Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Peran Konselor: Jadiin Keluarga Kita Lebih Harmonis di Zaman Sekarang

Di balik keluarga yang kuat, ada proses belajar dan pendampingan. Yuk pelajari peran konselor dalam menjaga keseimbangan dan ketahanan keluarga.

Oleh Nura

Keluarga itu kayak fondasi rumah, kan? Tapi sering banget, di balik senyum-senyum di depan umum, ada masalah kayak konflik, perubahan hidup, atau tantangan yang bikin pusing. Dari pengalamanku sendiri, yang sering lihat keluarga-keluarga di sekitar berantem soal uang, anak-anak yang susah ngomong, atau orang tua yang capek kerja, aku yakin banget kalau konselor itu bukan cuma "teman curhat" doang. Mereka kayak pahlawan yang bantu bangun ulang keluarga. Di sini, aku mau share pendapat tentang peran konselor di layanan bimbingan dan konseling keluarga, pastinya sambil didukung pake teori perkembangan keluarga yang aku pelajari. Yuk, kita bahas bareng!

Keluarga

Kenapa konselor itu penting? Bayangin keluarga kayak kapal yang lagi berlayar. Kadang angin kencang datang dari luar, kayak tekanan ekonomi atau pandemi, atau gelombang dari dalam kayak pertengkaran atau masalah kesehatan. Aku, yang pernah lihat keluarga tetangga bercerai atau anak-anak yang nggak bisa komunikasi baik, percaya kalau konselor itu kayak nahkoda yang ahli. Mereka nggak cuma dengerin keluh kesah, tapi bantu keluarga ngobrol dengan sehat, paham pola perilaku masing-masing, dan cari jalan keluar.

Menurutku sih, peran konselor di layanan bimbingan dan konseling keluarga nggak bisa dianggap enteng. Zaman sekarang, keluarga sering terpisah karena gadget atau jarak jauh, jadi konselor jadi jembatan buat bantu keluarga beradaptasi. Mereka bantu keluarga menghadapi perubahan, kayak dari keluarga tradisional ke yang lebih modern. Tanpa konselor, banyak keluarga bisa stuck di siklus masalah yang sama terus. Aku pikir konselor harus lebih dari pendengar, mereka harus jadi motivator, pendidik, dan bahkan inovator yang pake alat kayak terapi online buat jangkau keluarga yang jaraknya jauh.

Buat dukung pendapatku, aku ambil beberapa teori perkembangan keluarga yang kupelajari di kuliah. Teori-teori ini ngejelasin gimana keluarga berkembang lewat tahapan, dan konselor bisa bantu di setiap langkah.

Pertama, teori perkembangan psikososial dari Erik Erikson. Erikson bilang manusia berkembang lewat delapan tahapan, mulai dari bayi yang butuh kepercayaan sampai orang tua yang cari integritas. Di keluarga, ini berarti setiap orang baik anak maupun orang tua, menghadapi krisis yang bisa ganggu dinamika. Misalnya, remaja lagi cari identitas, bisa bentrok sama orang tua. Konselor, menurutku, kayak pemandu yang bantu keluarga lewatin krisis ini. Dengan paham teori Erikson, konselor bisa bikin sesi konseling yang fokus bangun kepercayaan dan identitas keluarga, biar masalah kecil nggak jadi besar. Kayak konselor itu pemandu wisata yang bawa keluarga jalan-jalan dengan aman.

Kedua, teori sistem keluarga dari Murray Bowen. Bowen lihat keluarga kayak sistem yang saling terhubung, emosi satu orang bisa pengaruh ke yang lain. Dia punya konsep kayak diferensiasi diri dan triangulasi, yang ngejelasin kenapa keluarga bisa ketergantungan atau ribut. Menurutku, konselor yang paham ini bisa bantu keluarga "perbaiki" sistem yang rusak. Misalnya, kalau anak jadi korban di tengah orang tua bertengkar, konselor bisa bikin komunikasi lebih adil. Ini nggak cuma selesai masalah sekarang, tapi bikin keluarga lebih kuat dalam jangka panjang. Aku sering bayangin konselor kayak insinyur yang perbaiki mesin keluarga, biar semua bagian jalan dengan lancar.

Terakhir, teori perkembangan keluarga dari Evelyn Duvall. Duvall bagi perkembangan keluarga jadi delapan tahapan, dari baru nikah sampai anak-anak pergi kuliah. Setiap tahapan ada tugasnya, kayak besarin anak atau hadapi pensiun. Menurutku, konselor itu mitra yang bantu keluarga selesaiin tugas-tugas ini. Zaman sekarang, keluarga hadapi hal-hal kayak pernikahan beda agama atau anak tunggal, jadi konselor bisa pake teori Duvall buat kasih bimbingan tepat waktu. Bayangin keluarga kayak tim sepak bola, konselor itu pelatih yang pastiin setiap orang tahu perannya, biar tim menang di setiap “pertandingan”.

Walaupun peran konselor super penting, aku lihat tantangan kayak stigma di beberapa budaya yang masih malu ke konselor, atau susah akses di daerah kampung. Tapi, dengan teknologi, konselor bisa lebih gampang dijangkau lewat aplikasi atau video call. Menurutku, pendidikan soal pentingnya konseling keluarga harus lebih banyak, biar orang-orang lihat konselor bukan "pilihan terakhir", tapi bagian dari kesehatan keluarga sehari-hari.

Intinya, peran konselor di layanan bimbingan dan konseling keluarga itu penting banget buat jaga harmoni di tengah badai kehidupan modern. Dengan dukungan teori kayak Erikson, Bowen, dan Duvall, konselor nggak cuma perbaiki masalah, tapi bikin keluarga lebih kuat dan fleksibel. Sebagai mahasiswa yang percaya sama kekuatan hubungan, aku dorong setiap keluarga coba konseling sebagai investasi buat masa depan yang lebih bahagia. Yuk, bikin konselor jadi temen kita dalam bangun keluarga yang asyik!

Referensi:

  1. Erikson, E. H. (1950). Childhood and Society. W.W. Norton & Company. (Buku klasik yang ngejelasin tahapan perkembangan psikososial, bisa dicari di perpustakaan atau toko buku online kayak Amazon.)
  2. Bowen, M. (1978). Family Therapy in Clinical Practice. Jason Aronson Inc. (Karya utama Bowen soal teori sistem keluarga, bisa diakses lewat database akademik kayak JSTOR atau Google Books.)
  3. Duvall, E. M. (1957). Family Development. J.B. Lippincott Company. (Teori perkembangan keluarga yang masih dipakai di konseling, tersedia cetak atau digital lewat penerbit kayak Routledge.)

Biodata Penulis:

Nura saat ini aktif sebagai Mahasiswa Bimbingan dan Konseling.

© Sepenuhnya. All rights reserved.