan produk. Dengan kemampuan tersebut, masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih aman, bertanggung jawab, dan tidak mudah terjebak dalam praktik medis yang tidak terbukti.
Literasi ilmiah menjadi kunci untuk menghadapi maraknya hoaks kesehatan di era digital. Dengan kemampuan berpikir ilmiah, masyarakat dapat menilai kebenaran informasi dan menghindari klaim yang tidak berdasar. Pendidikan berperan penting dalam membentuk pola pikir kritis tersebut sehingga individu mampu mengambil keputusan kesehatan yang lebih aman dan rasional.
Biodata Penulis:
Muthiah Syafanah saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Mulawarman.