Pelabuhan Hati
Di dermaga, matahari memintal jala dari embun pagi.
Karambol suara knalpot dan sorak para penjual ikan,
menari dengan gurindam lampu-lampu kapal yang tak pernah beristirahat.
Semesta bergema dalam kaleng bensin bekas dan cerita silam.
Kita duduk, membelah pinang dalam hening yang renggang.
Sumpah-sumpah sakral menguap dari bibir nenek, menyerap ke tanah liat.
Langit Makassar bukan langit, ia adalah atap los pasar,
yang menadah semua debu jalanan dan doa yang belum terucap.
Di sini, garam bukan sekadar rasa, ia jejak lautan dalam keringat peluh.
Pelabuhan ini bukan tempat sandar, ia parut di kulit kota,
mengikat erat pusar waktu yang terluka, namun tetap berdenyut.
Di setiap sudutnya, ada cerita yang tak selesai diseduh kopi pahit.
Patto'losang, 19 Desember 2025
Analisis Puisi:
Puisi “Pelabuhan Hati” karya Gita Nur Febriani menghadirkan pelabuhan bukan sekadar ruang geografis, melainkan ruang batin tempat ingatan, luka, dan kehidupan sehari-hari saling bertaut. Dengan latar Makassar yang terasa kuat, puisi ini memadukan hiruk-pikuk kota pelabuhan dengan keheningan relasi manusia dan sejarah personal yang tak pernah benar-benar usai.
Tema
Tema utama puisi ini adalah ingatan, keterikatan batin, dan kehidupan urban pesisir. Pelabuhan diposisikan sebagai simbol pertemuan antara masa lalu dan masa kini, antara riuh dunia luar dan keheningan hati.
Puisi ini bercerita tentang suasana di sebuah dermaga: matahari pagi, suara knalpot, penjual ikan, lampu kapal, dan aktivitas khas pelabuhan. Di tengah lanskap itu, hadir tokoh “kita” yang duduk membelah pinang dalam diam, menyerap sumpah-sumpah lama dari bibir nenek, serta menyaksikan Makassar sebagai kota yang menampung debu, doa, dan cerita silam.
Pelabuhan menjadi tempat di mana kehidupan kolektif dan pengalaman personal saling berkelindan tanpa harus saling menjelaskan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini antara lain:
- Pelabuhan melambangkan hati manusia yang menampung banyak cerita, luka, dan harapan.
- Kehidupan kota pesisir menyimpan sejarah yang tidak sepenuhnya selesai, namun terus berdetak.
- Relasi dengan leluhur (nenek) menegaskan pentingnya ingatan dan tradisi dalam membentuk identitas.
- Kebisingan dunia luar tidak selalu menghapus keheningan batin—keduanya justru hidup berdampingan.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini riuh sekaligus melankolis. Hiruk-pikuk pelabuhan bertabrakan dengan keheningan emosional, menciptakan nuansa reflektif yang hangat namun juga getir, seperti kopi pahit yang belum selesai diseduh.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Puisi ini menyampaikan amanat / pesan bahwa:
- Setiap tempat menyimpan jejak batin dan sejarah manusia.
- Ingatan dan luka tidak selalu harus disembuhkan, kadang cukup diakui keberadaannya.
- Kehidupan, betapapun kasar dan riuh, tetap memiliki denyut yang patut dirawat dan dipahami.
Puisi “Pelabuhan Hati” karya Gita Nur Febriani menghadirkan pelabuhan sebagai simpul ingatan dan perasaan. Bukan tempat untuk berlabuh sejenak, melainkan ruang yang terus berdenyut di dalam diri, menyimpan riuh dunia sekaligus keheningan paling personal. Melalui bahasa yang padat dan citraan yang kuat, puisi ini mengajak pembaca memahami bahwa hati, seperti pelabuhan, selalu terbuka bagi cerita yang datang dan pergi—tanpa pernah benar-benar selesai.
Biodata Gita Nur Febriani:
Gita Nur Febriani adalah penulis asal Bontojai yang sejak 2023 menjadikan menulis sebagai praktik kejujuran batin. Baginya, kata bukan sekadar alat ekspresi, melainkan ruang hidup untuk merekam kebenaran secara sederhana dan jujur.
Karyanya terhimpun dalam 193 buku antologi bersama puluhan komunitas literasi serta empat buku solo. Ia kerap menjadi finalis favorit dewan juri dan meraih sejumlah penghargaan literasi.
Pada tahun 2025 bergabung di COMPETER Indonesia (CI), Gita tercatat sebagai peserta yang lolos 36 Besar Anugerah COMPETER Indonesia (ACI) 2026, sebuah ajang sastra nasional yang pemenangnya diumumkan per 1 Januari 2026.
Gita bisa disapa di Instagram @git.a2000